Dua

30.9K 1.8K 8
                                    

Baca cepat bab selanjutnya ada di karyakarsaa ya. Di sana update lebih awal gaess.

Bandara Internasional Minangkabau di penuhi oleh lautan manusia yang pergi dan datang.

Dengan menggeret koper, Cia tampak cantik dan menarik perhatian orang-orang yang melihat nya. Rambut nya yang di cepol asal dan kaca mata hitam penambah daya tarik nya.

Cia mengeluarkan handphone nya dan menelpon seseorang yang di tugaskan untuk menjemput nya.

Cia berjalan menuju pintu keluar dan memperhatikan plat mobil yang menjadi petunjuk.

Ah di sana!

Cia berjalan ke depan dengan santai. Tidak terburu-buru

" Nona Ciara?"

" Ya betul. " Jawab Ciara sembari melepas kaca mata nya.

" Saya Ben. Orang yang di tugaskan untuk menjemput Nona dan mengantar ke solok."

Cia mengangguk. Sebelumnya Om Samudera sudah mengirim foto Ben ke ponsel nya.

" Ya. Apa kita bisa langsung berangkat?"

" Oh bisa, Non. Biar saya masukkan koper nya ke bagasi."

" Terima kasih."

Cia langsung membuka pintu mobil belakang. Ia duduk dan menyandarkan punggungnya.

Cia sejenak memejamkan mata nya begitu di rasa sudah nyaman dalam mobil.

Pintu kemudi terbuka, Pak Ben masuk dan meminta izin untuk segera meninggalkan bandara.

Sepanjang perjalanan, Cia memutuskan untuk tidur. Tiba-tiba Cia tersentak saat merasa mobil ngerem mendadak.

" Maaf, Nona. Di depan ada monyet lewat barusan." Pak Ben merasa tidak enak karena sudah membangunkan penumpang nya.

Cia mengusap wajah nya. " Nggak papa. Kita sudah sampai mana Pak?"

Cia memperhatikan jalanan dari dari balik jendela.

" Kita sudah memasuki kawasan solok, Non. Namun belum sampai di kampung Nona."

Cia mengangguk. Ia menurunkan kaca mobil. Wajah nya langsung di terpa udara dingin dan sejuk.

" Dingin sekali." gumam Cia tanpa sadar. Pak Ben tersenyum karena masih bisa mendengar gumaman Cia.

" Di sini udara nya memang dingin, Non. Walaupun di terpa terik matahari sekalipun udara nya tetap sejuk."

" Bapak asli orang sini?"

" Iya, Non."

Setelah nya tidak ada lagi percakapan. Cia menikmati perjalanan nya kali ini. Mobil sudah memasuki kawasan perkampungan seperti nya. Jalan yang mereka lalui sekarang tidak semulus jalan yang mereka tempuh sebelumnya.

Di kiri kanan pemandangan kebun dan ladang yang subur menjadi objek keindahan bagi Cia. Udara nya benar-benar terasa sejuk.

Mobil bergoyang goyang karena jalan yang tidak mulus. Namun seperti nya Pak Ben sudah terbiasa dan tetap santai membawa mobil. Cia pun merasa aman.

Tiba-tiba mobil berhenti. " Kenapa, Pak?"

" Kita sudah sampai, Non!" ujar Pak Ben menatap penumpang nya dari kaca spion depan.

Cia tersentak. Ia tidak sadar
Lalu Cia memalingkan muka nya keluar tepat di depan nya bangunan rumah besar terlihat berdiri kokoh namun tampak sedikit tidak terawat. Terlihat dari cat nya yang sudah mengelupas dan kusam.

Cia turun dari mobil. Mata nya masih memandang rumah keluarga besar Ibu nya. Terbesit kenangan masa kecil nya menyeruak ke dalam ingatan nya walau tidak jelas.

Dua orang tampak tergopoh membuka pintu pagar.
Bunyi derit pagar berbunyi karena besi nya yang sudah berkarat.

Semua itu tidak luput dari perhatian Cia.

" Selamat datang Non Cia." Titin menyapa majikan nya dengan wajah gugup. Begitu pun dengan Pak Slamet.

Cia mengangguk. " Terima kasih." Cia tersenyum tipis. Kepalanya menoleh saat Pak Ben membawa koper nya.

" Berapa Pak?"

" Oh tidak perlu, Non. Biaya perjalanan nya sudah di bayar."

Cia mengangkat alis nya. Mungkin Om Samudera yang membayar nya.

Cia mengambil dompet dan mengeluarkan uang merah tiga helai. Ia memberikan nya kepada Pak Ben.

" Nggak papa. Ini terima, Pak!"

Pak Ben menggeleng dan menolak.

" Tidak usah, Non. Saya sudah di bayar di muka."

" Ambil saja. Buat makan Bapak nanti. Tip dari saya."

Pak Ben tampak gugup saat menerima uang dari Cia. Wajah nya seperti terharu dan sangat berterima kasih.

Cia mengangguk. Kemudian menatap Pak Mamat. " Bapak yang bernama Pak Mamat?"

" Iya benar, Non."

" Tolong bawakan koper saya ke dalam, Pak!"

" Siap, Non!"

Pak Mamat segera mengambil koper Cia. Buk Titin langsung mengarahkan Cia masuk ke dalam rumah yang sudah sangat lama tidak di huni oleh keluarga pemilik nya.

" Mari, Non!"

Cia mengikuti langkah Buk Titin. Mata nya tidak lepas memindai seluruh perkarangan yang di tangkap oleh netra nya.

Bagian halaman rumah nya tampak kusam sekali. Bahkan tidak ada bunga yang menghiasi bagian depan rumah. Pagar tembok rumah pun sudah berlumut. Dinding rumah banyak yang mengelupas dan cat nya pun sudah memudar dan juga kusam.

Masuk ke dalam rumah. Sedikit lebih enak di pandang. Bagian dalam yang sangat luas dan tertata dengan perabotan rumah tangga yang tampak sudah lama menghiasi rumah ini. Bahkan kursi sofa yang menghiasi ruang tamu nya tampak sudah lusuh dan tidak model lagi di zaman sekarang.

" Ini kamar nya, Non. Sudah saya bersihkan."

Cia masuk ke dalam kamar nya. Lumayan luas. Dan juga terdapat kamar mandi di dalam nya. Perabotan nya tidak banyak.

Di tengah- tengah ada tempat tidur bagian sudut nya berjumlah empat tiang. Seperti nya penyangga kelambu. Khas zaman dahulu.

Ada lemari tiga pintu yang berukir rumit. Dan meja rias. Tidak ada perabotan lain.

" Non Cia ada yang mau di butuhkan?"

Cia membalik badan menatan Buk Titin. Cia tersenyum tipis.

" Saat ini belum ada, Buk. Nanti kalau saya butuh apa-apa. Saya panggil Buk Titin."

" Baik. Kalau begitu saya ke luar dulu, Non. Saya ada di dapur kalau Non Cia butuh apa-apa."

Cia mengangguk. Sekarang hanya tinggal dirinya di dalam kamar. Cia merebahkan tubuh nya di atas tempat tidur. Mata nya menatap langit-langit kamar.

Cia menarik nafas nya dan mengambil handphone. Ia seketika ingat harus menghubungi Om Samudera.

" Hallo, Om. Cia udah sampai di solok. Ya. Ini lagi istirahat. Mungkin nanti banyak hal yang harus aku lakukan di sini. Yang jelas aku mau merenovasi rumah ini, Om. Biar lebih enak di tinggali dan lebih hidup suasana rumah di sini."

Cia mendengarkan perkataaan Om Samudera yang berisi kebanyakan nasehat.

" Iya, Om. Nanti akan Cia usahakan. Yaudah Cia mau istirahat dulu. Dah, Om."

Cia mengakhiri panggilan nya dan melempar asal handphone. Ia memejamkan mata dan ketiduran. Mungkin efek lelah membuat Cia tertidur pulas.

Tbc!
22/01/24

Huuhhh gimanaa gaess?? Masihh ada yang penasarann nggak??

Jangkar CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang