CH. 14

15.2K 1.3K 43
                                    

Di sinilah Romero saat ini, di hadapan Ivy yang sedang memperhatikannya mengajar soal matematika yang menurut Romero lumayan sulit untuk dimengerti oleh kaum bangsawan wanita.

"... Sehingga hasilnya menjadi seperti ini, paham?"

Ivy yang sedari tadi fokus memperhatikan hanya menganggukkan kepalanya saja dengan ekspresi khas polosnya.

Romero tersenyum kecil dengan respon yang Ivy berikan. Kemudian ia memberikan secarik kertas berisi soal matematika yang bertujuan untuk menguji pemahaman Ivy.

"Kalau memang benar paham, coba kerjakan soal ini." Kata Romero seraya menunjuk soal pada kertas yang ia berikan.

"Baiklah..." Balas Ivy seraya mengambil pensil dan langsung mengerjakan soal tersebut.

Diam-diam Romero mengamati wajah serius Ivy yang terlihat menggemaskan. Dengan dahi yang sedikit berkerut dan raut wajah yang fokus justru menambah kadar keimutan Ivy. Spontan Romero mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Sial, aku menyesal pernah memanggilnya badut. Padahal adikku seimut dan secantik itu..." Batin Romero seraya melirik kembali Ivy yang masih fokus mengerjakan tugas.

"Aku juga sudah banyak mengatakan hal-hal yang kasar padanya..." Lanjut Romero berkata di dalam hatinya sendiri.

Tanpa sadar, Romero menjulurkan tangannya untuk menyentuh kepala Ivy. Ketika tangan itu akan menyentuh Ivy, Ivy mendongakkan kepalanya seraya berkata, "Sudah selesai!"

Ivy sedikit tersenyum kecil namun tak ayal ia terkejut tatkala merasakan dan melihat tangan Romero menyentuh kepalanya. Tak hanya Ivy, Romero pun terdiam tak berkata apa-apa.

"A-ah m-maaf.. aku tidak sengaja, akan ku periksa jawabanmu." Kata Romero seraya menarik tangannya dari Ivy dan spontan mengambil kertas jawaban Ivy.

"Halus sekali rambutnya..." Batin Romero seraya memeriksa jawaban Ivy. Tak sadarkah ia telinganya sudah memerah menahan malu?

Namun ketika mengetahui jawaban Ivy benar, Romero mengernyitkan dahinya tak percaya. Tapi sedetik kemudian ia tersenyum bangga.

"Jawabannya benar, apa kau-" Romero spontan terdiam tatkala melihat wajah Ivy yang bersemu merah.

"IMUTNYA!" Teriak Romero dalam hati. Ingin rasanya ia memeluk adiknya saat ini namun apalah daya. Tunggu, memeluknya? Hei, apa? Peluk? Yang benar saja.

Romero berdeham pelan dan memberikan kertasnya pada Ivy. "Kita sudahi hari ini saja, selama dua minggu ini kau sudah belajar dengan baik. Aku terkejut ternyata kau sepintar ini."

Ivy yang mendengar ucapan Romero hanya menganggukkan kepalanya pelan, jujur ini pertama kalinya kepala Ivy disentuh oleh laki-laki lain selain orang yang ia anggap 'Ayah'. Apalagi ini Romero, siapa wanita yang tidak malu jika disentuh kepalanya oleh orang tampan seperti Romero? Namun jika mengingat histori yang Romero buat, rasanya aneh jika ia bertingkah malu-malu seperti itu.

"Hei... Aku... Ingin meminta maaf lagi... Maaf sudah memberikan memori yang menyakitkan untukmu." Ucap Romero secara tiba-tiba.

Ivy memandang lurus ke arah Romero, dan bisa ia lihat tatapan lelaki berambut pirang berwajah tampan itu mulai melembut padanya. Melihat hal itu, Ivy tersenyum kecil.

"Iya, Ivy terima maafnya." Kata Ivy seraya tersenyum lebih lebar sehingga matanya juga ikut tersenyum.

"Jujur, aku tidak merasa pantas dan merasa egois... Tapi bisakah kau- em tidak, maksudku... Bisakah Ivy memanggilku seperti dulu? Aku sudah lama tidak mendengar Ivy memanggilku kakak..." Ucap Romero seraya menutup setengah wajahnya karena merasa wajahnya panas. Untuk kali ini, tak sadarkah Romero bahwa wajahnya sudah memerah bak tomat?

Ivy As an Extra Character? [Hiatus]Where stories live. Discover now