Drama Queen

3 1 0
                                    



“Ningsih! Keluar kamu! Bawa anak kamu yang dari kota itu keluar sekarang juga!” suara teriakan seorang Ibu-ibu di luar terdengar. Bu Ningsih yang sedang melipat pakaian pun segera keluar untuk melihat keributan yang terjadi. Sementara Saga sedang membaca Alquran di kamarnya sembari menunggu isya. Semenjak kejadian beberapa waktu lalu membuatnya semakin mendekatkan diri pada sang pencipta.

Pria itu terpaksa menyudahi bacaannya yang belum selesai karena suara gaduh yang berasal dari luar mengganggu konsentrasinya. Pria itu menutup mushab yang ada dalam genggamannya, meletakkannya ke tempat yang tersedia di atas nakas.

Saga melepaskan kopiah hitamnya dan bergegas keluar kamar menyusul Ibunya.

“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut di rumah saya, Sumi?” tanya Bu Ningsih saat sudah berada di luar. Ia melihat Sumi yang menyeret Asih anaknya. Gadis desa itu tampak sangat kacau dengan wajah penuh tangis. Bahkan isakan lirih masih terdengar dari bibirnya.

“Mana anak kamu yang dari kota itu? Suruh dia keluar! Jangan jadi pengecut,”

Bu Ningsih mengernyitkan keningnya, “Maksud kamu apa toh Sumi? Kamu dan Asih ini kenapa? Kenapa kamu teriak malam-malam begini? Ya mbok ke rumah orang itu yang sopan, jangan teriak-teriak kayak di hutan.”

“Halah! Ora perlu pakai sopan santun sama kamu. Mana anak kamu itu? Suruh dia keluar! Dia harus bertanggung jawab kepada anak saya,” ucap Bu Sumi dengan sengit.

“Memangnya anak saya ngapain anak e sampean?”

“Anak kamu__”

“Ibu, ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” tanya Saga yang baru saja keluar. Ia bingung melihat Asih yang terisak sementara Ibunya sedang mencak-mencak.

“Nah ini tersangkanya! Heh kadal buntung. Kamu apain anak saya?” Bu Sumi menunjuk-nunjuk wajah Saga dengan marah. Membuat Saga dan Ibunya semakin kebingungan dengan sikap yang Bu Sumi tunjukkan.

“Tersangka apa? Memangnya apa yang sudah saya lakukan sama Asih?”

“Halah jangan pura-pura tidak tahu kamu. Anak saya dari tadi menangis tidak berhenti-henti. Dia Cuma bilang kamu yang membuatnya menangis,”

Saga menatap Asih dengan pandangan tak suka, apa yang sudah di adukan oleh gadis itu pada Ibunya? Lagi pula kenapa Asih menangis dari tadi?

“Asih, kamu bilang apa sama Ibu kamu? Memangnya saya ngapain kamu?” tanya Saga. Asih yang mendengarnya pun kian menangis, membuat Bu Sumi semakin salah paham.

“Lihat anak saya trauma sama kamu! Kamu sudah ngapain anak saya?”

“Sagara Almeer! Apa yang sudah kamu lakukan sama Asih?” Kini Bu Ningsih ikut-ikutan menyerang anaknya sendiri. Keributan semakin memanas sehingga memancing para tetangga yang lain penasaran dan berkumpul.  Maklum kalau tinggal di kampung, salah sedikit saja akan ramai dan menjadi trending topik.

“Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut?” suara berisik semakin menggaung seperti lalat. Pelataran rumah Bu Ningsih kini sudah di kerumuni dengan para tetangga.

“Jawab Ibu, Saga! Apa yang sudah kamu lakukan pada Asih? Apa kamu sudah melakukan hal buruk pada anaknya Sumi?” tuding Ibunya sembari mengguncang kedua bahu anaknya dengan keras.

“Saga tidak melakukan apapun pada Asih, Bu. Saga hanya menyuruhnya pulang karena tidak baik jika kami berduaan karena yang ketiganya adalah setan,” jawab  Saga jujur.

“Tapi kenapa Asih tidak berhenti menangis dari tadi? Jika tidak terjadi sesuatu tidak mungkin dia sampai begitu,”

“Sumpah demi Allah Bu. Saga tidak melakukan apa pun pada Asih,”

“Bohong! Mas Saga tadi hendak memperkosa Asih, Bu. Ta-tadi Mas Saga__” Gadis itu tidak meneruskan ucapannya. Ia malah kembali menangis histeris seperti orang ketakutan. Saga menatap tak percaya pada Asih yang jelas-jelas mengarang cerita.
Sontak saja yang ada di sana menjadi kaget. Terdengar umpatan serta cibiran yang di tujukan pada Saga.

“Saga! Kamu keterlaluan Nak,” jerit Bu Ningsih tertahan. Ia benar-benar kecewa pada anak semata wayangnya.

“Kamu harus bertanggung jawab, Saga! Kamu hampir menodai anak saya,”

“Benar! Saga harus bertanggung jawab!”

“Masukkan saja dia ke dalam penjara!”

“Laporkan ke polisi.”

Ujaran kebencian terdengar begitu santer di telinga Saga. Pria itu terlihat tenang, tidak terpengaruh dengan tuduhan yang mengarah padanya. Karena menurutnya ia tidak bersalah dan tidak melakukan apa pun pada Asih.
Sementara Asih yang dari tadi hanya tertunduk dengan tangis yang di buat-buat tersenyum tipis, ia merasa ini adalah kesempatannya untuk mendapatkan pria yang di cintainya itu. Asih benar-benar tergila-gila pada Saga sehingga ia akan melakukan apapun untuk memiliki pria itu. Saat mendapatkan penolakan dari Saga membuat hatinya berdenyut sakit. Ia tidak terima atas penolakan pria itu. Karena itulah ia membuat drama agar ia bisa mendapatkan Saga meski dari cara licik.

“Apa yang kau lakukan, Asih? Kenapa kau memfitnahku?” tanya Saga pada gadis yang kini mengangkat kepala menatap pria yang ada di hadapannya. Saga menatapnya dengan tajam, Asih sampai takut melihat tatapan pria itu.

“Ma-Mas Saga, ta-tadi__”

“Kenapa kamu ketakutan? Memangnya apa yang sudah aku lakukan padamu?”

“Dia itu trauma sama kamu! Menjauh dari anakku! Kamu harus bertanggung jawab, kalau tidak kamu harus ikut kami ke kantor polisi atas tuduhan percobaan pemerkosaan!” ucap Bu Sumi dengan marah.

“Silahkan saja, siapkan bukti-bukti yang kuat agar laporan kalian bisa di proses dengan cepat. Dan jika itu tidak terbukti maka saya akan menuntut kalian balik dengan tuduhan pencemaran nama baik,” ujar Saga santai.

Bu Sumi dan Asih saling tatap, sebenarnya bukan ini hasil yang di harapkan gadis itu. Ia berharap Saga bersedia bertanggung jawab dengan menikahinya. Tapi kenapa malah ke kantor polisi? Lagi pula Asih tidak mempunyai bukti apa pun. Bagaimana jika mereka ketahuan berbohong dan sengaja memfitnah Saga?

Gadis itu bergidik, ia tidak mau menghabiskan masa mudanya di dalam penjara atas ulahnya sendiri.

“Bagaimana? Kalian mau lewat jalur hukum, silahkan.”

“Saga! Kamu ini apa-apaan? Tidak perlu sampai ke kantor polisi, kamu hanya perlu menikahi Asih. Kita selesaikan semuanya dengan kekeluargaan,”

“Tidak, Bu. Saga tidak akan menikahi perempuan licik seperti Asih. Yang rela memfitnah orang lain hanya demi ambisi serta obsesi. Lagi pula kenapa Saga harus bertanggung jawab sementara Saga tidak melakukan apa-apa padanya,”

Bu Ningsih terdiam, ia sangat mengenal anaknya. Benar yang di katakan oleh Saga, anaknya tidak mungkin melakukan hal buruk pada orang lain. Sementara dengan Hasna saja mereka tidak pernah bersentuhan meski   sudah menjalin hubungan selama dua tahun. Apalagi dengan Asih yang baru saja di kenalnya.

“Jangan banyak alasan kamu Saga. Kamu mau lari dari tanggung jawab ‘kan? Jika kamu tidak mau menikahi Asih, maka terpaksa kasus ini akan saya bawa ke kantor polisi,”

“Saya tidak takut, silahkan saja.”

“Ibu  se-sebaiknya kita pulang saja,” bisik Asih dengan wajah ketakutan.

Bu Sumi mengernyitkan keningnya, “Kamu ini kenapa toh nduk? Tadi nangis ngotot bilang kalau Saga hendak memperkosa kamu. Sekarang kamu malah ngajakin pulang,”

“Kita pulang saja, Bu. Lagi pula mas Saga belum sempat memperkosa Asih toh? Sebaiknya kita pulang, Bu.” Asih menarik lengan Ibunya agar segera pergi dari sana. Saga yang memperhatikan itu pun hanya tersenyum miring. Asih tampak ketakutan dengan ancamannya.

“Dasar drama Queen,” lirih Saga.

“Loh, kalian mau kemana? Masalahnya belum selesai,” tanya salah satu warga.

“Saya memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah ini. Karena Mas Saga juga belum menyentuh saya, jadi dia tidak perlu bertanggung jawab.” Asih segera pergi bersama Ibunya dari sana. Anak dan Ibu itu terburu-buru, tak ingin berlama-lama di sana.

Sontak saja para warga berseru kecewa.
Huuuuu ....
Mereka langsung membubarkan diri tanpa di perintah. Sementara Bu Ningsih terlihat kebingungan.

“Ini apa sih maksudnya? Kenapa Ibu jadi bingung,” wanita paruh baya itu menggaruk kepalanya. Saga hanya tersenyum sembari menggeleng.

“Sepertinya mental si drama Queen belum besar, Bu. Baru di gertak sedikit aja langsung kabur.”

“Drama Queen itu apa toh?”

“Ratu drama, Bu. Ini semua hanya dramanya si Asih. Tadi dia Saga tolak dan mungkin sakit hati. Makanya dia membuat drama seolah-olah Saga mau memperkosanya biar bisa di nikahkan. Memangnya Saga sebodoh itu bisa dengan mudah masuk ke dalam perangkapnya,” Saga kembali menggeleng, tak habis pikir dengan cara murahan yang Asih lakukan.

“Lagi pula kenapa kamu tolak? Asih itu cantik, anaknya juga baik kok.”

“Baik Ibu bilang?” Bu Ningsih mengangguk ragu.

“Kalau dia baik, tidak mungkin tega memfitnah Saga. Apa jadinya kalau dia menjadi menantu Ibu nantinya. Bisa-bisa setiap hari ada aja drama yang ia buat. Yang ada kita jadi pusing gara-gara dia, Bu.”

Bu Ningsih hanya mengangguk-angguk. Benar juga yang di katakan oleh anaknya. Yang terlihat baik belum tentu baik dan yang terlihat buruk belum tentu buruk.

“Sudahlah Bu. Sebaiknya kita masuk,” ajak Saga sembari merangkul bahu Ibunya.

“Setidaknya kita harus bersyukur karena Allah menunjukkan siapa Asih sebenarnya,”

“Kamu benar, Nak. Padahal tadinya Ibu mau menjodohkan Asih sama kamu,”

“Untunglah semuanya terbongkar sebelum terlambat,”

Keduanya pun masuk ke dalam rumah, meninggalkan pelataran yang menjadi saksi keributan barusan.



Jurang KastaWhere stories live. Discover now