/4\

1.7K 114 0
                                    

Pagi hari, di dalam kamar tidur yang tenang. Seanna terbaring di ranjang dengan selimut hangat menutupinya. Dia menggeliat tidak nyaman dan napasnya tidak beraturan, Seanna demam.

Perlahan, matanya terbuka memperlihatkan bola mata coklat madu yang cantik. Dia merasakan pusing di kepalanya. Tidak lama, sebuah suara datang dari samping ranjangnya.

"Bagaimana?"

Seanna menolehkan kepalanya dengan terkejut. Dia melihat Leander duduk di samping tempatnya terbaring. Belum selesai dengan keterkejutannya, tiba-tiba Leander mengarahkannya untuk tidur kembali. Seanna mengangkat alis heran.

"Ada apa? Kau sakit, jadi berbaringlah dan jangan banyak bergerak."

Sakit? Ah ... ini pasti karena dia mabuk semalam.

"Sudah ayah katakan sebelum kita berangkat, jangan terlalu banyak minum. Sekarang? Kau demam."

Seanna menunduk, dia merasa bersalah pada Leander. Setelah mabuk, dia pasti demam. Demam itu datang sudah seperti tradisi sehabis Seanna mabuk.

"Maaf ayah, aku hanya ingin minum saja semalam." gerutu Seanna

"Tetap saja, ayah khawatir jika kau mabuk sampai demam seperti ini. Bagaimana jika ayah tidak ada? Kau pasti sudah menimbulkan masalah baru." jawab Lenander sambil menghela napas.

Seanna mengernyit, masalah? Apa maksudnya itu? Jangan-jangan saat dia mabuk kemarin, dia bertingkah yang aneh-aneh.

"Apa aku membuat masalah semalam, ayah?"

Leander hanya diam, dia menarik selimut hingga menutupi dada Seanna.

"Sudahlah, lupakan saja."

"Tapi-"

"Tidur."

Satu kata itu berhasil membuat Seanna terdiam. Sepertinya Leander marah karena dia mabuk. Sejak dia membuka matanya Leander terlihat dalam suasana hati yang tidak terlalu baik hari ini.

"Baik, ayah."

Leander mengusap lembut rambut Seanna, lalu pergi keluar. Seanna terus menatap kepergian Leander. Memangnya apa yang terjadi semalam? Seanna tidak mengingatnya sama sekali. Yang terakhir dia ingat adalah saat di mana dia meminum beberapa teguk wine, seterusnya ... entah, ingatan itu buram.

Seanna menggelengkan kepalanya, memilih untuk mengabaikan itu. Urusan ingat-mengingat nanti saja. Sekarang, dia ingin beristirahat dan melanjutkan tidurnya. Apapun yang dia lakukan kemarin, Leander pasti sudah mencegahnya. Jadi, seharusnya dia tidak perlu khawatir, bukan?

-----✨-----

"Jangan paksa aku, kakek!"

Suara bentakan yang begitu keras. Meski begitu, pria tua itu tetap bersikeras dengan pilihannya.

"Berhenti melawan. Kali ini kakek memilih calon yang tepat untukmu. Dia baik, pintar, mandiri, dan dewasa. Temui saja dulu dan pertimbangkan pilihan kakek."

Karl menghela napas, tidak habis pikir dengan pemikiran sang kakek-Walter Turnes.

"Dulu juga begitu. Dari wanita pertama yang anda kenalkan, anda pasti melebih-lebihkannya. Ini sudah yang ke berapa, kakek?"

"Mmm ... dua puluh? Tidak, tidak, sepertinya dua puluh satu? Atau ... dua puluh dua? Sudahlah, kali ini kakek jamin tidak akan salah. Dia benar-benar calon istri idaman."

"Ini sudah yang ke dua puluh sembilan anda mengatakannya. Ada berapa calon istri idaman yang anda punya? Jika mereka semua idamanmu, kenapa tidak anda saja yang menikah?"

In This Life, I Will Avoid My (Future?)HusbandWhere stories live. Discover now