ENEMY -- 15

7.1K 392 11
                                    

"Kay, gue pusing," keluh Evan, kemudian menyandarkan punggungnya pada bangku cafe.

Kayla mendecak. "Itu kalimat ke-21 kali yang gue denger, semenjak 30 menit yang lalu."

"Aduh, kenapa sih, harus belajar ginian?" Evan memijit batang hidungnya. "Otak gue mau meledak, anjir."

Sontak, Kayla mengetuk keningnya dengan pensil. "Lo selalu berlebihan, kalo soal pelajaran."

"Lo juga selalu berlebihan, kalo soal olahraga."

"Itu beda, Evan."

"Sama."

"Yaudah."

"Yaudah."

Kayla menumpukan wajahnya di kedua telapak tangannya, memandang Evan yang masih memasang mimik frustasi karena dipaksa belajar oleh Kayla hari ini. Sejak beberapa hari lalu, cowok itu selalu menolak bila diajak belajar bersama oleh Kayla. Alasannya selalu macam-macam, tetapi Kayla tahu satu alasan kuat dibalik keengganannya dalam belajar; males.

"Evan," panggilnya, masih menatap Evan.

Evan mendongak. "Apa?"

"Ayolah, gue percaya lo pasti bisa," pandangan Kayla berubah serius. "Gue percaya, nggak ada yang nggak bisa kalo lo mau belajar."

Wajah Evan menekuk. "Gue capek, Kay."

"Setau gue, yang belajar olahraga itu gue. Dan harusnya, gue yang capek. Bukan elo."

"Tapi--"

Kayla memotongnya. "Van, lo tau nggak? Nilai basket gue, lumayan naik loh."

"Hah?" mata Evan mulai berbinar, "Lo serius?"

Kayla tersenyum dan mengangguk. "Iya, walaupun masih pas-pasan sama nilai minimum, sih."

"Berarti, usaha gue nggak sia-sia dong? Asik, gue seneng banget. Kita latihan lagi, ya? Biar nilai lo makin bagus!"

Kayla terkekeh. "Apa lo nggak mau, hal yang sama terjadi sama lo? Gue nggak mau sia-sia dalam tugas ini, Van."

"Maksud lo?"

"He-emh," Kayla mengangguk. "Gue mampu naikin nilai gue, walaupun sedikit. Apa lo mau nilai lo stuck disitu aja? Ini pelajaran utama, Evan. Percuma kalo gue udah berusaha, tetapi lo males-malesan. Kesannya, lo nggak ada kerjasama buat sukses sama gue."

Evan tertegun. "Sebenernya... nilai gue juga udah naik, tapi sedikiiitt banget. Itu aja masih dibawah nilai minimum, Kay. Gue merasa semakin nggak bisa, dan semakin bego,"

"Kalo barusan yang lo omongin itu bener, berarti emang lo bego." Kayla terkekeh. "Lo semakin bego, karena lo nggak mau coba untuk melebihi kemampuan otak lo. Lo semakin bego, karena saat nilai lo udah naik, lo putus ditengah jalan kayak gitu. Lo semakin bego, karena lo putus asa."

Kini, Evan mendelik. "Kayaknya, lo emang niat banget ngatain gue bego."

"Emang." Kayla tertawa. "Kesempatan gue juga, sih."

"Sialan."

Kayla tertawa, meminum kopinya perlahan. Tangan kanannya bergerak hingga mengenai ponselnya, lalu mengambilnya. Saat mengecek isi ponselnya, Kayla mendapat pesan dari ketua ekskul seni, tentang acara pameran nanti.

Dan saat itu juga, Kayla mendapatkan sebuah ide.

"Evan," Kayla meletakkan ponselnya. "Belajar lagi yuk."

Evan mengangguk lemas. Melihat respon tak positif yang ditunjukkan oleh Evan, Kayla tersenyum.

"Gimana kalo kita taruhan?"

My (Lovely) EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang