2. Kita itu partner!

608 83 23
                                    


Sebelum masuk ke salah satu sekolah impiannya, Alea pernah punya sejuta skenario untuk kisah masa SMA nya. Yang rencananya, akan dibuat layak untuk dikenang minimal 78 kali setiap harinya. Tapi nyatanya, baru saja ia menduduki kelas sepuluh yang bahkan belum sampai setengahnya, sebuah umbi-umbian bernyawa berhasil merusak alur cerita miliknya.

Radhika Bagaskara si kakak kelas jenis manusia semprul yang masuk ke dalam hidupnya dengan menyebalkan. Laki-laki yang wajahnya memang tak setampan Cha Eunwoo, tapi tubuh jangkung, kulit sawo matang, dengan rahang tegas serta mata tajamnya membuat Alea mau tidak mau memang harus mengakui, Radhi terlihat tampan dengan versinya sendiri. Secara tiba-tiba, pemuda itu timbul di permukaan kehidupan Alea, mengacak-acak alur, dan kemudian mengajaknya menciptakan alur yang baru. Seperti yang tengah mereka lakukan hari ini. Keduanya sudah mengatur janji untuk bertemu di depan kolam ikan yang terkenal angker oleh siswa-siswi di SMA Bina Bangsa. Katanya, di sana ada sesosok perempuan yang suka memunculkan dirinya sambil mancing ikan. Tapi, kebenarannya belum terungkap, apakah semua itu hanya rumor atau kenyataan. Nggak ada yang tahu, karena mereka semua adalah manusia. Bukan tahu.

"MAMAH!" Alea terlonjak kaget saat sebuah ranting menyentuh pundak kirinya ketika ia sibuk menundukkan kepala menghitung jari kaki sambil menunggu Radhi.

"Ih! Monyet!" Sepertinya, gadis kecil ini memang harus sedikit diberi pelajaran. Karena mulutnya terlihat sangat lancar mengatai manusia setampan Radhi --menurut keluarganya sendiri.

Radhi menyemburkan tawa remehnya. Mengejek Alea yang gampang takut hanya dengan aksi kecilnya. Pemuda itu selanjutnya mendudukkan diri di ujung bangku panjang yang mereka duduki bersama.

Kini, posisi keduanya sama-sama berada di ujung. Radhi di ujung kiri dan Alea di ujung kanan.

"Kenapa harus di sini, sih? Nggak ada tempat lain apa?" protes remaja perempuan itu mulai bergedik ngeri. Mengingat bagaimana seminggu yang lalu ada seorang anak kelas sebelas yang heboh karena melihat sesuatu di dekat kolam ini.

"Ada, sih. Kita bisa ketemu di deket gerobak somay langganan gue, warkop abah, es dawet di simpang sono, sama-"

"Ya, oke, stop!" potong Alea sebelum Radhi menyebutkan seluruh tempat yang diketahuinya. Kalimat panjang yang membuat gadis itu heran karena yang ditanyainya adalah tempat untuk berdiskusi, tapi kenapa dia malah menyebutkan tempat kuliner di sekitar sini???

Pemuda itu menyunggingkan senyumnya, menyadari Alea kembali kesal karenanya. Selanjutnya, ia menopang siku pada kedua paha. Menatap lurus ke depan seakan tengah memikirkan hal yang memerlukan pemikiran matang. Lalu, Radhi menoleh ke arah kiri, kembali menatap Alea yang kini juga tengah menatap ke arahnya. Bedanya, gadis itu menatap dengan tatapan sinis penuh makian.

"Bisa biasa aja, gak? Kita bukan lagi nyusun rencana bela negara."

"Hari ini gue bakal ngasih lo nomornya Daffa."

Mendengarnya, Alea benar-benar dibuat membelalak begitu saja. Mulutnya terbuka membentuk huruf O menganga. Ucapan Radhi barusan seakan menembus ke dalam hatinya, menyerang, dan berputar-putar di kepalanya dengan lancar.

Kalimat yang menjanjikan nomor seseorang yang sudah diusahakan gadis itu sejak masa MOS dua bulan lalu, kini diucapkan pemuda tengil ini dengan entengnya.

"Serius--?"

"Tapi, lo harus bikin Sophia ngechat gue duluan."

Mungkin, inilah yang dimaksud Nadin Amizah.

Bun, hidup berjalan seperti bajingan.

Gadis dengan poni samping yang baru saja ia geser ke belakang telinga itu menarik napasnya dalam dan dibuang kasar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 07 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Love LetterWhere stories live. Discover now