"Kamu pulang bareng aku aja, ya, Kei?" ajak Zalina.

"Benar nih, ibu lawyer Zalina mau antar aku?"

"Supaya dapat berkah antar anaknya Ustaz Salman. Barangkali pulang dari Jogja dapat jodoh," bisik Zalina yang membuat Keisya tertawa.

Keisya mengambil tas bahunya dan berjalan dengan Zalina keluar dari gedung acara ke area parkiran mobil. "Sampai hari apa kamu di Jogja, Za?" tanya Keisya sesaat setelah memasang sabuk pengaman.

"Besok pagi aku harus udah balik ke Jakarta, Kei. Sorenya udah ada meeting sama klien. Biasalah, paling muda di kantor jadi nggak dikasih waktu libur." Zalina fokus menyetir sambil menceritakan nasibnya di firma hukum tempatnya bekerja.

"Tapi uangnya, kan, banyak," goda Keisya.

"Enakan juga jadi ustazah yang mendidik santri kayak kamu, Kei. Pasti banyak berkahnya. Ah, jadi insecure."

"Ada sih tadi yang bilang ke peserta kajian kalau setiap muslim punya jalan juang dakwahnya masing-masing," sindir Keisya.

"Ampun, deh, ampun Ammah Keisyaku." Keduanya kemudian tertawa.

"Kei, ngomong-ngomong kamu ada waktu kosong nggak di bulan Oktober?"

"Belum ada agenda. Kenapa?"

"Ikut aku, yuk, ke Uzbekistan. Napakin jejak peradaban Islam."

"Uzbekistan, Asia Tengah?" tanya Keisya.

"Iya. Nanti akan ada Ustaz Hasyim, Ustazah Saudah, dan beberapa content creator muslimah lain yang tertarik sama sejarah Islam. Pasti makin seru kalau ada kamu. Aku juga belum pernah ke sana."

Keisya terdiam cukup lama. Uzbekistan merupakan salah satu destinasi yang sangat ingin dia kunjungi dalam hidupnya. Selain bangunan-bangunan bersejarahnya yang indah, negara Uzbekistan adalah saksi betapa hebatnya peradaban ilmu yang umat Islam miliki di masanya.

Saat peradaban lain belum mengenal apa pentingnya mandi untuk kesehatan, Uzbekistan sebagai bagian dari Dinasti Abbasiyah sudah memiliki perguruan tinggi di setiap sudut desa dan kotanya. Pemuda-pemuda muslim mengenyam pendidikan tinggi secara gratis. Mereka berguru pada ulama-ulama hebat yang akhirnya melahirkan para ilmuwan muslim tangguh yang jasanya dapat kita rasakan hingga sekarang. Sebut saja Imam Bukhari sang ahli hadist dan Al-Khawarizmi penemu aljabar.

"Insyaa Allah, Za. Nanti aku izin Umi dan Abah dulu, tapi aku nggak bisa janji. Soalnya Uzbekistan itu jauh, nggak kayak Malioboro," kekeh Keisya yang membuat Zalina juga ikut terkikik pelan.

"Iya juga. Aku ajak kamu ke Uzbek udah kayak ajak main ke Malioboro. Tapi aku berdoa, semoga kamu bisa ikut."

Mobil sedan putih berhenti di halaman depan PPMI Fathimah Al-Fihriyah. Suasana pesantren tampak lebih lengang dari biasanya. Hari ini akhir pekan. Pasti para mahasantri memanfaatkan waktu untuk berkegiatan di luar pondok.

"Kamu mau turun dulu, Za?"

"Kei, kayaknya aku nggak bisa mampir. Ada deadline berkas klien yang harus aku submit. Salam untuk Umi dan Abahmu, ya."

"Insyaa Allah nanti aku sampaikan. Fii amanillah, Za. Semoga lelahnya berkah."

"Jazakillah khayr. Pamit, ya, Kei. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Keisya memastikan mobil sahabatnya tak dapat lagi terlihat di pandangan mata. Dia bergegas menuju ndalem, sebutan tempat tinggal bagi pengasuh PPMI Fathimah Al-Fihriyah atau keluarga Ustaz Salman dengan istri dan keempat putrinya.

TANAH BAGHDADWhere stories live. Discover now