10

1.1K 188 79
                                    

Ganesha

Lo ada payung. Lo tahu sekarang lagi musim ujan. Tapi tiap pergi keluar, lo malah pilih buat nggak bawa payung lo karena males. Satu kata buat lo: Bego!

Dan, akhirnya pas hujan tiba-tiba dateng kayak sekarang, lo cuma punya dua pilihan: nunggu dengan risiko bosan atau nerjang dengan risiko basah-basahan.

Opsi kedua adalah gue.

Keluar dari fakultas media rekam, gue lari-larian nerjang hujan. Masuk ke dalem ATM center, gue menggigil bentar sambil ngusap-usap tangan. Dingin, Coy! Ada AC tiga biji nangkring di atas sono, noh.

Karena tangan gue agak geter-geter, jadi benda kotak-gepeng-kecil yang gue ambil dari dompet gue ini jatuh. Gue udah ancang-ancang buat nunduk sama ngulurin tangan buat ngambil.

Tapi, keduluan.

Ada tangan indah yang ngambilin kartu debet gue di lantai, ngulurin itu ke gue yang pas ngeliat wajah si pemilik tangan langsung otomatis ngumbar senyuman.

"Makasih, Rel."

Dibales pake senyum manis sekaligus hangat, yang terakhir kali gue liat adalah tiga hari lalu, waktu pulang rapat teater dan dia yang balik duluan itu pamit ke gue yang masih ngobrol-ngobrol sama temen-temen di sanggar.

Abis yang terakhir itu, kita no texts - no calls.

Padahal, sebelumnya kita terlibat konversasi yang ... mau dibilang bercanda tapi kayak serius ... mau dibilang serius tapi kayak bercanda.

"Kosong. Mau masuk?"

"Emang boleh?"

"Sangat dipersilakan."

Ya ... mungkin bagi Virella, itu emang murni bercanda, jadi setelah gue bilang, "Kalau mau masuk, jangan lupa ketuk pintu dulu, ya," enggak ada satu pun ketukan dari dia.

Kalo bagi gue?

Bercanda obrolannya, serius kepikirannya. Anjir, 'kan. Padahal, yang awal ngebercandain itu gue. Eh, malah ending-nya gue juga yang bawa serius.

Pagi-siang-sore-malem gue tungguin momentum di mana gue bisa terkoneksi sama dia lagi.

Nggak muluk-muluk chat-an atau telponan, deh—orang chat gue yang bilang makasih karena dia udah nyiapin konsep artistik dengan sangat baik aja nggak direspon—paling enggak, ya, dia respon lah woro-woro gue di grup teater. 

Eh ini enggak juga! Dia silent reader banget. Kalau nggak ada hal penting yang mau dia sampein, dia nggak ada nimbrung-nimbrungnya di grup.

Nggak muluk-muluk pengen ketemu—meskipun kepengenan itu sebenarnya ada juga karena gue suka mendadak kangenin dia—paling enggak, dia posting sesuatu di Instagram atau update story apa lah, biar gue bisa komen atau replay gitu, kan. Ini nggak juga.

Jadi, pas nggak sengaja ketemu di dalem ATM center sekarang ini, gue senangnya nggak kira-kira sampe sepanjang narik tunai duit, gue senyum-senyum, kadang ngelirik ke samping, bukan buat ngintip pin, tapi buat ngintip wajah cantik yang belakangan ini gentayangin gue di manapun gue ada.

"Baru beres kelas, Rel?"

Dari tadi dia nggak ada noleh ke gue, fokus banget mantengin layar mesin ATM. Gue harus bersuara dulu baru dia noleh, itu pun cuma sepintas lalu.

"Iya, nih, Mas." Jawab juga nggak sambil natap gue.

Tapi, gue juga nanyanya nggak natap dia sih. Jadi, isoke.

FRIENDLY [END]Where stories live. Discover now