01 April 2020
Halo diary pink ku
Tau nggak, sekarang asrama sepi lagi. Maret kemarin Indoneisa lockdown gara-gara ada virus Corona. Seketika semua santri dipulangkan, dan aku gak tau bisa pulang atau enggak nanti. Yang aku lakukan disini hanya berjemur, berenang, makan, tidur, mandi, sholat, tidur lagi. Wkwkwk. Oh, aku bermain game online Hago. Seruuu, mainnya bisa bareng-bareng. Aku juga mulai main tiktok, wkwk. Buat dalgona juga.
Ahiya, aku sudah mulai menjauh dengan teman dekatku. Dia cowok, namanya Alam. Eum, lebih dari teman deket kayaknya, hehe. Yaa karna ada kesalahan paham. Sempat berbaikan tapi tidak untuk balikan. Aku tidak suka memulai lagi. Itu sudah lama, setelah hari Idul Adha. Dan setelahnya, malah Ustadz Fano yang mulai mengisi roomchat ku apalagi ditengah corona begini. Sudah tidak ada kegiatan dan beliau sepertinya gabut wkwk. Bercerita usai juga sama pacarnya, yaaa begitu juga denganku. Dan kau tau apa? Dengan entengnya beliau membalas, "berarti kita jodoh"
Ah, gembel. Aku yang jarang mendapatkan kata-kata sefrontal itu belum siap.
Malam ini kelompok 3 menjaga pos satpam. Ternyata tidak semua santri ingin pulang, pun masih ada yang lebih memilih mendekam di asrama. 'Daripada pulang, tar takutnya bawa virus. Toh sekarang transportasi umum jadi mahal', kata mereka. Alhasil Ustadz-Ustadzah diminta untuk ikut satpam menjaga pos depan. Guna memantau berapa lama mereka izin ke Indomaret, dan melakukan pengecekan. Pemberian sabun cuci tangan dan semprot disinfektan. Aku, Ustadzah Syifa, Ustadzah Uma bergegas ke depan untuk bertugas menjaga. Dan disana sudah ada Ian, Ustadz Adam, Ustadz Fano, dan Ustadz Ilham.
"Eh ada dek Issa", ucap Ustadz Fano tiba saat aku atang di pos satpam.
"Astaga malu banget", batinku
"Antum sok akrab banget sama Us Issa", Ustadzah Uma menepuk pundak Ustadz Fano dengan bukunya. Entahlah itu buku apa, yang aku lihat hanya ada tulisan arab di sampulnya.
"Ayo maen uno", usul Ustadzah Syifa yang ternyata beliau sudah membawanya.
"Ayo ayoo", serempak Ian dan Ustadz Fano berseru.
Kini Ustadz Ilham sedang membagikan kartu uno sama rata ke semuanya kecuali aku. Aku tidak suka memainkannya, ah lebih tepatnya tidak tau cara mainnya. Dan aku malas untuk mempelajarinya sekarang. Untung saja aku sudah membawa novel sebagai gantinya. Novel berjudul 'Dear Allah'.
---
5 hari lagi puasa, dan kini aku tengah mempersiapkan barang-barangku yang akan ku kemasi untuk pulang. Ya, aku nekat memesan travel untuk pulang. Aku sudah berdiskusi dengan kedua orangtua perihal kepulanganku, dan keluarga menyetujui dengan syarat aku sehat dan nanti diisolasi mandiri. Maaf Tuhan, aku egois. Meski di sini aku tidak akan sendiri namun aku merasa kesepian. Toh selain aku akan ada 4 ustadz-ustadzah yang akan pulang juga.
"Dek Issa jadi pulang?"
Notifikasi barusan membuatku berhenti memasukkan barang ke dalam kardus. Meninggalkan sebentar untuk membalas pesannya
"Jadi Us, antum sendiri?"
"Kok ustadz? Kan kemarin aku udah bilang manggilnya kakak aja"
"Hehe. Iya, jadi gimana antum pulang?"
"Enggak kayaknya, kakak di sini aja. Kamu kapan berangkat pulangnya dek?"
"InsyaAllah hari Kamis Kak"
"Kakak telfon ya? Pengen ngobrol"
Aku tersentak. Apa laki-laki dewasa suka melakukan telfon? Sedang aku saja malas untuk mengangkat telfon orang kecuali keluarga.
"Chat aja Kak, malu kalo kedengeran sama Us Lala sama Us Hasna"
"Yaaah Dek"
"Hehe, kapan-kapan aja ya"
"Ohiya, kamu tahun depan berarti udah 21 tahun ya?"
"Iya Kak, kenapa?"
"Nanti kalo udah umur 23an bilang Kakak ya"
Aku mengerutkan alis. Beliau mau kasih aku kado? Pikirku
"Ada apa emang Kak?"
"Biasanya umur segitu perempuan udah mulai dewasa". "Kakak tunggu kamu umur 23 ya"
"Assalamu'alaikum Us Lala"
Serempak kami bertiga menjawab salam yang heboh itu, siapa lagi kalau bukan Ustadzah Vio.
"Us Lala, aku mau ambil pesenan. Hehe". Ustadzah Lala memang membuka jasa distributor toko online, sudah kerap kali ustadzah asrama memesan sesuatu dari Ustadzah Lala.
"Ohiya, bentar Us aku cari dulu di lemari. Kemarin udah dateng tapi aku lupa mau kasih"
Ustadzah Lala beranjak dari kasurnya, sedangkan Ustadzah Vio menatapku bersemangat.
"Eh Us Issa jadi mau pulang?", tanya beliau menghampiriku yang sedang duduk di lantai, dekat jendela.
"Iya Us, sama bapak ibu dibolehin juga". Ustadzah Vio mengangguk-angguk. Beliau duduk di ranjangku.
"Eh, kamu lagi dideketin Ustadz Fano ya? Jangan mau, dia playboy". Peringat beliau tiba-tiba.
"Hah?" Ustadzah Hasna yang semula menatap layar laptopnya mengalihkan pandangan. "Dih, itu beneran Us?"
"Cuma nge chat aja sih beliau", jawabku tanpa ekspresi. Takut kalau sambil senyum dikira baper.
"Bisa-bisanya", timpal Ustadzah Hasna terkekeh.
to be continue~
YOU ARE READING
Maybe Hating You's The Only Way It Doesn't Hurt
RandomPerempuan 23 tahun itu mengelap kedua pipinya yang padahal air matanya saja tak turun karena sudah habis. Tawanya begitu miris dengan lagu terputar keras di earphone yang menyumpal kedua telinganya. Siapa yang harus ia salahkan sekarang? Dirinya sen...
