•° Chapter 5 °•

117 88 96
                                    

📌
Ini hanya cerita fiksi, murni imajinasi penulis dan tidak berhubungan dengan kejadian atau tidak terjadi di dunia nyata
📌
Harap bijak dalam berkomentar, ya:)
🌛Thanks and Happy Reading🌜

•°•°•°🌛☀️🌜•°•°•°

Tepat satu minggu berlalu tanpa terasa bagi laki-laki yang kini masih berpelukan dengan sang guling kesayangan. Masa menganggurnya dihabiskan hanya untuk tidur seperti mamalia di musim dingin, bangun untuk bersih-bersih dan mengisi perut, lalu tidur lagi.

4 panggilan tidak terjawab dari Senior divisi

Brian masuk ke dalam kamar Seta secara paksa. Suara nada dering dan alarm yang keluar dari handphone milik kakaknya itu sangat menganggu mood di pagi hari.

"Mas, Mas Setaaaaa!"

Brian mengelus dada, kepalanya menggeleng sabar menghadapi Seta. Padahal handphone ada di meja samping kasur, tapi laki-laki yang lebih tua 2 tahun darinya itu tidak kunjung bangun.

"Mas Seta! Hp Lo bunyi terus," tegurnya kesal.

Seta hanya bergumam, lalu menenggelamkan seluruh tubuhnya ke dalam selimut halus. Kakaknya itu justru tersenyum menikmati mimpi indahnya sendiri.

"Gue banting nih hp lama-lama," ancam Brian mengambil ancang-ancang untuk membanting benda pipih kesayangannya.

Sontak selimut kembali terbuka, menampilkan Seta berwajah bantal dan matanya yang masih setengah tertutup. "Berangkat sekolah, Cil! Ini masih kepagian buat gue," usir Seta agak serak khas bangun tidur.

"Pantes nggak pernah punya pacar, kerjanya tidur mulu di rumah," cibir Brian.

Seta membuka matanya lebar, lantas duduk di kasur sambil menengadahkan tangan. "Oohh... balikin kartu gue!"

Brian menggaruk tengkuk berpikir. "Kartu yang mana?"

"Yang lo bawa satu minggu lalu buat ngapelin si Yuyun. Balikin sekarang!" tukas Seta kesal.

Laki-laki berseragam SMA itu mengeluarkan dompet dari sakunya, lalu mengembalikan kartu uangnya tanpa ikhlas sama sekali.

"Ada bubur ayam di meja. Buruan makan, kalo nggak gue kasihin ayam pak Bambang."

"Dapet darimana?"

"Beli di tukang bakso!" jawab Brian asal.

"Ish, Lo boros banget. Pantesan uang bulanan cepet abis," tukas Seta mengucek matanya.

Brian menyilangkan tangan di depan dada. "Terus kalau nggak beli mau gimana? Nanem berasnya dulu, abis itu bikin buburnya, gitu?"

Seta kini bangkit dari kasur. Matanya sibuk mengecek handphone, tapi mulutnya terus mengoceh. "Lo kan bisa dateng ke rumahnya— siapa cewek Lo? Yuyun? Gayun?"

"YUNAAAA," koreksi Brian kesal.

"Nah, itu, Yuna. Lo ke rumahnya pagi-pagi, ajak berangkat bareng, sekalian numpang makan. Lo tahu, nggak, jurus terjitu buat dapat hatinya cewek itu ada pada orang tuanya. Asal Lo akrab sama mereka, gue jamin Yuna pasti suka sama Lo." Brian memutar bola matanya malas.

Kakaknya ini memberi saran sekaligus mengajarkan kebiasaan jelek. "Yang ada di usir duluan mah iya," tukasnya melangkah pergi.

Jangan biarkan dua laki-laki tinggal bersama. Mungkin kalimat itu pantas disematkan pada dua kakak beradik ini. Itu juga yang membuat bunda khawatir pada Brian. Anak remaja yang masuk pubertas sepertinya tidak boleh tinggal berdua dengan Seta yang bukan standar seorang kakak.

SETALYNAWhere stories live. Discover now