02.00

81 48 107
                                    

"Aduh, Pra, kamu enggak apa-apa?" tanya Alastar khawatir sambil menepuk-nepuk pelan punggung Prayesha. Gadis itu menggeleng tanpa menjawab sebab masih terbatuk-batuk.

Sementara cowok yang berdiri santai di hadapan mereka tengah menghisap lintingan rokok dalam-dalam lalu menghembuskan dengan bebas asap abu ke udara. "Pra?"

Melihat itu, Alastar dengan geram berucap, "Duh. Matiin dulu rokok lo, Pra. Lo, tuh, kebiasaan nyebat kagak tahu tempat. Masih pagi juga!"

Sekarang giliran Prayesha yang menatap Alastar dengan memasang ekspresi wajah penuh tanya. Jari telunjuknya terangkat ke arah cowok yang kini berjalan keluar rumah. "Ha? Aku enggak ngerokok, loh, Bang. Cowok itu yang ngerokok."

"Iya, tahu, maksud Abang ... hah, nama panggilan kalian sama," jawab Alastar dengan tangan menarik koper milik Prayesha yang menghalangi jalan masuk.

"Dia siapa, Bang? Mau nginep di sini berapa hari emang?" tanya cowok yang dipanggil Pra itu, ia mengekori Alastar dan Prayesha menuju sebuah ruangan yang amat luas dan berantakan dengan beberapa helai baju kaos, kemeja, jas dan jaket kusut yang bertengger di kepala sofa dan di atas karpet berbulu hitam. Tidak lupa juga dengan beberapa kaleng minuman soda dan bungkus snack dengan remahannya yang bertebaran di atas meja.

"Nanti gue jelasin. Bantuin gue beresin ini dulu, Pra. Baju sama jaketnya masukin mesin cuci aja, kemeja sama jas gantungin dulu di belakang," pinta Alastar. Saat ini pria itu sibuk memasukkan seluruh kaleng minuman dan sampah snack ke dalam plastik belanja berukuran jumbo.

Baik Prayesha maupun cowok yang dipanggil Pra, melangkah; memungut kemeja abu yang sama. Melihat itu, Alastar kembali bersuara. "Maksud Abang Mahaprana, bukan Prayesha."

Segera gadis itu melepaskan tangannya dari kemeja abu, sementara Pra-Mahaprana- kembali sibuk memungut sisa-sisa pakaian yang berserakan. Setelahnya, cowok berkaos putih polos itu melesat-hilang di antara tembok dapur. Sisanya, hanya terdengar suara kunci pintu berputar yang Prayesha yakini jika di rumah ini ada ruang khusus untuk mencuci pakaian.

Pandangan Prayesha kini berfokus kepada Alastar yang sedang menyapu karpet dan lantai dengan kondisi rambut dan baju setengah basah. Karena itu pula, ia mampu melihat otot punggung Alastar yang terlihat kokoh dan lebar. "Abang masih sering nge-gym, ya?"

Alastar menoleh sekilas, lantas kembali memasukkan remah-remahan ke pengeruk sampah dengan susah payah, bagian-bagian kecilnya sulit sekali untuk masuk. "Heem, enggak sesering dulu, sih. Ya, adalah dua minggu tiga sampe empat kali."

Prayesha mengangguk pelan mendengar jawaban Alastar. "Oh, gitu." Gadis itu mendudukkan dirinya di sofa panjang, masih dengan tatapan yang terfokus ke arah Alastar. "Oiya, Abang enggak manggil *mbak buat beresin rumah ini?"

"Ada, sih, namanya Ninis. Cuma kalau weekend Abang kasih libur."

"Kenapa?" tanya Prayesha penasaran.

Alastar melenggang ke arah dapur. Menyimpan segala alat kebersihan tadi ke tempat semula. Kemudian kembali lagi dan duduk di samping Prayesha. "Ninis lagi ngelanjutin pendidikkannya. Di Universitas Ganesh Buana."

"Wah, keren. S1 atau S2? Dan ambil prodi apa?" tanya Prayesha antusias.

Alastar menghembus napas kasar sembari tersenyum senang menatap Prayesha yang antusias. Jemari tangannya terulur mengusap pucuk kepala gadis itu. "S1. Kalau enggak salah ingat, dia ambil prodi Bahasa Inggris."

Pra; Kenangan yang Berpulang [On Going]Where stories live. Discover now