40 - Kehidupan Baru?

75 11 0
                                    

Hari kedua setelah Papa Raga dinyatakan meninggal, Erlan dan Vico langsung terbang ke Jakarta. Namun keduanya hanya bisa menginap satu malam karena harus masuk kuliah. Kini satu minggu sudah berlalu setelah kepergian Papa Raga. Dan Raga masih berada di Jakarta, menenangkan dirinya sendiri dan juga adiknya.

Saat ini Raga berada di tepi kolam renang di belakang rumahnya. Kedua kakinya ia masukkan ke dalam air. Matanya menatap ke depan dengan tatapan kosong.

"Raga." panggil seseorang yang berjalan mendekat ke arah Raga.

Raga menoleh ke sumber suara. Ternyata Om Deni yang menghampirinya. Om Deni ikut duduk di sebelah kanan Raga.

"Udah seminggu kamu di Jakarta. Kuliah kamu gimana?" tanya Om Deni.

Jujur saja, Raga belum kepikiran lagi untuk kuliah karena hatinya masih terpuruk setelah kepergian Papanya.

"Om sangat berharap kamu masih melanjutkan kuliah kamu, Ga. Papa kamu menginginkan anaknya minimal sampai sarjana." ucap Om Deni lagi.

Raga menundukkan kepalanya, "Raga nggak bisa ninggalin Raya sendirian disini. Raga takut kejadian beberapa tahun lalu terjadi lagi ke Raya, Om." ujarnya sendu. Raga memang tak tega meninggalkan adiknya sendirian disini. Ia ingin selalu berada di sisi Raya dan memastikan adiknya baik-baik saja. Ia tak mau kejadian Raya yang sampai harus dirawat di rumah sakit jiwa karena kepergian Mamanya terulang kembali.

Pembaca Zahraga 1 pasti inget kan kejadian Raya?

Om Deni menepuk bahu Raga, "Om tahu itu. Tapi apa rencana kamu setelah ini?" tanyanya.

Raga terdiam sebentar untuk berpikir, "Kalo Raga pindah kuliah di Jakarta aja gimana, Om?"

Om Deni tersenyum, "Ga, kamu tahu nggak apa reaksi Papa kamu dulu waktu kamu berhasil keterima di Brawijaya?" tanyanya.

Raga mengerutkan keningnya, lalu ia menggeleng.

"Papa kamu bahagia banget. Dia bahagia karena kamu bisa kuliah di universitas negeri tanpa kesulitan biaya. Dulu Papa kamu sama Om kepingin banget kuliah, Ga, tapi kita harus ngejar beasiswa dulu biar bisa masuk ke bangku kuliah. Itupun kita kuliah di UT biar biayanya lebih murah. Selain itu, Papa kamu juga seneng karena kamu mau mulai hidup mandiri di Malang. Meskipun disana kamu ikut Om dan Tante setidaknya Papa kamu bisa mantau kehidupan kamu. Katanya serasa punya CCTV buat anaknya." ujar Deni menceritakan sembari terkekeh. Raga ikut tersenyum mendengarnya.

Deni menepuk bahu Raga, "Om harap kamu masih tetep lanjutkan kuliah kamu disana, Ga. Bikin Papa bangga. Ingat pesan Papa kamu, Ga." ujarnya. "Selesaikan apa yang sudah kamu mulai." lanjutnya.

"Tapi, Raya?" tanya Raga.

"Om dan Tante udah mutusin buat pindah ke Jakarta. Sekalian Om yang akan handle perusahaan Papa kamu. Perusahaan di Jakarta itu pusat, Ga. Itu perusahaan yang pertama kali Papa kamu dan Om bangun bersama. Om akan meninggalkan perusahaan cabang di Malang dan menyerahkannya ke orang kepercayaan Om."

"Tante nggak keberatan?"

Deni menggeleng, "Enggak sama sekali. Malahan Tante kamu seneng bakal jaga Raya disini. Kamu tahu sendiri kan Tante kamu itu sebenernya pengin banget punya anak. Tapi ya gimana, kami belum diberi kepercayaan."

"Kalo udah tepat waktunya pasti dikasih kok, Om." ujar Raga menenangkan.

"Iya, Aamiin. Kamu nggak usah khawatir sama Raya, Ga. Pergilah kembali ke Malang. Tempatin rumah Tante sama Om disana. Ada Bibi juga disana yang bisa bantu kamu jaga rumah itu."

Raga mengangguk, "Makasih banyak, Om. Dari kemarin sebenernya Raga udah kepikiran soal ini tapi belum nemu jalan keluar. Dan sekarang Raga cukup lega denger keputusan Om."

ZAHRAGA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang