"Sudah selesai beres-beresnya?" tegur Elwa di sofa ruang tengah. Ia kembali kepergok menyeruput teh dan menggigit biskuit. Namun, kali ini ia tidak sedang menonton TV, melainkan memegang sebuah tablet.

Acara packing bawaan hampir beres ketika Elwa pulang kantor. Jadi, ia hanya tinggal membersihkan diri, memasak, lalu bersantai. Ia sempat ingin nimbrung di kamar bersama keduanya, tetapi sungkan karena merasa hanya akan jadi obat nyamuk.

"Sudah," jawab Malika lalu bergabung duduk di sofa. Elwa menawarinya biskuit. Malika ambil sepotong.

"Vika mana?"

"Sudah tidur."

"Akhirnya, tidur juga." Elwa terkekeh. Tingkah gadis itu agak-agak sejak tadi siang. Tiba-tiba ia dapat ide untuk ikut pindah. Tentu saja ide itu ditolak mentah-mentah oleh Bayu dan Pak Samsuri. Vika adalah tumpuan koordinasi dan manajemen di dalam tim. Jika ia ikut pindah, Unit Pengembangan Hubus bisa kacau-balau.

Nyaris Vika kembali mengurung diri andai ubun-ubunnya tak digetok oleh Malika. Seketika ia lagi-lagi ingat ucapan Pak Samsuri bahwa tindakannya bisa saja menyusahkan orang lain. Kali ini, bukan hanya Pak Samsuri yang akan dibuat repot, melainkan juga seluruh rekan-rekannya di Unit Pengembangan Hubus.

Vika manyun, lalu menatap Bayu dengan tajam. "Aku takkan lupa dengan hari ini!" begitu ancamnya.

Malika buru-buru memisahkan keduanya sebelum mereka saling cakar.

***

"Tidak ikut tidur?" tanya Elwa. "Sudah jam sepuluh, besok pagi-pagi harus berangkat."

"Belum ngantuk." Malika menggigit biskuit.

Bibir Elwa maju beberapa senti. "Keseringan begadang, sih," komentarnya pula.

"Aku tidur di pesawat saja besok."

"Jangan begadang!"

Elwa mengetuk layar tablet yang menggelap. Layarnya menyala. Tertampil sebuah dokumen. Kontrak kerja Malika di perusahaan baru.

"Besok bukan cuma berangkat ke Jakarta, loh," ingat Elwa. "Kata Pak Bay, kalian juga harus langsung ke kantor baru dan meeting dengan manajemen."

Malika tak menyahut. Ia asyik mengunyah biskuit.

"Ini nama perusahaannya lucu." Elwa membaca kop pada kontrak, "PT Wahana Woles Legenda. Mirip-mirip nama perusahaan logistik. Aku pikir bakal ada 'Mahsed'-nya juga, seperti perusahaan-perusahaan lain di Group Mahsed."

Malika pun bersuara, "Kata Pak Bay, panggil saja 'Woles'."

Elwa mengangguk-angguk. "Semoga saja kerjanya juga woles. Walau...."

Malika menggigit biskuit. Kunyahannya melambat.

"Hah...," desah Elwa pula. "Posisimu itu, loh!" Ia baca baris lain, "Asisten Kepala Departemen Produksi dan Operasional? Aduh, aduh." Elwa menggeleng-geleng.

"Aku naik jabatan. Aku naik gaji. Hore." Ketiga kalimat itu diucapkan Malika dengan nada datar.

"Naik tensi juga!" tegas Elwa. "Ingat, aku sudah tidak bisa mengunjungimu setiap saat. Selalu ingat bahwa dirimu itu manusia biasa. Tubuhmu punya batas. Jangan kerja berlebihan!"

"Iya," jawab Malika singkat.

Jawaban itu membuat Elwa ragu. Namun, percuma saja jika didebat. Elwa kemudian mencoba cari topik lain. "Kalau kau asistennya, siapa kepalanya?"

"Pak Bay."

"Waduh..., jadi kayak Vika, dong?"

"Aku mau latihan galak."

"Semangat, semangat. Eh, kalau Rozes jadi apa?"

Malika menggeleng. "Belum lihat, tidak dikasih tahu."

"Oh, oke, oke." Elwa manggut-manggut. Matanya kembali menelusuri dokumen kontrak. Sepanjang sejarah hidupnya, ini adalah proses rekrutmen tercepat yang pernah ia saksikan. Tanpa hiring, tanpa tes. Bahkan, sebelum karyawan tersebut dinyatakan keluar dari tempat kerja lamanya, sudah diterima di perusahaan baru.

Apa ini yang namanya pembajakan karyawan? Elwa pernah dengar istilah itu. Katanya, sering terjadi di perusahaan-perusahaan startup. Akan tetapi, bukankah mereka masih satu group? Amat sangat bodoh rasanya kalau saling sikut rebutan karyawan.

Lagi pula, kalau dipikir-pikir lagi, PT yang namanya lucu itu bukan kelas perusahaan rintisan. Memang baru lahir, sih. Akan tetapi, kehadirannya tidak mengusung hal-hal baru, tidak pula ada gebrakan. Woles hanyalah developer game biasa. Bujetnya saja yang luar biasa, karena akan mengembangkan game eXP yang teknologinya memang mahal.

Dengar-dengar juga dari Bayu, perusahaan ini dibuat hanya untuk kepuasan pribadi, tidak mengejar profit atau semacamnya. Malahan, mungkin bakal jadi perusahaan yang kerjanya menghambur-hamburkan uang.

Tidak mencari keuntungan, tetapi bukan yayasan. Bakar-bakar uang, tetapi bukan startup. Sudahlah namanya agak lain, kelangsungan hidup perusahaannya juga tampak mengkhawatirkan.

"Orang kaya, kok, suka aneh-aneh, ya?" seloroh Elwa sembari menggulir layar.

"Karena mereka aneh-aneh, kita jadi dapat kerja," sahut Malika.

"Hm? Benar juga." Elwa menarik cangkir dan menyeruput teh.

Saat bibirnya masih mengecup cangkir, tablet Malika yang tengah ia dekap tiba-tiba bergetar. Ada panggilan masuk. Cangkir pun ia letak. Panggilan segera diangkat. Pengeras suara turut diaktifkan.

"Halo, Pak Bay," sambut Elwa dengan suara yang dibuat-buat manja.

Terdengar laki-laki di ujung sana kebingungan, "Eh? Bukan Malika?"

"Iya, aku bukan Malika. Siapa itu Malika? Selingkuhanmu, ya?"

Laki-laki di sana mendesah. "Elwa ternyata. Malika ada di situ?"

Elwa melirik gadis yang duduk tepat di sofa sebelah. Orang yang disebut namanya itu baru saja menjulurkan tangan meraih cangkir teh milik Elwa. Isinya kemudian ia hirup dengan penuh khidmat.

"Ada," jawab Elwa kemudian. "Tapi, dia sudah harus tidur. Kalau tidak, tehku nanti habis."

Bagai disengaja, Malika mengencangkan suara sesapannya.

"Eh, eh, eh!" Elwa panik.

"Ada apa? Kalian sedang apa?" tanya Bayu. "Aku ganti jadi panggilan video."

Elwa melonjak. "Jangan, Pak Bay. Kami sedang tidak pakai apa-apa!" Ia melirik pada Malika, kemudian mengedipkan sebelah mata.

Terdengar Bayu mengaduh, ia kemudian mengomel, "Elwa, kau itu di sana untuk jaga Malika, untuk pastikan dirinya sehat-sehat saja. Ini malam-malam begini kalian malah bu..., ah! Ada-ada saja kalian! Cepat pakai baju dan tidur!"

Elwa manyun. Cangkir teh yang dikembalikan Malika isinya tandas. Sementara itu, pelakunya malah menguap kemudian merebahkan diri di sofa. Tubuhnya dimiringkan sehingga wajahnya menghadap sandaran.

"Pak Bay mau ngomong apa? Malika juga bisa dengar. Dia ada di sebelahku."

Woles World Legend: AlphaWhere stories live. Discover now