ENNUI 2: PERFECT BAGIAN XXXXVIII

474 88 9
                                    

Vito bersandar pada pintu mobil saat Up kembali dengan wajah kesal.

"Kenapa?" tanya Vito yang tengah menyilangkan kedua tangan di dada.

"Bukan apa-apa," jawab Up malas.

Vito mengernyitkan kening, "lebih dari lima menit waktu kita tertunda, dan itu bukan apa-apa?"

"Diamlah, jangan lupa kau membuatku menunggu lebih dari setengah jam!" ketus Up.

"Kenapa kau marah? Maksudku, kenapa kau bicara dengannya? Bukan, kenapa dia ingin bicara denganmu? Mustahil kau tidak kenal dia, kan?" ujar Vito.

Up mengabaikan Vito. Tentu saja Up tau Kao, orang yang ingin Mew balas, untuk itulah mereka dipekerjakan sekarang. Tapi situasinya tidak akan Vito mengerti. Jangankan Vito, Up bahkan tidak tau apa yang sedang terjadi.

"Taksi!" suara nyaring itu menarik perhatian Up dan Vito. Asalnya dari gadis bersetagam SMA yang melambaikan tangan untuk memberhentikan sebuah taksi.

"Alice?" gumam Up, "sial, apa dia melihat kami lagi? Situasi apa-apaan ini?!"

"Jadi, kemana Kao akan bepergian sendirian? Bukankah dia slalu bersama Gulf selama ini?" tanya Vito.

"Tutup saja mulutmu, Tuan pengacara. Ayo pulang, Tuan Gavrie pasti sudah sangat menunggu kita," jawab Up berusaha sabar.

••• • •••

"Tidak sakit, kan?" tanya Gulf sembari meniup luka pada lengan Win saat menggantikan perban putranya.

"Lukanya tidak sakit lagi," jawab Win pelan. Gulf memerlukan waktu yang lama untuk mengganti perban karena bersikap terlalu lembut.

"Mana mungkin tidak sakit? Katakan sakit jika sakit, jangan bilang tidak sakit padahal sakit. Jelas-jelas lukanya masih basah," ujar Gulf yang terus fokus pada lengan Win.

Gulf mulai cerewet, dan Win semakin membencinya. Semua perhatian yang terlihat natural ini, Win benar-benar membenci semuanya.

"Hampir selesai," ujar Gulf ketika merekatkan plester.

"Terima kasih," ucap Win setelah Gulf melepaskan lengannya.

"Besok, Win harus bangun sedikit lebih awal, karena perbannya harus di ganti sebelum Win berangkat ke sekolah."

"Um," jawab Win, "Win akan pergi ke kamar sekarang."

"Baiklah, ayo," ujar Gulf seraya memegangi lengan Win yang lain.

"Kenapa?" tanya Win.

"Papa akan antar Win ke kamar?" ucap Gulf ragu, khawatir Win tidak akan mengijinkannya. Apa sebenarnya Gulf terlalu berlebihan?

Ceklek.

Suasana rumah begitu sepi saat Alice tiba. Sejak tau kalau Kao akan punya bayi dengan Up, Alice sudah tau kalau ia tak bisa melakukan apa-apa selain menjadi anak dari keluarga yang hancur.

Mungkin, Alice memang tidak berhak memiliki keluarga yang utuh setelah lahir ke dunia ini. Apa masalahnya adalah dirinya, atau Kao sebagai daddynya. Haruskah Alice benar-benar membenci daddynya? Alice benar-benar mengkhawatirkan kehidupannya setelah ini.

Langkah Alice menuju kamarnya terhenti saat ia melihat Gulf membantu Win menaiki tangga. Win tampak sehat, selain karena ada perban di lengannya.

"Alice? Sudah pulang?" sapa Gulf setelah menyadari kepulangan putrinya.

"Um," Alice mengangguk.

"Papa sudah masak, Alice bisa makan kalau lapar. Papa perlu membantu Win dengan beberapa hal," ucap Gulf dengan senyuman.

ENNUI 2 : PERFECTWhere stories live. Discover now