15

1K 99 9
                                    

Hampir sebulan sejak kejadian itu, dan Tom menepati janjinya. Tidak menemui Harry lagi. Atas bujukan dan desakan Oliver, Harry kembali bekerja di perusahaan Tom, lagipula bujukan Oliver ada benarnya juga, Harry membutuhkan gajinya untuk menghidupi mereka semua. Dan selama sebulan itu Tom, sang CEO menjadi orang yang paling sulit dilihat di kantor, jika tidak sedang melakukan perjalanan bisnis, pria itu mengurung diri di ruangan kerjanya dan tidak keluar-keluar. Sesekali Harry masih berpapasan dengan Theo, pria itu masih bekerja di sini, Tom tidak jadi memecatnya, sepertinya dia dan Tom sudah berhasil menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka.

Dan Harry merindukan Tom. Dia sudah bertekad melupakan Tom, tetapi hatinya punya mau sendiri, kadang dia menatap lift khusus direksi yang menyambung langsung ke ruangan Tom dengan penuh harap. Berharap tanpa sengaja dia melihat Tom keluar dari sana, melangkah ke parkiran mobilnya. Tuhan tahu betapa ia bersyukur seandainya saja dia bisa melihat Tom, biarpun cuma satu detik, biarpun cuma dari kejauhan. Tapi entah kenapa Tom seperti punya pengaturan waktu sendiri agar tidak bertemu Harry.

Sore itu Harry melangkah memasuki apartemennya dengan lunglai, dia tidak enak badan, sedikit panas dan meriang, jadi dia minta izin pulang cepat.

Ketika memasuki ruang tamu, dia mendengar suara tawa dari ruang tengah. Suara Cedric dan dokter Oliver. Dokter Oliver sudah mendapat izin Tom menggunakan setengah hari kerjanya untuk melakukan terapi khusus pada Cedric. Terapinya sudah membuahkan hasil, Cedric sudah bisa menggerakkan jari-jari kakinya, sedikit mengangkatnya dan melatih saraf-sarafnya. Optimisme bahwa Cedric akan bisa berjalan lagi semakin besar.

Harry melangkah ke ruang tamu dan melihat Cedric sedang duduk di kursi rodanya sedang dokter Oliver menuangkan teh untuknya, sepertinya session terapi sudah selesai.

Cedric mendongak ketika merasakan kehadiran Harry dan tersenyum lebar, mengulurkan tangannya, “Hai, sayang.”

Dengan senyum pula Harry melangkah mendekat, menyambut uluran tangan Cedric. Pria itu membawanya ke mulutnya dan mengecupnya, “Bagaimana session terapi kali ini?” tanyanya lembut.

Cedric tertawa dan Harry mengamatinya dengan bahagia, Cedric banyak tertawa akhir-akhir ini. Pria itu makin sehat, badannya sudah berisi dan tampak lebih kuat. Cedric sudah menjadi Cedric-nya yang dulu, yang penuh tawa dan vitalitas, dengan semangat hidup yang memancar dari dalam dirinya.

“Aku tadi sudah belajar berdiri, sulit sekali, Harry, sampai keringatku bercucuran, tapi aku senang sudah sampai di tahap sejauh ini,” jelas Cedric bahagia.

Harry membelalakkan matanya senang, “Benarkah?” dengan gembira ditatapnya dokter Oliver, “benarkah, dokter?”

Dokter Oliver mengangguk dengan senyum dikulum, “Perkembangan Cedric sangat pesat, Harry, aku optimis dia akan bisa berjalan lagi.”

Dengan bahagia Harry memeluk Cedric erat-erat, “Oh ... aku bangga sekali padamu mendengarnya, sayang!” serunya dengan kegembiraan murni.

Tapi tiba-tiba Cedric melepaskan pelukannya dan menatap Harry sambil mengerutkan alisnya.

“Sayang, badanmu panas.”

Gantian Harry yang mengerutkan keningnya lalu meraba dahinya sendiri.

“Benarkah? Aku memang merasa tidak enak badan, makanya aku pulang cepat.”

Dengan cemas, Cedric menoleh ke arah Oliver, “Dokter, badannya panas bukan?”

Oliver segera mendekat dan menyentuh dahi Harry lembut, “Benar, kau panas, Harry, apakah kau terserang flu?”

Harry menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku tidak pilek ataupun batuk, dokter, tapi ada masalah dengan perutku, akhir-akhir ini aku sering memuntahkan makanan yang aku makan, makanya badanku terasa lemah dan …”

A Romantic Story about Harry | Tomarry [END]Where stories live. Discover now