4. Tidak Mau

167 24 4
                                    

Enjoy❤️❤️❤️

******

Siang yang terik menyambut kedatangan Aditya di kota Istimewa ini. Bukan untuk liburan. Dia sudah menghabiskan liburannya di rumah minggu lalu. Kali ini Aditya datang bersama Panji dan tim nya masing-masing, untuk tampil di salah satu event festival.

"Dit, mau kulineran dulu atau gimana?" tanya Bang Beni.

Aditya melirik Panji, "Gimana, Ji?"

"Enaknya sih, kulineran dulu, Dit. Gue tiba-tiba pengen gudeg."

Aditya mengangguk, "Ya udah, Bang. Kita langsung ke event aja." ucap Aditya pada Bang Beni.

Panji yang berdiri di sampingnya langsung melotot, "LO KENAPA NANYA KALAU PUNYA JAWABAN SENDIRI, NJIR!?"

Memangnya Aditya salah ya? Dia kan cuma bertanya. Tidak ada yang bilang Aditya akan mengikuti jawaban Panji kan?

"Nanya doang. Setelah gue pikir, enak kulineran tuh nanti beres acara. Toh rundown nya kita jam 7an udah beres. Mending sekarang di pake GR dulu." Aditya melirik Kak Tika, manager nya Panji, "Iya kan, Kak?"

"Bener, Dit. Tuh, Ji, Aditya aja paham."

"Ta-tapi kan, Kak---"

"Udah jangan banyak ngobrol. Tuh, perwakilan fanbase kalian udah siap buat nyambut." Bang Beni menunjuk ke satu titik di mana ada beberapa orang yang berkumpul sambil membawa bingkisan juga buket.

Aditya pun bergegas menghampiri penggemarnya.

******

Matahari masih bersinar cukup terang di Yogyakarta sore ini. Jalanan juga terlihat ramai, mungkin karena hari ini adalah Sabtu yang artinya nanti malam adalah malam Minggu, sehingga banyak manusia yang berkeliaran dan memenuhi jalanan. Meski tetap tidak seramai di Jakarta sana.

Mentari memajukan kedatangan nya ke kota ini. Yang seharusnya Minggu pagi menjadi Sabtu sore. Itu semua tidak lepas dari permintaan Mama nya. Katanya sih, supaya Mentari bisa menginap dan istirahat dulu, tidak terburu-buru pulang ke Jakarta. Tapi Mentari tidak yakin kalau alasannya hanya sekedar itu.

Sebelum menuju rumah, Mentari mampir dulu ke salah satu restoran gudeg yang pernah dia cicipi dulu, dan menurut Mentari rasanya sangat enak. Dia membeli beberapa porsi untuk di bawa ke rumah Mama nya.

Sebenarnya, Mentari cukup kepikiran akan alasan Mama nya menyuruhnya datang. Dia cukup takut, karena itu bukanlah satu hal yang biasa terjadi.

Mentari bahkan berkali-kali memastikan bahwa keadaan Mama nya baik-baik saja.

Sebuah rumah yang di cat dengan warna cream dan nuansa kayu itu menyambut kedatangan Mentari. Di sana, berdiri Mama nya yang tersenyum.

"Assalamu'alaikum, Ma." Mentari memberi salam, lalu mencium punggung tangan Mama nya itu.

"Wa'alaikumsalam. Gimana perjalanannya? Aman?"

Mentari mengangguk, "Aman kok, Ma. Om belum pulang?"

Om yang dimaksud oleh Mentari adalah Ayah tirinya. Dia tidak terbiasa juga harus memanggil pria asing itu dengan sebutan Papa atau Ayah, atau sejenisnya.

Baginya, Papa nya hanya satu. Dan akan selalu begitu.

"Belum. Paling sebentar lagi pulang. Kamu ke kamar gih, langsung mandi terus ganti baju. Kata Om, dia mau ngajak kita dinner di luar nanti."

"Dinner di luar? Tumben? Dalam rangka apa?"

"Gak ada apa-apa, cuma undangan dari sahabatnya Om. Udah jangan banyak tanya, masuk sana."

Adlytari: Kisah Aditya, Lyony dan MentariWhere stories live. Discover now