23. Calon penerus pesantren

Start from the beginning
                                    

"Jangan apa-apa kekerasan Rel... aku ga suka ya punya teman yang berantem terus-"

"Terus gue harus apa Amira? mereka merendahkan harga diri lo! lo udah tertutup tapi mereka masih cari celah untuk lihat aurat lo itu?! gue hampir gila dengar mereka muji lo secara terang-terangan sementara gue nahan diri dengan ga melihat yang mereka lihat! karena gue menghargai!" Amira menunduk dalam, Farel benar... dia yang salah disini.

"Sorry, gue ga maksud bentak lo" Farel mengusap wajah nya frsutasi, laki-laki itu menyerahkan sebotol air mineral pada Amira.

"Tapi kamu yang lagi emosi Rel-"

"Gue emosi tapi gue bisa lebih emosi lihat air mata lo, hapus... gue ga suka" Amira mengucapkan terimkasih kepada Farel hingga mata Amira membelalak saat melihat abah nya menatap marah kearah nya.

"A-abah-"

"Ayah lo?" tebak Farel.

Amira mengangguk dan Farel menyalimi tangan kiyai Ahsad dengan sopan "kamu siapa nya Amira?" tanya kiyai Ahsad dingin.

"Teman nya om, tapi kalau boleh jadi menantu om aja sih" Amira memperingati Farel dengan lirikan matanya, baru tadi marah-marah sekarang sudah berulah seperti biasa.

Kiyai Ahsad memegang kalung yang di sembunyikan oleh Farel di balik seragam nya "kamu lihat salib kamu ini?" Farel mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi.

"Sampai kapanpun, salib yang mengalung indah di leher mu itu tidak akan bisa bersatu dengan tasbih yang selalu di pegang putri ku."

Deg.

Farel tersenyum pedih "saya tahu, permisi."

"Abah, Farel itu baik-"

"BAIK?! Amira! kamu putri abah! satu-satu nya harapan untuk pesantren kita! seharusnya kamu menikah dengan mereka yang sederajat kita! bukan malah jatuh cinta kepada laki-laki yang tidak sholat itu!" Amira menahan sesak di dada nya saat abah nya membentak diri nya.

"Farel hanya teman-"

"Hanya teman? 18 tahun abah memperhatikan kamu dan baru kali ini kamu mencuri-curi pandang bahkan menatap kagum kepada seorang laki-laki Amira... jalan kamu masih panjang! kamu harus ke Mesir, mengurus perusahaan dan juga pesantren! tidak ada asrama apalagi beda agama!"

Flashback of

Empat bulan kemudian...

Malam ini sehabis sholat Iysa, ning Amira merasakan sakit yang luar biasa pada perut nya membuat gus Fatih yang baru saja keluar dari kamar mandi dibuat terkejut dengan istri nya yang sudah meringis kesakitan di samping kasur.

"Astaghfirullah, kamu kenapa?" tanya gus Fatih cemas.

Ning Amira menggeleng "s-sakit gus... aku sepertinya nya mau m-melahirkan."

Gus Fatih menggendong tubuh istri nya dan segera membawa nya masuk ke mobil, di ambil nya cadar istri nya dan segera melajukan mobil menuju rumah sakit, sangkin panik nya ia sampai lupa mengabari keluarga yang lain.

"S-sakit" isak Amira tidak tahan.

Gus Fatih menyerahkan lengannya membuat ning Amira bingung "gigit atau cakar tangan saya sepuas kamu, lampiaskan rasa sakit kamu ke tangan saya" ning Amira terdiam ragu namun rasa sakit yang di alami nya membuat nya membutuhkan pelampiasan, wanita itu menggigit tangan suami nya membuat gus Fatih ikut meringis.

Saat tiba di rumah sakit gus Fatih segera menemani istri nya, perasaan nya campur aduk sekarang meski rasa bersalah lebih mendominasi dirinya, ia menunggu sampai perawat meminta nya masuk untuk menemani istri nya.

Ikhtiar CintaWhere stories live. Discover now