BAB III : How It Began

331 60 19
                                    

Ternyata benar, pertemuan pertama itu menumbuhkan rasa penasaran, sedangkan pertemuan kedua menumbuhkan rasa rindu, dan pertemuan selanjutnya hanya meninggalkan rasa candu. Aku sengaja menciptakan kebetulan - kebetulan lain denganmu, karena terkadang jodoh itu perlu dijebak bukan ditunggu.

 Aku sengaja menciptakan kebetulan - kebetulan lain denganmu, karena terkadang jodoh itu perlu dijebak bukan ditunggu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mr. Shitty?!"

"Kau?! Akh..."

Sepasang obsidian yang tadinya telah mengunci tatap, siap untuk menghardik gadis menyebalkan yang sialnya malah memakai rompi petugas medis. Sunghoon membatalkan niatnya kala rasa sakit itu mengambil kuasa hingga dirinya meringis hebat. Dirinya kini dibawa dengan tandu ke salah satu ruangan. Dipindahkan ke single bed yang terbuat dari bahan polyurethane yang dapat menyesuaikan dengan kondisi tubuh, baik terlentang, miring atau tengkurap.

4 orang petugas medis diantaranya Rei, Wonyoung dan 2 pria lain yang mengangkat Sunghoon dengan tandu sontak terkejut saat mendengar permintaan yang terlontar dari pemain skating itu.

"Bisakah kalian meninggalkan kami berdua? Aku ingin gadis ini yang mengobatinya."

Rei mendadak kikuk sebelum melempar tatap penuh tanya kepada dua orang tersebut. Ia kembali memberikan satu sirat tuntutan tak kasat mata pada Wonyoung.

"Kau berhutang cerita padaku Allen." Bisik gadis Jepang itu sebelum berlalu meninggalkan ruangan. Begitu pula 2 orang pria yang ikut mengangkat pemain skating itu kemari.

Hening menyapa, Wonyoung berdiri canggung kala manik kelam itu terang - terangan menghunus nya bak sebilah pedang. Ternyata euforia kemarin bukanlah akhir dari cerita mereka. Wonyoung hanya terlalu dini merasa senang karena rasa kesal di hatinya terbayar tanpa tahu betul siapa sosok tersebut.

Kilas balik itu kontan berputar kembali di dalam benaknya, bak kaset rusak sewarna hitam putih yang merekam adegan itu dengan sempurna. Sebelum akhirnya ia kembali ditarik dari alam bawah sadarnya saat pria itu meraih pergelangan tangannya untuk mendekat.

"Apa tidak ada yang ingin kau sampaikan Nona?"

Wonyoung menunduk mendengar nada sinis yang barusan ia dengar. Entah kemana hilangnya semua rasa kesal yang kemarin membuncah di dalam dadanya. Bahkan otaknya seolah tak ingin bekerja untuk menyusun satu kalimat pembelaan.

"Aku... Maaf."

Sunghoon menggelung celana training miliknya perlahan. Sementara Wonyoung, si pelaku utama malah meringis kala melihat lebam keunguan yang menghiasi kulit seputih susu itu.

"Lihatlah apa yang kau perbuat. Bagaimana caramu bertanggung jawab karena mencederai seorang atlet—" Sunghoon mengambil jeda pada kalimatnya. Obsidiannya mendapati satu buah pin nama yang tertera di rompi gadis itu "Nona Allen?"

"Aku tidak tahu kalau kau adalah seorang skater." Cicit gadis itu kecil.

"Jadi maksudmu kalau aku bukan seorang atlet, kau tidak akan merasa bersalah begitu?"

Milan, I'm in LoveWhere stories live. Discover now