Assalamu'alaikum, Dear Diary,
Nama saya Muhammad Qaish Qureshi, usia saya 24 tahun. saya ingin menceritakan sedikit kisah hidup saya yang tidak bisa saya ungkapkan kepada siapapun.
Saya ingin mencurahkan isi hati saya, tetapi pada siapa? lebih baik saya tulis saja semua keluh kesah saya di setiap lembar anda, agar hati saya sedikit merasa lega.
Saya adalah seorang Ustadz yang mengajar di sebuah pesantren, dan juga seorang muballigh yang berdakwah ke satu desa ke desa yang lain. semua warga sangat ramah kepada saya, dan tak jarang mereka meminta berfoto dengan saya, mereka juga sering bertanya tentang saya.
Saya memiliki darah Arab Rusia dan Indonesia. Ibu saya adalah seorang gadis cantik dari Arab, dan Ayah saya adalah keturunan Rusia Indonesia. Ibu saya tiada karena sakit saat saya berusia 3 tahun, dan Ayah kandung saya beliau lumpuh karena kecelakaan yang beliau alami tepat di hari ulang tahun saya yang ke-3 tahun.
Seolah, sudah menjadi takdir yang telah di gariskan oleh Allāh subḥānahū wa ta‘ālā
Abah Arman Sahabat ayah kandung saya dan istrinya datang, mereka hendak menjadikan saya sebagai putra angkat mereka, karena mereka belum memiliki seorang anak meski sudah bertahun tahun menikah. saya masih ingat saat itu, usia saya baru 4 tahun, dan saya tidak mengerti apa-apa. saya menangis saat Abah Arman mulai menggendong saya, tetapi Umi Safitri dengan lembutnya langsung menggendong saya dan membelai rambut saya dengan penuh kasih sayang
Saya masih ingat, saat itu Umi Safitri berjanji akan menyayangi saya lebih dari apapun, tapi saya yang masih sangat kecil untuk memahami, tetap saja menangis karena tidak mau berpisah dari Ayah kandung saya.
Perlahan, Umi Safitri dengan tangannya yang halus mengusap air mata saya dan berkata dengan sangat lembut tepat disamping telinga saya,
"Qaish, ini Umi, dan itu Abah. kami adalah orang tua Qaish, jadi Qaish tidak perlu merasa takut." ucapnya lirih namun penuh kasih sayang.
Sejenak, saya yang memang sudah tidak pernah merasakan belaian seorang ibu pun langsung luluh, disaat Umi Safitri membelai saya, hingga perlahan saya kembali teringat akan sosok bunda saya yang sudah lama pergi meninggalkan saya
Kenangan lama, bagai ombak di pantai yang menghantam hati, dengan rasa yang tak pernah hilang, garis yang tertulis seperti bintang di langit menuntun langkah takdir yang tak terelakkan, membawa saya ke rumah ini
Sejak saat itu, saya mulai terbiasa hidup bersama Abah dan Umi. mereka memberi saya kasih sayang yang berlimpah, dan saya perlahan lupa akan masa lalu saya.
Saya saat itu masih sangat kecil, anak ber usia empat tahun yang sangat polos tidak tahu apapun, yang saya tahu hanyalah kini saya tidak sendirian lagi.
Dengan samar samar saya masih ingat, saat itu saya baru bangun tidur, saya bingung mengapa di rumah banyak sekali orang. hingga perlahan, Abah Arman berjalan pelan dan langsung menggendong saya dengan senyuman bahagia yang tak lenggang dari wajahnya.
"Qaish, kamu akan segera menjadi Abang sayang!" seru Abah Arman
Saat itu, saya tidak tahu harus berkata apa karena saya tidak paham dengan apa yang di maksud. hingga, seorang kakek bersarung datang menyambangi Abah yang tengah menggendong saya,
"Arman selamat. sudah sepuluh tahun kalian menikah, akhirnya kalian akan dikaruniai anak pertama." katanya dengan nada penuh kebahagiaan.
Namun, saat itu saya yang tengah di gendong pun sempat mendongak, memperhatikan raut wajah Abah yang nampaknya tidak senang dengan ucapan kakek tersebut
"Tepatnya anak kedua, paman." jawab Abah tegas, dengan sorot matanya yang tajam
Anak sekecil saya, waktu itu tidak akan bisa memahami keadaan, saya hanya melihat kesana kemari dengan tatapan bingung, hingga kakek buyut pun datang berusaha menjelaskan. bahwa bayi yang tengah di kandung Umi saat itu adalah anak kedua mereka.
Meskipun saya hanyalah anak angkat, namun saya tidak pernah merasa takut jika kasih sayang Abah dan Umi akan berkurang untuk saya. saya yang masih berusia empat tahun saat itu justru dengan sangat tidak sabar ingin segera melihat wajah adik kecil saya yang masih di dalam perut Umi.
Saya ingin bermain bersamanya, saya ingin memberinya nama, dan saya juga ingin menggendongnya. sungguh bocah kecil yang nakal
Namun, disaat hari yang saya tunggu itu tiba, saya akhirnya akan segera melihat wajah adik kecil saya untuk pertama kalinya.
Saya masih ingat saat itu, saya merasa sangat takut. saya duduk sendiri di sudut rumah sakit karena semua orang panik sendiri, tidak ada yang melihat saya sama sekali.
YOU ARE READING
Ustadz Qaish REVISI
RomanceMencari seseorang yang setia itu sulit, namun yang lebih sulit adalah mencari sebuah kejujuran seseorang di dalam sebuah kesetiaan, Takdir cinta dan kehidupan telah mengombang ambingnya hingga ketepian, fitnah dan tuduhan kejam yang sengaja di buat...
