Bab 37 ~ Sosok dari Masa Lalu

469 82 0
                                    

Perkenalan Reza dan Irfan menyisakan tanya. Bahasa tubuh pemuda itu yang tidak rileks, serba canggung, dan seolah ingin segera berlalu dari hadapannya, membuat Reza curiga. Mengapa dia bersikap seperti itu? Apakah ada bagian masa lalu Irfan yang berkelindan dengan Quinsha? 

Ditatapnya Quinsha yang asyik menikmati apel dicocol garam dan irisan cabe rawit. Tangan kirinya memegang buku teks referensi skripsinya. Reza hanya menggelengkan kepala. Dia betul-betul tidak paham dengan selera makan ibu hamil.

"Kok, liat-liat, Al? Pengin ya?" Quinsha menawarkan sepotong apel pada suaminya.

Reza menggeleng mantap. Apel room beauty yang dipegang Quinsha itu rasanya dominan masam, meski ada manisnya. Rasanya renyah dengan kadar air tinggi memang cocok untuk rujakan. 

"Di kulkas ada jambu kristal kalau mau. Apel fuji dan pir juga ada. Kuambilkan ya?"

"Biar kuambil sendiri, Ca." 

Nah, kalau antara keduanya itu saling menyebut nama panggilan masing-masing, artinya mereka lagi dalam mode pertemanan.  

"Kamu butuh buah apalagi?" tawar Reza.

"Mangga muda. Ada kan?"

"Ya, ada."

Reza mengambil mangga, jambu kristal, dan bumbu rujak manis. Setelahnya, ia kembali duduk di depan Quinsha. Reza memilih rujakan dengan bumbu kacang dan gula merah. 

"Ca, aku boleh nanya sesuatu?" tanya Reza dengan seulas senyum tersungging.

"Tanya aja. Moga-moga aku bisa jawab, Al."

"Tadi kenapa Ochy ditarik pulang sama abangnya ya? Dia ga pamit ke ortunya?" Reza main aman.

"Ochy-nya sudah pamit. Malahan yang ngantar mereka ke sini ya abangnya itu, Irfan."

Lancar bener nyebut Irfan, batin Reza.

"Trus kalo sudah tahu adiknya bakal pulang telat, kenapa pake ditarik-tarik segala?" 

Quinsha menjeda memasukkan apel masam ke dalam mulutnya. Sebagai gantinya, ia minum. Mulutnya ber-huh hah karena kepedasan. Reza mengangsurkan jambu kristal yang telah dicocol bumbu rujak manis.

"Setelah adik-adik itu pulang, aku sempat nanya sama Yunita yang ada di meja resepsionis tadi. Katanya, Irfan itu sempat melihat kita yang masuk ke lift lantai ini. Dia juga sempat nanya ke Yunita tentang aku."

"Memangnya kalian saling mengenal?" Jantung Reza berdegup lebih cepat. Walaupun Reza sudah bisa menebak jawabannya, tetapi ini tetap saja menarik untuk dikulik. 

Quinsha nyengir hingga matanya menyipit. Detik berikutnya dia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Reza tahu, Quinsha menyembunyikan tawa.

"Jadi bener kalian saling mengenal?"

Masih dengan wajah tertutup, Quinsha mengangguk.

"Kok bisa? Gimana ceritanya?"

"Cie yang kepo ya? Apa jealous juga?" goda Quinsha begitu menemukan kesempatan.

"Keduanya. Dua-duanya yang aku rasa, Ca."

Quinsha mengambil bantal sofa, mengulurkannya pada Reza, "Ambil posisi wuenak karena ceritanya panjang, Al."

Reza patuh. Bantal segi empat itu diletakkan di belakang punggungnya yang bersandar pada rak buku.

"Dia kakak tingkatku. Kami beda jurusan, tapi sama-sama aktivis rohis. Nah, di rohis itu beberapa kali kami ada dalam satu kegiatan. Seringnya dia SC-nya, kami yang baru-baru sebagai OC-nya. Sebatas itu saja sebenarnya. Hanya saja, ternyata ada teman-teman yang "usil" menjodoh-jodohkan kami. Katanya cocok, serasi, bisa saling melengkapi, dan semacamnya. Semua itu kuabaikan, Al. Dia juga mengabaikannya. Kami tetap on the track."

Quinsha Wedding StoryWhere stories live. Discover now