Sebuah permintaan

6 5 0
                                    





“Hasna, sebagai sesama perempuan saya ingin kamu menerima suami saya sebagai suami kamu. Kamu mau ‘kan menerima lamaran mas Maulana?” Wanita berhijab syar’i yang duduk di depan Hasna itu memohon. Hasna di buat bingung oleh permintaan wanita itu. Bagaimana bisa ia meminta wanita lain menerima lamaran suaminya? Apakah hatinya tidak sakit?

“Maaf mbak Aisyah, kenapa anda meminta saya menerima lamaran suami anda? Bukankah itu sangat menyakitkan buat anda sendiri?”

Wanita yang bernama Aisyah itu tersenyum, lalu menggenggam tangan Hasna dengan lembut.
“Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi saya selain kebahagiaan suami saya sendiri. Suami saya sudah sangat lama menyukai kamu, Hasna. Dan saya baru tahu setelah pernikahan kami berjalan hampir satu tahun.”

“Astaghfirullah , apa yang anda bicarakan mbak?” Hasna terkejut.

“Saya serius, Hasna. Saya tidak bisa bahagia jika suami saya tidak merasa bahagia dengan pernikahan kami. Kami terpaksa menerima perjodohan yang di tentukan oleh Abah tanpa tahu perasaan masing-masing,” ucapnya sendu. Hasna menghela napas berat, ia tidak tahu harus memberikan jawaban apa pada wanita cantik yang ada di hadapannya.

“Maaf mbak, saya tidak bisa menerima lamaran suami mbak. Saya tidak ingin menyakiti perasaan mbak Aisyah. Lagi pula saya sudah punya laki-laki pilihan saya sendiri,” jelas Hasna. Ia tidak bisa bermain-main dengan perasaan. Terlebih lagi untuk pernikahan. Seumur hidup itu lama, ia tidak mau hidup dengan seorang pria yang tidak di cintainya dan pria itu pun mempunyai wanita lain dalam hidupnya. Hasna bukanlah wanita yang begitu tega menjadi orang ketiga dalam sebuah pernikahan orang lain.

“Tapi, Hasna__”

“Maaf mbak, saya tidak bisa. Saya harap mbak Aisyah bisa mengerti dan menerima keputusan saya. Jangan hanya memikirkan perasaan suami mbak, pikirkan perasaan mbak sendiri. Apakah tidak sakit rasanya jika harus berbagi suami dengan wanita lain? Apakah mbak sanggup?”

Aisyah hanya terdiam dalam perih, ia sadar apa yang di ucapkan oleh Hasna adalah benar. Jangankan berbagi suami, saat mengetahui suaminya menyukai Hasna dari dulu saja sudah melukai hatinya. Tapi karena rasa cintanya yang begitu besar pada Maulana, membuat ia harus menutup mata. Yang ia pikirkan hanya lah kebahagiaan laki-laki itu. Mengesampingkan segala perasaannya.

“Poligami itu tidak mudah, mbak. Praktiknya tidak semudah teori.  Saya pun akan selalu merasa bersalah karena sudah masuk ke dalam rumah tangga Mbak Aisyah dan Mas Maulana.” Hasna meremas tangan Aisyah yang berada dalam genggamannya. Gadis itu menatap sendu pada wajah yang ada di hadapannya. Wajah itu tampak menyimpan berjuta rasa yang sebenarnya di tutupi. Entahlah, Hasna tidak mau sembarangan menyimpulkan. Hasna pun merasa bahwa apa yang di lakukan oleh Aisyah tidak sepenuhnya atas kehendak hatinya sendiri.
Apakah ia di paksa suaminya untuk melakukan semua ini? Demi tujuan dan keegoisan agar bisa memilikinya? Jika benar begitu Hasna semakin tidak ingin menyerahkan diri pada pria yang memang tidak baik. Tampak baik di luar, belum tentu baik di dalam bukan?

“Apa kau mau memikirkan kembali permintaan  kami, Hasna?” tanya Aisyah.

Hasna tersenyum, “Apa yang harus saya pikirkan kembali Mbak? Saya tidak bisa menerima lamaran ini. Dengan tegas saya menolak untuk menjadi istri kedua,” ujarnya tegas.
Mata Aisyah meredup, ia bagai hilang harapan.

“Kalau jadi istri pertama? Kamu mau ‘kan?”

“Maksudnya bagaimana mbak? Saya benar-benar tidak mengerti,”

“Sa-saya akan meminta Mas Maulana menceraikan saya. Dengan begitu kamu bisa menjadi istri pertama bahkan satu-satunya untuk Mas Maulana,”

“Astaghfirullah Mbak. Apa yang Mbak Aisyah katakan? Kenapa harus seperti itu, Mbak? Maaf mbak saya tidak bisa. Lebih baik saya tidak menikah sama sekali daripada harus menghancurkan rumah tangga orang lain,” ucap Hasna emosi.

Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Aisyah. Kenapa bisa wanita terhormat berpikiran sejauh itu hanya demi keinginan suaminya. Apakah hanya karena cinta yang begitu besar sehingga ia rela mengorbankan perasaan serta hidupnya? Ah rasanya tidak masuk akal.

“Maaf mbak, saya tetap menolak. Saya tidak mau di tuding sebagai pelakor atau pun perusak rumah tangga orang. Sebaiknya mbak mengurungkan ide gila itu. Sampai kapan pun saya tidak akan mau. Maaf mbak, saya permisi.”
Hasna segera beranjak dari sana. Menurutnya tidak ada lagi yang perlu di bicarakan.

“Tapi, Hasna__” Aisyah tidak bisa mencegah Hasna yang telah melangkah masuk ke dalam kamar. Aisyah tertunduk sedih, apa yang akan ia katakan pada suaminya nanti? Menghadapi kemarahan suaminya sungguh menakutkan baginya. Wanita itu mendesah panjang, menetralkan perasaannya yang kacau setelah pembicaraan berat antara dirinya dan Hasna. Wanita yang begitu di puja oleh suaminya.

***
Saga tersenyum ketika menemukan sosok yang di carinya sedang berdiri di atas rooftop membelakanginya. Langkahnya terasa ringan menghampiri sang kekasih.

“Aku udah nyari ke mana-mana tahunya di sini. Sengaja ya mau main petak umpet?” Saga berdiri di samping wanita yang di cintainya itu. Hasna menoleh, senyum samar menghiasi wajah ayu gadis itu.

“Maaf, aku lupa mengabarimu.”

“Nggak apa-apa, yang terpenting sekarang aku udah nemuin kamu.”

Hasna tersenyum hangat, ingin sekali rasanya menenggelamkan kepala di dada bidang sang kekasih tapi ia tahu batasan. Gadis itu menahan diri untuk tidak melakukannya. Hasna kembali menatap jalanan kota yang tampak kecil dari atas.

“Ada masalah apa? Apa kau mau membaginya dengan pacar jelekmu ini?”

Hasna menoleh cepat, menemukan wajah sang kekasih yang memasang wajah sejelek mungkin. Tapi bagi Hasna wajah itu tetap tampan.

“Jangan di jelek-jelekan begitu! Kau akan tetap selalu tampan di mataku,” kata Hasna jujur.

Saga tergelak, ia tertawa kecil mendengar ucapan kekasihnya.
“Ya ampun, yang bucin. Kalau udah bucin itu susah ya. Sejelek apa pun pacarnya akan tetap tampan di hidungnya. Eh di matanya,” kelakar Saga.

“Siapa juga yang bucin? Aku nggak bucin tuh. Kamu aja yang bucin!” Hasna mengelak, tapi semu merah di wajahnya tidak bisa di sembunyikan.

“Iya deh iya, aku yang bucin. Makanya, nikah yok!”

Mata Hasna melebar, mimpi apa dia semalam.

“A-apa kamu bilang?”

“Tidak ada pengulangan!”

“Sagara Almeer.  Ulangi sekali lagi!” pinta Hasna.

“Sudah aku bilang tidak ada pengulangan,” ucap pria itu acuh tak acuh. Ia berpura-pura menatap jalanan yang ramai di bawah sana.

“Tuan Sagara Almeer yang tampan dan bijaksana, tolong ulangi permintaanmu! Jika tidak mau maka aku akan merajuk dan tidak akan mau berbicara padamu!” ancam Hasna sehingga membuat Saga kembali tergelak dengan ucapan kekasihnya.

“Ya ampun bisanya mengancam. Tahu banget kelemahan aku. Aku nggak bisa kalau kamu ngambek,” ucapnya seraya menatap kekasihnya yang berpura-pura merajuk. Memalingkan wajah dari pria yang kini menatapnya.

“Ya, baiklah akan aku ulang.” ucap Saga akhirnya setelah Hasna yang hanya diam tak mau bicara. Pria itu berjongkok, meraih tangan gadis pujaannya dan membawanya dalam genggaman.

“Hasna Azzura binti Abdullah, maukah kau menikah denganku?”



Jurang KastaWhere stories live. Discover now