Dua

177 36 4
                                    

Kembali, dan lagi Gaffi beralasan tidak bisa menjemput Ezio hari ini. Sekarang dia memakai jurus menghilang di telan bumi, berkali-kali di chat dan telfon namun tidak ada jawaban.

Pagi yang sudah cukup terang untuk menyinari para makhluk bumi seolah berkata agar Ezio secepatnya menuju sekolah. Dia tidak mau kedisiplinan waktunya rusak jika hari ini terlambat.

Menyesali penolakan sang kakak yang mengajaknya berangkat bersama karena dia juga ada kelas pagi, menjadi keluhan Ezio yang meramaikan rumah.

"Zio, itu ada temennya di depan." Bunda membuka pintu kamar tanpa permisi, sudah kebiasaan.

"Lah? Katanya Gaffi gak bisa jemput."

"Bukan Gaffi, ini yang kemarin. Siapa namanya?" Bunda mengernyit berusaha mengingat. "Duh, lupa mulu deh Bunda."

"Kak Baga?"

"Iya ya? Itu pokoknya, yang manis itu."

"Manis apanya? Emang dia kecap?"

Bunda tersenyum. "Mukanya tuh teduh, betah gitu kalo diliatin seharian."

Teduh apanya, yang ada orang pada takut sama dia.

"Yaudah, Zio berangkat dulu."

"Salam buat Baga ya."

"Apaan sih Bun, udah ketemu kan tadi."

"Ya gapapa, Bunda kan ramah orangnya."

Setelah salim, Ezio bergegas keluar rumah. Membuka pintu dan melihat Baga yang sedang duduk di teras dengan jaket andalannya.

Fokusnya sedang teralihkan pada layar ponsel yang sedang membuka instagram. Ezio sempat melirik dan melihat profile pria di sampingnya ini. Benar-benar tidak ada foto diri sendiri, semuanya tentang motor, voli dan beberapa pemandangan kehijauan dan pantai.

"Kak."

Baga mengangkat kepalanya. "Udah siap?"

"Pasti Gaffi nyuruh lo lagi ya? Maaf banget, tuh orang emang ngeselin. Besok gak usah nurut kalo dia nyuruh jemput gue, gampang kok gue bisa berangkat sendiri."

Ucapan panjang Ezio dibalas dengan singkat oleh Baga. "Gue yang mau."

Dahi Ezio mengkerut. "Hah?"

"Lo kalo pagi emang selalu budek ya?"

"Ini lo yang mau sendiri jemput gue?" Tanya Ezio meyakinkan.

"Gak boleh?"

Ezio gelagapan. "Boleh sih, tapi gue yang gak enak jadinya."

"Biar gampang ngomongin latihan."

"Hari ini latihan apa?"

Mereka berjalan menuju motor Baga, menyalakannya dan memberikan helm untuk Ezio. Menyuruhnya naik dan melanjutkan obrolan sembari menuju sekolah.

Di jalan, Baga menjelaskan kalau hari ini akan ada sesi workout dulu sebelum nanti akan sepenuhnya berlatih pukulan dan loncatan. Karena memang bagian ini harus dipupuk dari awal sampai akhir jadwal latihan nanti.

"Karena lo jadi spiker, tugas utama lo ya mukul bola." Jelas Baga.

"Emang kalo dulu lo jadi apa?"

"Spiker atau blocker, pelatih suka gonta-ganti posisi gue."

"Tapi lebih nyaman jadi apa?"

"Spiker."

Mereka berhenti sejenak di warung pinggir jalan, Baga ingin membeli rokok. Menawarkan Ezio juga tapi langsung ditolak tegas.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang