Chapter 3

461 38 2
                                    

Sore ini matahari kembali muncul, awan mendung yang sempat datang di pagi tadi entah pergi kemana digantikan dengan cuaca cukup cerah. Rendis menatap jengah ayahnya yang berada di sofa mulai pagi hingga sore ini tetap betah fokus pada laptopnya itu. Hanya bangkit ketika Rendis menginginkan sesuatu, selebihnya tetap pada posisi, bahkan makan saja mata ayahnya tetap melotot pada laptop. Belum lagi sekretaris ayah yang berulang kali telfon mengurus ini dan itu,menyebalkan sekali. Rendis jadi ikut pusing melihatnya. Ke kantor ataupun tidak pria itu tetap saja sibuk. Sedangkan dia, diserang bosan parah dan gundah gulana.

" Ayah....." Panggil Rendis ragu.

"Hemm kenapa Ren? Ingin sesuatu?" Jefry segera meletakkan laptopnya dan menghampiri Rendis. Rendis meringis, pasti sofa yang diduduki ayahnya panas, dirasa tak ada pergeseran sedari tadi. Lupakan! Kenapa malah bahas itu sih?

"Uhmm bosan mau pulang boleh? Rendis udah sembuh kok." Pinta Rendis memelas. Dia juga kesal, kemana dokter Fadly itu, janjinya setelah pemeriksaan nanti dia boleh pulang, dengan catatan kondisinya telah stabil. Tapi hingga sekarang menunjukkan pukul 4 sore, batang hidung dokter itu belum juga muncul. Dasar Jomblo, pantas saja tidak ada perempuan yang mendekati, pembual begitu mana ada yang mau.

"Iya nanti ya, kita tunggu dokter Fadly memeriksamu, jika kondisimu sudah baik, nanti kita pasti pulang sayang, sabar ya." Jelas Jefry lalu mengelus rambut anaknya pelan. Jefry tau anaknya dilanda bosan tingkat tinggi, anak ini memang selalu tak betah berada di rumah sakit, seakan berada di neraka mungkin pikirnya.

"Ahh ayah....Om Fadly itu bohong, mulai tadi ditungguin gak ada muncul, aku udah sembuh ihhh, ayo pulang pweaseeee!" kesal Rendis bibirnya sudah maju beberapa senti saat ini.

"Hei gak sopan Rendis, mungkin om Fadly masih ada urusan, sabar dulu ya." Rendis hanya mengangguk lesu. Lalu mulai berbaring memejamkan mata, mungkin dia akan tidur saja, daripada ditelan rasa bosan.

"Mending kamu istirahat lagi aja deh, sini peluk dulu, hemm...oh iya nanti temen teman kamu mau jenguk kamu kesini loh."

"Eh? Beneran yah? Wahhhhh asik dong nanti pesan go food ya yah hehehe." Mata yang semula terpejam nyaman karena terbuai dengan pelukan hangat sang ayah, kini terbuka lebar dengan pancaran semangat seakan menang lotre.

"Tenang aja sayang bisa diatur kalo itu." Jefry tersenyum melihat tingkah anaknya. Memang ajaib anaknya ini.
_____________________________________

"Ibu, ibu sekarang dimana ya? aku rindu ibu." Gumam Rendis sendirian. Jefry baru saja keluar karena ada urusan kantor mendesak. Walaupun harus dipaksa dulu, karena Rendis benar tidak papa ditinggal sendirian, dia sudah baik-baik saja.

Mengenai kejadian semalam, dia tak berani menanyakan mengenai ibunya, Rendis akan menunggu ayahnya menjelaskan sendiri nanti kepadanya sesuai dengan janji ayahnya. Kejadian malam itu sangat mengerikan, ia sangat takut melihat ibunya yang berubah bak seorang monster, serta ayahnya yang berani main tangan pada ibunya dan membentak dirinya.

"Punten kang! Go pudddd!" Teriak seseorang dari balik pintu memecahkan lamunan Rendis.

"Heol? anak nakal! kau nakal!" Baru saja bertatap muka, Hendra sudah mengomel.

"Ihh kalau cuman mau ngomelin aku, mending kalian gak usah kesini deh." Rendis memalingkan mukanya lalu memasang wajah sengit menatap Hendra yang kini menghembuskan nafas kasar.

"Sewot banget atuh bocil 1 ini" Lanjut Hendra membuat Rendis semakin ingin menguncir mulut temannya ini agar diam.

"Bagaimana keadaanmu Ren? " Tanya Jordan sembari meletakkan buah buahan yang mereka bawa dinakas.

"Aku? Baik, sangat baik seperti yang kalian lihat, bahkan aku bisa memiting leher Hendra saat ini." Jawab Rendis sembari memelotot pada Hendra yang geleng-geleng kepala melihat tingkah temannya.

Suara Hati RendisWhere stories live. Discover now