31 [Silly Student]

Start from the beginning
                                    

Maira dengan sengaja tersenyum penuh kelicikan pada dimas, melewati rumah kos dimas begitu saja, dan baru berhenti di depan rumah makan yang berjarak seratus meter dari kos dimas.

Dimas langsung keluar dari parkiran kosnya dan mengejar maira, kemudian menghampiri maira yang baru turun dari motor.

Maira terlihat sedang berterimakasih pada pengemudinya, dan tak lama pengemudi motor tersebut membawa motornya menjauh dari maira.

"Siapa", tanya dimas dengan muka merah, dan nada marah, karena tak sempat melihat siapa yang dengan lancang mencuri perhatian maira darinya.

Hanya senyum manis dan tatapan berbinar yang dimas dapatkan dari pertanyaannya.

"Siapa", tanya dimas lagi.

"Mau makan apa sayang", tanya maira, tanpa menjawab dimas, malah menatap dimas dengan lembut.

"Siapa", tanya dimas lagi dengan nada di tekankan.

Maira tidak menjawab pertanyaan dimas, dan hanya meraih tangan dimas lalu menariknya masuk ke rumah makan.

"Aku nggak mau makan", ucap dimas masih dengan nada marah.

Dengan acuh, maira tetap memesankan makanan untuk dimas, lalu menariknya menuju meja kosong.
Meski terpaksa dan masih dengan perasaan kesal, dimas mulai makan menu yang maira pesan untuknya.

Maira masih tidak menjawab pertanyaan dimas, bahkan sampai mereka selesai makan dan masuk ke kamar kos dimas.

"Bowo", jawab maira akhirnya, setelah dimas enggan untuk duduk saat maira memintanya.

Bowo adalah salah satu sahabat maira di kampus, dan dimas memang mengenalnya.

Dimas bahkan pernah mengatakan bahwa bowo adalah satu-satunya cowok di kampus maira, yang tidak akan pernah membuat dimas cemburu.

"Itu bukan bowo, aku tau bowo kayak gimana, juga motor bowo aku tau", ujar dimas dengan wajah kesal.

"Serius tadi itu bowo, pakai motornya ayu, kalau nggak percaya tanya aja sama anaknya", ujar maira meyakinkan dimas yang tidak percaya akan ucapannya.

Dimas kemudian memgambil handphone yang ada di genggaman maira, dan mencari nama bowo lalu menelvonnya.

"Kenapa ra", tanya bowo begitu bowo menjawab telvonnya.

"Dimas wo, tadi kamu lewat depan kosku", tanya dimas tanpa basa basi.

"Kosmu dimana emang, tadi sih aku nganter rara ke rumah makan deket kampus", ujar bowo.

"Jadi tadi yang anter rara kamu", tanya dimas lagi.

"Iya", jawab bowo.

"Oh yaudah, makasih ya wo", ujar dimas, kemudian menutup telvon untuk bowo lalu tersenyum pada maira.

Dimas langsung memeluk maira, dan meminta maaf karena sudah merasa cemburu.

"Tuh kan, kenapa sih nggak percaya kalau aku yang ngomong", protes maira.

"Bukan nggak percaya, tapi tadi bowo pakai masker, helmnya juga ditutup, jadi nggak kelihatan jelas itu bowo apa cowok lain", bela dimas pada dirinya.

"Lagian ngapain coba kamu ke kos aku malah di anter cowok lain, motor kamu kemana", tanya dimas.

"Motorku di parkiran luar, terus tadi joknya panas banget, akhirnya nebeng bowo, yang sekalian mau pergi ke kos temennya di babarsari", jawab maira.

"Kenapa nggak telvon aku minta jemput", protes dimas.

"Nanti nunggu kamu dateng lama lagi, kamu tau aku jam dua ada kelas, tau kamu marah-marah, mending aku ke kos ayu", jawab maira sambil menggoda dimas.

"Kamu udah janji ra sama aku, kalau jam istirahat sambil nunggu kelas, kamu janji nunggunya di kamar aku", gerutu dimas.

"Cemburu lagi dong, seru tau", pinta maira.

"Nggak mau, kamu jangan suka bikin aku cemburu dong", pinta dimas.

"Lucu tau kalau kamu lagi cemburu", ujar maira.

"Jadi maksud kamu, mainin perasaan aku itu lucu", omel dimas.

"Yaudah maaf deh udah mainin perasaan kamu", ujar maira mengalah.

Maira kemudian mengecup dimas, dan membelai rambutnya.

Dimas membalasnya dengan mulai menciumi leher maira, dan membuka kancing kemeja maira satu persatu.

"Bukan hari minggu dimas", keluh maira.

"Sejak kapan kita punya jadwal, kamu lupa kamu udah bikin aku kesel, jadi kamu harus terima balasannya", jawab dimas.

Maira hanya tertawa dan pasrah akan kemauan dimas.

Secara cekatan, dimas melepas semua benang yang menempel di tubuh maira, begitu juga dengan dirinya, dimas melepas semua pakaian miliknya.

Dua mahasiswa yang selalu menunjukkan gairahnya satu sama lain, mulai menelusuri setiap sisi kepuasan yang bisa mereka dapatkan.

Kamar yang sengaja dimas buat sedingin mungkin, serta cahaya yang hanya datang dari layar komputer miliknya, membuat dimas leluasa menikmati tubuh seksi maira, hingga ada yang mengetuk pintu kamar dimas dari luar.

Dimas langsung menghentikan aktifitasnya dan menutup mulut maira yang masih mendesah.

"Dim, tidur ya", ujar suara dari luar yang sangat familiar, suara rumi.

"Perasaan tadi udah pulang deh", gumam rumi dari luar kamar.

Langkah kaki rumi kemudian menjauh, dan tak lama handphone dimas bergetar, rumi menelvonnya.
Dimas langsung bangun dari atas tubuh maira, dan menjawabnya di kamar mandi.

"Iya rum", jawab dimas dengan membuat suara berpura-pura seperti mengantuk.

"Dimana dim", tanya rumi.

"Di rumah maira, kenapa emang", tanya dimas masih dengan suara mengantuk.

"Aku mau minta salinan copy revisi bimbingan tadi pagi, kata rizal ada di kamu", ujar rumi.

"Iya ada, nanti aku bawa sekalian ke kampus, nanti kita kumpul di studio tujuh atau studio akhir", tanya dimas.

"Studio akhir aja", pinta rumi.

"Oke deh", jawab dimas.

Dimas bernafas lega setelah menutup telvonnya, dan kembali ke atas tubuh maira yang sudah tertutupi selimut.

Dimas kembali menciumi maira dan memulia aktifitas favoritnya, mencumbu tubuh seksi maira, dengan pengaman favoritnya.

**

After SunsetWhere stories live. Discover now