Chapter 4

354 40 0
                                    

Jefry terbangun secara perlahan, tubuhnya terasa kaku akibat tidur dalam kondisi duduk. Ia mulai menjernihkan penglihatannya dan menatap sejenak Rendis yang tidur lelap dengan mulut yang sedikit terbuka, satu kata gemas. Setelah puas memandang anaknya, ia memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Sinar matahari yang hangat mulai mengusik, bulu mata lentik itu mulai berkedip tak nyaman.

"Eungh.... "

"Ayah... " Panggilnya dengan suarak serak khas bangun tidur, sembari menoleh kesana kemari mencari keberadaan Jefry.

"Sayang? Sudah bangun?" Jefry segera mendekat sembari mengeringkan rambutnya. Lalu mengecup singkat pipi anaknya itu.

Jefry terlihat beranjak, mengambil handphonenya dan mulai menghubungi sekretaris di kantornya, dia akan melimpahkan sebagian tugas kepadanya karena Jefry akan mengurus anaknya terlebih dahulu. "Sebentar ya, ayah mau telfon om Arga dulu."

Selesai berbincang dengan bahasa yang tidak dimengerti bagi Rendis. Jefry mulai meletakkan semangkuk bubur tawar yang masih hangat, terlihat dari asap yang masih mengepul disana. Menggiurkan? Tidak, penampilannya saja yang cukup bagus untuk rasa big no, hambar sekali.

"Makan dulu ya." Jefry menyiapkan air putih hangat dan mulai menyendok bubur menggelikan itu. Bisa hilang lemak-lemak lucu di perut Rendis jika terus-terusan disuguhi makanan lembek ini.

Rendis menggembungkan pipinya, dengan tangan yang bersedekap di dada, wajahnya ia palingkan kesamping, dia kesal tau. "Ayah, jorok tau! Mau cuci muka dulu!" Jefri terkekeh, lalu mengambil washlap kemudian mengelap wajah manis anaknya itu.

"Jangan manyun gitu." Jefry hanya bisa tersenyum melihat tingkah anaknya yang kelewat gemas. Melanjutkan acara makan tadi, kemudian mereka bersiap. Iya, Rendis sudah diperbolehkan pulang, dengan catatan bahwa ia harus banyak istirahat dan tidak boleh kelelahan. Dokter Fadly tidak dapat langsung menemui Rendis karena ada operasi besar yang ia tangani, sehingga dokter koas muda tadi menyampaikan pesan.

"Ayah?"

"Hemm?"

"Rendis mau tanya tapi ayah jangan marah ya?"

"Kenapa? Rendis ada yang sakit?" Tanya Jefry lalu membawa tubuhnya untuk lebih mendekat pada Rendis, mengusap surai anaknya yang duduk di atas ranjang pesakitan dengan kaki menggantung.

"Ayah...ibu..."

"Rendis!" Jefry memotong pembicaraan Rendis, ini masih pagi dan mendengar topik tentang wanita itu membuat panas hati dan kepala Jefry saja. Dia lelah dengan urusan kantor dan mengurus Rendis lalu sekarang anaknya masih mempertanyakan hal yang menambah pikiran, ingin pecah kepalanya ini.

"Ayah ibu dimana?" Seolah tak mau kalah Rendis tetap mengukuhkan hati menanyakan hal tersebut.

"Rendis dengar, kau tau sendiri kan ibumu meninggalkan mu! Meninggalkan kita! Jadi, mulai sekarang anggap dia bukan ibumu lagi kau paham!" Ucap tegas Jefry matanya tersorot tajam seolah tak ingin membahas lebih lanjut. Salah, Jefry akui dia salah menjelaskan secara gamblang dengan bumbu emosi, tapi dia saat ini sungguh tak ingin membahas wanita itu.

" Ayah aaku.."

"Rendis ayah mohon suatu saat ayah akan berbicara denganmu semuanya, tapi tidak untuk sekarang, tolong mengertilah..." ucap final Jefry, lalu tak lama suara pintu terbuka mengintrupsi dengan masuknya seorang dokter berkacamata dan berperawakan tinggi tegap.

"Joni?"

"Hei Jefry lama tak bertemu."

"Kita yang jarang bertemu tapi Rendis dan Hendra sudah seperti permen karet." keluh Jefry.

Suara Hati RendisWhere stories live. Discover now