08

799 145 76
                                    

Ganesha

"Sa, Pimpro, ya."

"Oke."

Ditembak Anggar jadi pimpinan produksi buat pementasan perdana teater koma tahun ini, gue langsung nyanggupin tanpa protes.

Padahal sebenarnya, gue pengen ngambil peran sutradara yang sesuai sama bidang dan passion gue, terus juga nggak terlalu ribet karena cuma ngurus bagian keaktoran. Kalo, pimpinan produksi harus ngurus semua bagian termasuk urusan dapur juga.

Tapi, nggak masalah.

Gue udah pengalaman beberapa kali, jadi udah tahu polanya mesti kayak gimana nanti. Kalaupun ada perubahan, ya paling dikit doang.

Kali ini, peran sutradara diambil Madav. Stage manager diambil Anggar, membawahi sutradara, keaktoran, tata artistik yang meliputi panggung, cahaya, suara, musik, rias dan busana.

Mona dari dulu emang pakar dapur alias house manager membawahi kompubdok (komunikasi-publikasi-dokumentasi), pendanaan, ticketing, sarpras, transakon (transportasi-akomodasi-konsumsi), dan keamanan.

Anaknya sat-set dan tanggungjawab banget. Yakin deh, bagian belakang bakal beres, tertata, rapi kalo dia yang ngurus.

Ini juga yang bikin gue nggak keberatan jadi pimpinan produksi. Seenggaknya, setengah dari tugas gue udah ada yang nge-back-up, gue cuma tinggal follow up.

Naskah dari Rafki. Adaptasi naskah Putu Wijaya yang judulnya RT Nol RW Nol. Rafki sekaligus main jadi aktor juga nanti. 

"Virella tawarin coba. Belum masuk ke mana pun 'kan dia?"

Nah, dari dulu, gue udah sering ngomong kalo Virella ini punya aspek fisiologis yang mendukung buat jadi aktor, makanya gue bujuk-rayu buat masuk teater.

"Yakin lo? Kalem gitu bocahnya. Nggak yakin gue."

"Tanya dulu aja."

Gue bisa aja nembak Virella-nya langsung, tapi di sini gue menghargai Anggar selaku ketua umum yang tugasnya mimpin rapat, jadi gue cuma maju ke depan, ke deket dia yang lagi ngomong depan anak-anak, bisik-bisik pelan sama dia di sana.

Selain itu, gue ... mmm ... agak malu-canggung-nggak enak gimana gitu ke Virella.

Padahal lo semua tahunya, kita abis nonton teater bareng kemarin malam itu, 'kan, ya.

Iya, lo nggak tahu aja setelah itu gimana.

Gue yang nganterin dia pulang ke rumahnya, kemudian nawarin diri buat ngomong ke orang tuanya karena dia bilang udah kemaleman banget dan udah berkali-kali ditelfon mamahnya ini ditolak.

"Enggak usah, Mas. Nanti malah jadi panjang urusannya. Kamu bakal ditanya-tanya banyak. Jadi, biar aku aja nanti yang ngomong. Udah biasa kok."

Gue yang setibanya di kosan langsung nge-chat dia buat nanya: gimana, di marahin atau enggak dia sama orang tuanya, cuma dibales singkat pake dua kata:

Aman, Mas.

Hm. Padahal gue berharap dia cerita kronologinya, atau spill dikit lah cara ngomongnya ke orang tua dia yang kayaknya agak strict . Tapi, enggak ada, beneran cuma dua kata itu doang.

Dia emang sempet nanya balik gue udah sampe kosan atau belum dan aman atau enggak.

Kom Pub Virella

Udah nyampe kosan ini.
Aman, kok.
Walaupun tadi agak meleng dikit nyetirnya karena ngantuk.

Alhamdulillah kalo gitu.
Ih! Kalo gitu, buruan tidur, Mas.

FRIENDLYWhere stories live. Discover now