Two

597 69 5
                                    

NETRA berwarna cokelat hazelnut perlahan-lahan terbuka kala sinar matahari mulai masuk melalui celah ventilasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NETRA berwarna cokelat hazelnut perlahan-lahan terbuka kala sinar matahari mulai masuk melalui celah ventilasi. Saat tersadar bahwa suhu udara kamar yang dingin terasa menusuk hingga ke tulang, buru-buru Ariella kian mengeratkan lilitan selimut tebal pada tubuh ringkihnya.

Meringkuk diujung ranjang, Ariella baru saja menyadari jikalau dirinya sedang berada di dalam kamar pribadinya serta pakaian seragam sekolah yang masih melekat tanpa cela ditubuhnya. Seingatnya, kemarin ia masih tertidur di atas brankar UKS akibat rasa pusing yang semakin intens menghantam kepalanya.

Klek!

Di tengah dirinya yang menggigil serta asyik dalam lamunannya, seketika bayang-bayang seseorang bertubuh tinggi tegap yang sudah mengenakan kemeja formal membuka pintu kamarnya. Hagam, sang kakak masuk dengan langkah tegas dan aura maskulin yang sangat kuat. Tidak lupa pada salah satu tangannya membawa nampan yang berisikan segelas air mineral, segelas susu hangat, juga camilan manis kesukaan Ariella.

Ditaruhnya nampan tersebut di atas nakas, Hagam menatap Ariella yang kebingungan. Keduanya sama-sama berpandangan sebelum Hagam menaikkan salah satu alis tebalnya. Kemudian mengulurkan tangan kehadapan sang adik. "Mau sampai kapan diam disitu?"

Mendapat pertanyaan dari sang kakak, Ariella lekas menunduk. Namun tak ayal jikalau dirinya menerima uluran tangan dari Hagam untuk membantunya menegakkan tubuh. "Gimana kondisinya, Ruby?"

Masih pada kondisi menunduk, Ariella menjawab pertanyaan itu dengan samar. Tepatnya lebih terdengar seperti cicitan. "Udah lebih baik dari sebelumnya, kak."

Menghela napas kasar, alhasil Hagam langsung menarik dagu lancip milik sang adik. Menatapnya dengan saksama, hingga kemudian menyadari bahwa terdapat sirat ketakutan di sana. Belum lagi kini kedua bola mata indah tersebut berkaca-kaca. "Kalau ditanya jangan nunduk." Ucap Hagam dengan nada yang masih terdengar datar.

Tanpa terasa, lelehan kristal bening jatuh perlahan dari ujung kelopak mata Ariella. Bibirnya pun ikut bergetar sebab merasa Hagam benar-benar berbeda dari sosok Hagam yang sebelumnya.

"Maaf ..." Tutur Ariella parau.

Hagam lantas mendegus tak suka kala sang adik mengucapkan kata penyesalan atas hal yang tidak ia lakukan. Lalu dengan sigap, laki-laki bermata elang itu mendekap Ariella. Menepuk-nepuk punggungnya yang gemetar hebat.

"Kakak ... kalau aku ada salah bilang. Jangan tiba-tiba diam dan berubah sama aku." Katanya di tengah tangis yang tergugu.

Hagam hanya terdiam, namun pancaran matanya kontan berkilat penuh amarah. Bersamaan juga dengan kepalan tangannya yang mengerat di samping pinggul Ariella. Laki-laki tersebut sungguh tidak tahu harus menanggapi seperti apa selain rasa sesak dan kesediaan yang memuakkan.

"I’m still the same, Ruby." Balasnya dengan mengelus perlahan surai sang adik. Kemudian tanpa ingin berlama-lama, Hagam melepaskan pelukkannya dari Ariella serta pandangan matanya yang mulai beralih ke arah lain.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

POISONOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang