Bab 1. Piyama Tersingkap

43.6K 911 62
                                    

Selamat pagi semuanyaaaaa....

setelah novel PASUTRI TANPA CINTA tamat. Aku niat lanjut bikin novel baru ini. semoga kalian terhibur dan suka ya, karena nggak akan tegang dan serius banget ceritanya. Dan doakan aku selalu ya untuk bisa menemani hari-hari kalian setiap hari.

btw yang mau jadi teman chatting ku untuk bertanya tentang seputar novelku boleh nih chat aku. atau mungkin lagi gabut butuh temen boleh juga, mau jadi bestie, wah tambah boleh. silahkan chat di nomor ku ya. 087862575731. jangan sungkan ya, tapi jangan spam juga. saling menghormati saja karena niat saya baik. siapa tahu juga ada yang punya ide cerita menarik untuk dijadikan novel tapi nggak bisa menuangkannya. boleh tuh... hehehe.

see u....

***



"Aku nggak mau nikah sama pria tua itu, Mah!" seru Yana dengan air mata mengalir.

"Harus, Yan, kalau kamu nggak nikah sama Om Surya bagaimana nasib keluarga kita?!" Wati kekeh dengan pendiriannya. Sang putri geleng-geleng kepala melihat sikap sang ibu.

Yana melotot. "Tapi, Om Surya itu udah hampir 60 tahun, Mama!" pekiknya. "Masa Yana dijodohin sama Aki-aki, sih!"

Wati melengos. "Kaya kamu masih muda aja, Yan-Yan, kamu itu loh udah 29 tahun. Mbok ya mikir, umur segitu belum nikah, kata tetangga kamu itu perawan tua. Masih untung Om Surya mau sama kamu, laki-laki kaya raya di kampung kita."

Yana mendesah kesal. "Kok bisa sih, Yana punya orang tua macam Mama?"

Wati melotot. "Eh, maksudnya apa ngomong gitu! Kamu itu udah perawan tua, kerjaan gaji kecil, nggak ada masa depan tapi sombong!" Yana sakit hati mendengar itu. Wajahnya ia tekuk dengan tatapan menusuk.

"Oke, aku mau nikah sama Om Surya, tapi jangan harap Mama bisa minta apa-apa sama aku ya. Karena aku nggak sudi pakai harta orang tua itu. Nanti dia minta jatah lagi ke aku, hiii geli...." Ia begidik sendiri membayangkan hal tersebut. Tidur dengan laki-laki tua yang pasti sudah pada keriput. Aih....

***

"Wih, Mbak, cakep juga lo, pakai bedak?" goda Yanto-adik Yana-yang digoda tentu saja kesal karena ia sedang dalam kondisi hati kesal.

"Diam nggak lo, berisik tahu, nggak!" sentaknya.

Yanto bersikap seolah ketakutan. "Hiii, kok ada ya pengantin galak?"

Yana mendelik. "Yanto!"

"Apa sih, Mbak, biasa aja kali. Kan, bentar lagi ada yang kelonin." Ia mengatakan itu sembari memeluk tubuhnya sendiri membuat Yana benar-benar geli.

"Begok, geli gua!!!" Ia melepas sepatu hak nya dan langsung melempar ke sang adik yang langsung kabur. "Adik sialan!" makinya. Yang di mana sang ibu membuka pintu kamarnya.

"Opo sih, Yan, ngomongmu itu nggak pernah di saring!"

Yana melengos, menatap dirinya di cermin. Nampak dadanya turun naik karena kesal ditambah pakaiannya yang ketat. "Yana kesel sama Yanto, Bu. Apa sih godain terus."

Wati menghela nafas dengan sanggul khas adat jawa. "Weslah, cuma gitu aja marah kamu tuh."

"Ibu emang nggak pernah sayang sama aku." Yana ngambek, air matanya hampir keluar tapi Wati buru-buru menahannya dengan jari telunjuk. "Apa sih, Bu!"

"Ojo nangis, bedaknya mahal, nanti rusak acara bisa kacau. Wes ayu jadi jangan banyak tingkah. Cepet bangun, bentar lagi ijab qobul."

Yana melotot, walau ia tahu hari ini adalah hari pernikahannya tapi ketika mendengar itu dan mengingat siapa pria yang ia nikahi tentu membuat bulu kuduknya berdiri. "Duh, udahlah, aku di sini aja, Bu. Males aku duduk lama-lama di sana."

TERJERAT CINTA PRIA TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang