Setelah berbisik cepat, aku terbangun seolah tidak terjadi apa-apa.

"...Aku tahu."

Dia akhirnya membuka mulutnya setelah mendengar kata-kataku.

"Tidak ada yang bisa dilupakan ataupun hilang."

Aku cukup lega mendengar hal itu. Saat aku menatapnya dengan mata mati rasa, wajah pucatnya tiba-tiba berubah menjadi sangat menyedihkan.

"Aku hanya.... Aku hanya mengatakan...Uheok..!"

Pria yang sedang berbicara tiba-tiba mulai menumpahkan darah. Aku sedikit kaget dan buru-buru memberitahu para pelayan.

"Cepat pindahkan ke mansion. Akan berbahaya seperti ini...."

"Bahaya di luar mansion."

Tapi Derick tiba-tiba memotongku dan berlumuran darah. Genggaman yang memegang pergelangan tanganku semakin erat. Aku bisa saja dengan mudah melepaskannya, tapi entah kenapa aku tidak bisa.

"Karena aku tidak bisa melindungi dan mengendalikan tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau oleh mata dan pedangku.."

"...."

"Jika sesuatu terjadi padamu saat kau jauh dari rumah, apa ada cara terbaik untuk menghindari situasi tersebut tanpa menurunkan martabat Eckart."

"..."

"Aku baru saja memikirkannya dan mengambil kesimpulan."

Aku tidak tahu apa ini, tapi Derick yang terluka punya kemampuan untuk mengatakan omong kosong.

"Jadi, tolong...

Saat aku membeku karena khawatir, tangan gemetar yang memegang kalung itu terulur. Dia akhirnya berbicara memohon, seolah dia akan kehabisan nafas.

"Jadi tolong... bisakah kamu menerimanya?"

Saat itu. Tiba-tiba sesuatu yang keras melingkari pinggangku. Sebelum tangan Derick bisa meraihku, tubuhku ditarik ke belakang oleh seseorang.

"Aku akan menjaga tunanganku dengan baik, meski tanpai itu."

"Yang Mulia?"

Tiba-tiba aku mengangkat kepalaku dan melihat wajah Putra Mahkota yang mengerutkan kening.

"Uheok!"

Di saat yang sama darah kembali mengucur, tubuh Derick terangkat. Tangan yang memegang kalung yang melayang di udara kosong itu terjatuh. Tidak ada pergerakan setelah itu.

"Apa yang kalian lakukan sampai tidak memindahkannya? Dengan ketidakhadiran Duke, aku bahkan harus mengubah suksesi."

Callisto menunjuk ke arah para pelayan, alih-alih bukan kepadaku yang terkejut dan tidak bisa berkata-kata.

"Ma-Maafkan kami!"

Tali kalung yang tergantung di tangan yang mencuat dari tandu bergoyang dan menjauh. Saat aku melihatnya dengan tenang, aku merasa aneh.

"Dia belum mati, kan?"

Saat aku bergumam pada diriku sendiri dalam kebingungan, Putra Mahkota mendecakkan lidahnya dan berkata.

"Apa salahnya jika dia mati? Pikirkan tentang apa yang orang itu lakukan padamu."

"Tapi... rasanya aneh kalau dia mati seperti itu."

"Ck, itu karena hatimu lemah. Kalau itu orang lain, aku akan memotong lubang itu dengan pedang lagi, menanyakan lubangnya sudah sembuh atau belum."

'Aku sudah mengiranya.'

Kematian Adalah Akhir dari Sang Penjahat (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang