Tekad Saga

5 3 0
                                    



"Saga, kau bercanda?" tanya Hasna dengan mata tak berkedip. Ia menatap pria yang berlutut di hadapannya. Wajah pria itu tampak serius, tak ada raut wajah bercanda seperti biasanya.



"Aku serius, Hasna. Aku benar-benar ingin kamu menjadi istriku. Meskipun saat ini aku tidak punya cincin tapi permintaan ini tulus dari hatiku," ucap Saga serius.


Hasna terharu, inilah yang di nanti-nanti olehnya selama ini. Lamaran dari sang kekasih. Ia begitu bahagia, mengangguk dengan kuat sebagai jawaban atas permintaan pria itu.


"Aku mau menikah denganmu saga," jawabnya antusias. Saga tersenyum semringah. Pria itu berdiri lalu ingin memeluk gadis pujaannya tapi Hasna menghindar.



"Eh, kita belum muhrim." Gadis itu mundur ke belakang. Saga tergelak, ia hampir saja lupa sangking bahagianya.



"Maaf, aku lupa. Aku terlalu larut dalam kebahagiaan. Jadi kapan aku bisa membawa Ibuku untuk melamarmu secara resmi?" tanya Saga sehingga membuat wajah Hasna berubah sendu. Gadis itu terdiam, ia mengalihkan tatapannya ke arah lain. Terkadang gadis itu pun menunduk untuk menghindari tatapan tajam kekasihnya.



"A-aku tidak tahu," ucapnya ambigu. Membuat kening pria yang menjadi kekasihnya itu berkerut.



"Kenapa tidak tahu? Apa kau takut pada Ayahmu?"



Hasna mengangkat kepalanya, menatap wajah Saga dengan rasa bersalah.



"Kenapa takut, Hasna? Niatku baik. Aku ingin menghalalkanmu, aku tidak mau terus berdosa karena mengajakmu berpacaran. Meski kita tidak pernah saling bersentuhan tapi pacaran tetaplah berdosa. Aku sadar itu. Tapi untuk melepaskanmu aku tidak sanggup," lirih pria itu perih.



"Aku tahu niatmu baik, tapi Ayahku sangat keras kepala. Lagi pula aku belum cerita tentang lamaran kemarin," ucapnya ragu.



"Apa? Lamaran? Siapa lagi yang melamarmu, Hasna?" tanya Saga tak suka. Bukan sekali ini saja ada yang melamar kekasihnya itu, membuat pria yang telah berpacaran dengan Hasna hampir dua tahun itu merasa cemburu. Ia ingin cepat-cepat menjadikan Hasna istrinya agar tidak ada yang merebut gadis itu nantinya.



Hasna menceritakan tentang Maulana dan istrinya tanpa ada yang di tutupi. Ya, Saga selalu menjadi tempat ternyaman bagi Hasna untuk menumpahkan semua keluh kesahnya. Hanya pada Saga gadis itu bisa nyaman bercerita. Seperti biasanya, Saga selalu menjadi pendengar yang baik. Sesekali terdengar helaan napas berat dari sang kekasih, membuat Hasna ragu untuk meneruskan ceritanya.



"Kenapa berhenti? Ceritakan semuanya karena aku tidak ingin ada yang di tutupi," ujarnya.


"Apa kau yakin?" tanya Hasna ragu. Saga mengangguk dengan yakin sehingga Hasna kembali bercerita saat Aisyah memintanya untuk menerima lamaran Maulana, suaminya.



"Kenapa dia ingin kamu menjadi madunya?"


Hasna menggeleng pelan, "Entahlah, aku juga tidak tahu. Mungkin karena rasa cintanya yang sangat besar pada suaminya," Hasna bermonolog.



"Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau menerima lamaran pria beristri itu?" tanya Saga cemburu.



"Aku masih waras, Saga. Mana mungkin aku menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain? Lagi pula aku hanya ingin menikah denganmu. Aku tidak mau menikah dengan pria lain." Gadis itu tampak cemberut, bagaimana bisa kekasihnya itu berpikir demikian? Selama ini pria lajang yang datang melamarnya selalu di tolak apalagi pria beristri?



"Siapa tahu kamu tersentuh atas permintaan istrinya," ledek Saga sehingga membuat kekasihnya itu semakin kesal.



"Saga! Aku bilang tidak ya tidak! Aku tidak mau menjadi istri kedua," tegasnya.



"Iya, iya. Astaga begitu aja merajuk,"



"Kamu sih bikin aku kesal," kata Hasna.



"Ya sudah, biar tidak kesal lagi bagaimana kalau Minggu ini aku bawa Ibu ke rumah kamu?"



Mata Hasna melotot sempurna.


"A-apa? Minggu ini?"



Saga mengangguk mantap.


"Iyalah, Minggu kapan lagi? Aku ingin secepatnya melamarmu dan menjadikan kamu istri. Takut di tikung orang,"



"Gimana dengan kuliah kita?"



"Memangnya kenapa? Teman kita banyak kok yang masih kuliah tapi udah nikah. Santai aja tuh," ucap Saga santai.



"Tapi saga__"



"Kenapa? Kamu belum siap menikah sama aku? Kamu ragu hidup sama aku yang kerjanya Cuma di bengkel?"



"Bu-bukan begitu, Saga. Aku tidak pernah mempermasalahkan pekerjaanmu. Lalu apa?"



"A-aku__"



"Apa karena aku dan Ibuku orang miskin? Apa karena aku tidak punya Ayah? Apa karena itu?"



"Saga, apa yang kamu ucapkan?"



"Aku ngomong sesuai kenyataan kok. Aku Cuma pemuda miskin yang tidak punya ayah. Aku Cuma punya cinta dan keberanian untuk melamar seorang putri. Apa mimpiku terlalu tinggi untuk menggapai kamu, Hasna?" ucap Saga dengan sendu. Ia begitu mencintai Hasna, tapi ia sadar siapa dirinya.



"Jangan berkata seperti itu, Saga. Aku menerima kamu apa adanya. Tapi, Ayah__" ia menunduk. Mengingat sikap Ayahnya yang begitu pemilih perihal menantu. Gadis itu pernah bercerita tentang Saga sebelumnya, tapi respons sang Ayah sangat mengejutkan gadis itu. Ayahnya jelas tidak ingin Saga menjadi menantunya. Baginya Hasna haruslah menikah dengan pria mapan serta dari keturunan yang baik. Ia tidak mau menyerahkan anaknya kepada pria yang tidak tahu asal usulnya.



Hasna mengangkat kepalanya, menatap wajah kekasihnya yang tampak begitu kecewa.


"Saga, bagaimana kalau kita kawin lari?"



"Apa? Hasna, apa yang kamu katakan?" Saga menatap kekasihnya tak percaya.



"Aku tahu Ayah tidak akan merestui hubungan kita. Tapi kalau kita kawin lari, mau tidak mau Ayah akan merestui hubungan kita."



"Aku tidak mau," kata Saya tegas.



Hasna mengernyitkan keningnya.


"Kenapa tidak mau? Hanya itu satu-satunya cara agar kita bisa menikah, Saga."



"Aku tidak mau menikahimu dengan cara seperti itu, Hasna. Aku ingin memintamu dengan cara baik-baik."



"Tapi itu sangat sulit, Saga. Ayah aku itu orangnya sangat keras kepala."



"Yakin aja sama aku, Hasna. Ayah kamu pasti akan merestui hubungan kita suatu hari nanti. Aku akan menikahimu, tapi tidak dengan kawin lari. Ayahmu pasti akan sangat membenciku karena telah membawa lari anaknya. Aku tidak mau mendapatkanmu dengan cara seperti itu, Hasna."



"Tapi Saga__"



"Kamu percaya aja sama aku, Hasna."



Hasna menatap kekasihnya ragu, tapi pria yang ada di hadapannya terus saja meyakinkan Hasna untuk percaya. Akhirnya Hasna mengangguk, ia percayakan semuanya pada kekasihnya. Ia berharap Ayahnya akan merestui hubungan mereka suatu hari nanti.





Jurang KastaWhere stories live. Discover now