12. Bertamu

8 2 1
                                    

~~~

"Omong-omong, kudengar Kak Diaz pulang ke rumahmu, Kai," ucap Arabella dengan antusias. Aku dan Azka menoleh, lalu kami saling bertukar tatap untuk beberapa saat. Azka seakan meminta penjelasan mengenai Diaz yang pertama kali ia dengar namanya itu.

"Ya, Kak Diaz dan Kak Damian baru saja sampai kemarin malam." Aku menatap Arabella dengan bingung. Bagaimana dia bisa tau kedua kakakku sedang ada di rumah? Aku tau dia menyukai Kak Diaz, tapi dia sudah seperti penguntit yang tau semua jadwalnya.

"Kai, aku boleh main ke rumahmu, kan?" tanya Arabella dengan raut wajah memelas. Azka menatapnya dengan datar, seakan jijik dengan tingkah Arabella yang tiba-tiba itu. Bagaimana tidak? Aku pun tetap tidak terbiasa saat melihat anak itu bertingkah seperti ini.

"Ya baiklah, terserahmu saja." Aku menghela napasku pasrah. Toh kalau aku tidak mengiyakan, nanti dia akan menggangguku seharian.

"Azka, apa kau juga mau ikut?" tanyaku pada Azka yang sedari tadi menatapku dengan tatapan berharap. Dia mengalihkan pandangannya dan bersikap seolah ia yang dipaksa untuk ikut. Hah! Dasar laki-laki ini! Kenapa juga aku mau berteman dengannya?

"Jadi, kau mau ikut atau tidak?" tanyaku memastikan. Arabella ikut menatap Azka, menunggu jawabannya. Azka yang berdehem sebelum menjawab itu entah kenapa membuatku sedikit kesal.

"Baiklah, karena kau memaksa, kurasa tidak ada pilihan lain," jawabnya dengan tak tahu malu. Arabella menyikut lenganku dan berbisik di sampingku.

"Kai, kenapa kau mau berteman dengan anak ini?" tanya Arabella yang mulai menyadari sifat Azka.

"Entahlah, aku juga tidak tau." Aku menjawab dengan memasang wajah datar menahan kesal.

Yah, karena Azka selama ini sudah membantuku, sudah seharusnya aku berhenti bersikap pura-pura tidak tahu, kan? Dari ia menolongku saat bertemu siswa di depan toilet, ia yang membantuku ke UKS, dia juga yang memberiku jaket, sampai kejadian baru-baru ini saat ia membantuku untuk kabur dari Reyhan.

Entah kenapa aku merasa seperti orang jahat, batinku.

~~~

"Woah! Gila! Aku tidak menyangka kau membawa mobil ke sekolah, siswa tampan!" teriak Arabella saat masuk ke dalam mobil yang Azka bawa. Sementara aku yang duduk di kursi depan terdiam memperhatikan, mengingat-ingat apa mobil ini sama dengan yang sebelumnya kutumpangi.

"Azka, kau tidak merampok, kan?" tanyaku frontal dengan memasang wajah pucat.

"Apa kau benar-benar akan menanyakan itu?" balasnya dengan cepat. Azka menghela napasnya lelah, lalu menyambung kata-katanya. "Ayahku yang menyuruh untuk membawanya, biasanya aku hanya membawa motor saja."

"Ternyata kau anak orang kaya, ya! Kau jarang terlihat di kelas Kai, kupikir kau cuman anak tampan yang nakal," seru Arabella.

"Panggil aku Azka, apa-apaan sebutan itu?" Azka memasang seat belt miliknya, lalu beralih untuk membantuku memasang seat beltku.

"Ya ampun, iya-iya, Tuan Azka yang tampan. Tampaknya iparku akan bertambah, nih." Arabella berkata sembari memposisikan dirinya dengan nyaman di kursi tengah mobil.

Aku dan Azka menatap Arabella dengan dahi berkerut dan alis sebelah terangkat. Kami pun kembali menghadap ke depan dengan cepat. "Kenapa kau mau berteman dengannya?" tanya Azka sebelum memutar kunci mobilnya.

"Entahlah, aku juga tidak tau." Aku memalingkan wajahku dan bersikap tidak tau apa-apa.

Sifat Arabella itu sedikit mengejutkan bagi yang baru kenal, tapi bagiku yang sudah lama mengenalnya itu terlihat lebih memalukan. Hah ... Siapapun, keluarkan aku dari sini! Jeritku dalam hati.

Azka pun melajukan mobilnya melewati jalanan sore yang cukup ramai karena sekarang jam pulang kerja. Suasana di dalam mobil terasa hening karena semuanya fokus dengan kegiatannya masing-masing. Tak terasa waktu berlalu, aku menoleh dan mendapati rumahku sudah dekat.

"Tunggu, sejak kapan kamu tau rumah Kaila?" celetuk Arabella saat Azka menghentikan mobilnya tepat di garasi mobil rumahku. Apa akhirnya dia menyadari kalau aku tidak mengatakan arah rumahku pada Azka, setelah ia sibuk bermain game di Handphonenya?

"Lama juga kamu sadarnya," ucapku pada Arabella saat hendak keluar dari mobil.

"Apa aku benar-benar akan mendapatkan ipar baru, secepat ini?" tanya Arabella dengan wajah seriusnya.

"Hentikan itu," ucapku dengan cepat. Kenapa dia terus mengatakan omong kosong itu?

Aku segera keluar dari mobil dan berjalan ke pintu rumahku. Baru saja aku hendak membukanya, kenop pintu itu bergerak ke bawah dan membuka dengan sendirinya. Eh? Aku menoleh dan mendapati Diaz yang berdiri di depanku.

"Kai, kamu sudah pulang?" tanya Diaz basa-basi. Senyum hangat yang dilontarkan oleh Diaz membuatku senang. Arabella yang baru saja keluar dari mobil itu pun berlari dan berhenti di sampingku. Lihat dia! Aku hampir saja oleng karena dia menabrakku saat berlari.

"Kak Diaz! Hai Kak, Kakak ingat aku?" Arabella bertanya dengan nada yang dibuat-buat.

"Ah, tentu saja. Arabella, bukan? Aku gak mungkin lupa teman adikku sendiri."

Arabella menjerit dalam hatinya. Tak ia sangka pujaan hatinya yang hampir tidak pernah bertemu ini masih mengingatnya sejak setahun yang lalu. Arabella menatap dalam Diaz dengan tatapan kagum. Debaran hatinya semakin kencang yang membuatnya gugup.

"Ekhem!" Azka berdehem yang membuat suasananya buyar begitu saja. Arabella mengumpat dalam hatinya melihat tingkah Azka. Sedangkan aku hanya bisa menghela napas lelah saja.

Aku menoleh pada Diaz. Aku terkejut Diaz yang begitu ramah dan hangat terlihat sangat marah. Kenapa? Apa ada yang membuatnya marah?

"Kaila, dia siapa?" tanya Diaz dengan tekanan. Semua orang yang berada di sana merasakan merinding di sekujur tubuhnya melihat Diaz yang begitu menyeramkan.

"Kakak?" tanyaku kebingungan.

Ini pertama kalinya aku melihatnya seperti ini. Apa ini karena Azka? Apa yang sebenarnya terjadi?

•••

Hiraeth - The Weakest Soul Where stories live. Discover now