Meyra

26.2K 1.4K 228
                                    

Devindra menarik tangan putrinya denga kasar menuju mobil langkahnya yang cepat membuat Meyra kesakitan dan kesulitan. Cengkraman Ayahnya begitu menyakitkan seakan ingin meremukan tulangnya.

Air matanya sedari tadi membanjiri wajahnya yang cantik berbeda dengan sang Ayah yang di kuasai amarah.

Pintu mobil di buka oleh supir tak lama ia merasakan tubuhnya di dorong kasar masuk kedalam mobil.

Ia sadar dirinya yang salah sudah memgacaukan acara perayaan ulang tahun Ayahnya yang di hadiri oleh rekan rekan kerja dan juga beberapa awak media di sana.

Menggit bibirnya untuk menetralkan rasa takut ketika sosok yang ia panggil sebagai Ayah duduk di sampingnya dengan sorotan tajam.

"hiks Maaf Ayah Mey-meyra menyesal tolong jangan hukum Meyra"mohonnya dengan isakan.

Devindra nampak semakin tersulut emosi. Acaranya kacau karena kehadiran anak yang menurutnya pembawa Sial.

Devindara Menarik kasar rambut putrinya, jelas raut wajah Meyra saat ini begitu kesakitan dengan wajah memucat menahan rasa sakit yang menjalar perih di sekitar kepalanya."Akkh, rambut Meyra sakit Ayah jangan di tarik hiks"Mohonnya.

Seakan tak terusik dengan teriakan kesakitan putrinya dengan entengnya Devindra bertanya "Sakit?" tanyanya mengejek"yang sudah jelas pertanyaan itu hanya membuat, Meyra semakin terisak dalam tangisnya.

Devindra mengagukkan kepalanya mengerti melepas cengkraman hingga beberapa helai rambut Meyra terlepas."Ups, aku tidak sengaja"Ucapnya ketika mata sembab putrinya menatap helaian rambut di tangannya."Salahkan rambutmu saja yang lepek seperti ini"Meyra tak menjawab dengan bibirnya yang memucat syok."jangan tunjukkan wajah meyedihkan seperti itu padaku, dan lagipun rambutmu akan tumbuh kembali jadi berhentilah menangis!"sentakan Devindra kembali menyadarkan Meyra lalu menutup mulutnya rapat dengan satu tangan yang bergetar.

Sedangkan tangan satunya mencengkram sesuatu.

Hatinya benar benar sakit meski mulutnya di tutup tapi segukan tangisnya masih terdengar dan hal itu kembali menyulut Emosi Devindra.

"AYAH!"teriak Meyra mencoba mengejar mobil milik Ayahnya dengan sisa tenaganya.

Sungguh hanya karena isakan tangisnya ia di dorong keluar dari mobil di tengah kegelapan dan rimbunnya pepohonan.

Tidak menyerah ia terus memanggil Devindra "Ayah! Ayah! Ayah!" teriaknya terus menerus sebagai harapan agar Ayahnya mau menghentikan mobil yang melaju semakin jauh meninggalkannya sendiri.

peluk matanya penuh dengan air mata isak tangisnya semakin pecah di tengah kesunyian malam.

Kilasan kilasan perlakuan buruk Ayahnya berputar dalam ingatannya, ia sudah biasa di hukum untuk kesalahan kecil atau hanya sebagai pelampiasan Ayahnya jika suasana hatinya buruk.

Bahkan ia juga mengalami kekerasan fisik di tubuhnya, pukulan yang pertama kali Ayahnya lakukan adalah ketika ia berusia delapan tahun saat itu ia tak sengaja menumpahkan susu panasnya pada berkas penting Ayahnya padahal niatnya saat itu hanya ingin memberikan susu hangat pada sang Ayah.

Tapi tak di sangka kejadian itu membuat Ayahnya murka dan memukul tangannya dengan penggaris hingga memerah.

Hukuman lain yang ia terima ketika tak sengaja memecahkan pas bunga kesayangan Ayahnya. Ia di kurung di gudang sehari semalam tanpa di beri makan dan minum dengan alasan lupa. Alhasil ia kelaparan seharian itu.

Meyra hanya mengharapakan kasih sayang Ayahnya mengapa begitu sulit semua yang ia lakukan selalu salah di mata Ayahnya.

Langkah kakinya berhenti di tengah jalan yang sunyi tidak ada kendaraan yang berlalu lalang di sekitar sini apa lagi di jam jam rawan kejahatan.

Keringat dingin membasahi wajahnya menyadari bahwa ia benar benar di tinggal pergi.

Air mata terakhir jatuh dari kedua peluk matanya, bahkan binar matanya perlahan meredup hatinya benar benar hancur. Apa dirinya di buang? Pikirnya lalu kemana tempatnya untuk pulang?

Alam seakan mengerti dengan kesedihannya hujan deras mengguyur seketika.

Tangan kecilnya menggemgam erat sebuah fladis yang tidak sengaja Ayahnya jatuhkan, niatnya datang kepesta sang Ayah hanya untuk memberikan itu, bukan bermaksud mengacaukan. Bahkan sebelum dirinya berucap tangannya malah di tarik kasar dan tidak sedikitpun di berikam kesempatan untuk berbicara.

Dengan pandangan mata mengabur karena air mata membenung di kedua pelupuk matanya "Ayah bilang ini lebih berharga dari pada nyawa Meyra"Mengingat kembali kata kata Ayahnya beberapa hari lalu saat tak sengaja menjatuhkan fladis yang sekarang berada di tangannya.

Tubuh ringkihnya jatuh di malam hari takuat menahannya dinginnya hujan yang membasahi. Tangannya mengepal melindungi hal berharga bagi ayahnya.

Matanya perlahan menutup dengan bibir bergumam "Tuhan, Meyra sayang Ayah"

Menjadi Akhir dari hidup Meyra.

•••••••••••
Spam nexnya √√√

Day kangen banget nulis perbocilan, ada yang sama?

Ingin cepet up
Liat vote + spam nexnya sudah rame day come back.

LANJUT?!



Votenya ❤
See you nex time🖐

Family PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang