6

1K 92 31
                                    

Harry terbangun sendirian di ranjang itu. Tom sudah tidak ada. Yah pria itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali ke rumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini?

Tapi entah mengapa Harry merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Tom di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan, Harry? Kau hanyalah pria simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Cedric yang harus kau cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Harry melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Tom bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan-nahan diri.

Ketika berkaca dan menurunkan selimutnya Harry mengernyit.

Dari leher, dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Tom. Pria itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Harry, dan Harry yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Tom! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada masih bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

Harry belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Cedric selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Cedric bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Harry tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Tom bodoh! Gerutunya sambil mencari-cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Harry sedikit menyapukan bedak tipis ke wajahnya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Harry merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Tom hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Harry naik ke dalam bus menuju kantornya.

***

“Wajahmu pucat sekali,” salah seorang temannya memandang Harry dengan cemas ketika Harry mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Harry memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakan nya tersenyum.

“Tidak apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan.”

Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk-nusuk di kepalanya terasa nyeri, bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Harry bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan.

“Harry, coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?” salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan mengernyit Harry mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.

***

“Pingsan?!”

Tom setengah berteriak kepada Theo yang menyampaikan kabar itu padanya.

A Romantic Story about Harry | Tomarry [END]Where stories live. Discover now