【08】A Girl From The Sea

48 7 4
                                    

“Aku kira kau akan menghindariku?” ujar Yara ketika ia berpapasan dengan Lucian.

Lucian hanya menanggapi dengan gelengan. Mereka sedang berada di ruang terbuka, Lucian tak keberatan jika harus mengobrol dengannya. Hal yang dihindari Lucian adalah berduaan dengan lawan jenis di tempat tertutup.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Yara lagi. Kali ini diiringi senyuman hangat. Rambut pirangnya yang berkilau karena tertimpa cahaya matahari berhasil menarik perhatian Lucian. 

Lucian ingat dulu dirinya pernah mewarnai rambutnya dengan warna serupa ketika comeback pertama kali, dan berkat itu ia berhasil mendapat lebih banyak penggemar. Bahkan ada situs berita yang menulis betapa tampannya Lucian dengan rambut pirang. Katanya Lucian sudah mirip pangeran dari negeri dongeng. Karenanya ia terus memakai warna rambut itu hingga comeback berikutnya.

“Aku baik-baik saja.”

“Syukurlah.” Yara mengembuskan napas lega. “Aku ke sini untuk memberitahumu kalau Ace dan Ivy sudah sembuh. Aku sudah memberikannya pada Rune.”

Dahi Lucian mengernyit. Siapa pula itu Ace dan Ivy, sepertinya ia tidak pernah mendengar nama itu.

“Dia elang peliharaanmu,” kata Yara, tahu apa yang Lucian pikirkan.

“Elang?”

Yara mengangguk.

Mulanya Lucian terheran-heran. Dari banyaknya hewan yang bisa dijadikan peliharaan, kenapa harus elang? Lalu kemudian dia ingat isi gulungan kertas yang dibacanya kemarin. Ferre Lawford juga memiliki elang.

“Baiklah terima kasih.”

Mendengar respon Lucian yang biasa saja, raut wajah Yara seketika berubah. Ada kesedihan yang terpatri di sana, samar-samar Lucian bisa melihatnya.

“Terkadang aku berharap kau hanya berpura-pura lupa ingatan, tetapi melihat reaksimu barusan aku sadar kalau kau tidak berpura-pura. Lucian yang kukenal sangat terobsesi dengan elangnya. Dia akan mementingkan elang-elang itu dari pada siapa pun. Luka sedikit saja dia akan panik.”

Lucian terdiam. Dia tak bisa bilang kalau dirinya bukan Lucian Lawford yang sesungguhnya.

“Maaf seharusnya aku tidak berkata begitu.” Yara pura-pura tegar. “Aku harus kembali karena masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan. Lain kali kuharap kau tidak keberatan untuk minum teh atau makan bersamaku. Bagaimana pun, aku masih tunanganmu.”

Yara pergi tanpa sempat melihat reaksi atau menunggu jawaban Lucian. Kaki-kaki kecilnya melangkah menuju perahunya. Cara berjalannya yang anggun itu sangat menggambarkan seorang putri yang dibesarkan dalam keluarga terpandang. Rune sering bercerita soal Yara dan betapa beruntungnya Lucian karena berhasil memikat wanita itu. Katanya Lucian dan Yara adalah pasangan sempurna di Kota Marmoris. Semua orang sepakat kalau mereka diciptakan untuk satu sama lain.

“Berhentilah membicarakannya, aku bahkan tidak ingat siapa diriku!” Itu adalah respon Lucian setiap kali Rune mulai berceloteh soal Yara.

Begitu sosok Yara hilang dari pandangan mata, Lucian kembali pada kegiatan awalnya—menjelajah setiap sudut rumah keluarga Lawford.

Selain bangunan utama dimana kamar Lucian berada, ada sebuah bangunan lain di sebelahnya yang lebih kecil. Bangunan itu dijadikan tempat penelitian dan tempat penyimpanan barang-barang berharga keluarga Lawford. Beberapa saat lalu Lucian baru dari sana. Kemudian, di belakang bangunan utama terdapat jalan selebar dua meter yang mengarah ke sebuah paviliun. Di sisi kanan dan kiri jalan itu ditanami bunga-bunga cantik yang dirawat dengan baik, dan sebuah tanaman rambat berbunga merah muda yang menjalar di sepanjang pagar jalan hingga ke atap paviliun. Paviliun itu sendiri menghadap langsung ke arah kanal yang lebih luas dari pada kanal di depan bangunan utama. Beberapa meter dari situ, terlihat tembok air yang menjulang tinggi memisahkan Kota Marmoris dari lautan lepas. Deburan ombak samar-samar terdengar dari sana.

Into The New WorldWhere stories live. Discover now