49. Pacaran (Tamat)

Start from the beginning
                                    

Bella masuk, ada sekitar 20 orang yang ada di dalam dengan kondisi yang berbeda-beda. Ada yang masih berbaring, membawa-bawa tiang infus, hingga yang sudah bisa duduk santai karena nyaris sembuh.

Tatapan mereka sulit diartikan. Tidak terlihat senang, tapi tidak besar membenci juga. Mungkin mereka masih bingung, karena orang yang menyerang mereka, juga orang yang menyelamatkan mereka.

Benar, mereka budak-budak itu. Tidak seperti korban lain yang Bella bawa ke rumah sakit Alfian, Bella menyuruh anak-anaknya untuk menyembunyikan para pengkhianat yang gagal itu pada salah satu rumah yang pernah Bella gunakan untuk merawat anak-anak jalan.

Bella bahkan meminta Alfian untuk memalsukan kematian mereka sebagai bayaran atas pertarungan terakhirnya. Secara kasar, sekarang mereka tidak punya identitas di sini. Semua datanya sudah hilang.

"Mungkin udah ada yang jelasin ke kalian, kalo sekarang kalian nggak lebih dari arwah gentayangan."

"Apa maksudnya? Nggak puas bikin kita selama ini tersiksa, sekarang lo mau bikin kita jadi anjing lo?"

Bella meniupkan napas. "Kalian belum buka paketnya ya?"

Bella berjongkok, menarik sebuah kardus yang masih terbungkus rapat di bawah meja. Tanpa alat bantu apa pun, Bella pun membuka paket itu. Ada dua map yang masing-masing cukup tebal. Bella menjatuhkannya agak kasar ke atas meja.

"Yang biru identitas baru kalian dan merah data dari tempat asal kalian." Penjelasan Bella membuat mereka tercengang. Mereka saling pandang satu sama lain. Bukan tidak percaya, tapi yang Bella katakan adalah hal yang benar-benar besar.

"Pilih sendiri. Mau tetep tinggal di Indo, atau balik ke negara masing-masing

Levin yang terlihat kurang yakin membuka map itu, mencari di antara beberapa tumpukan kertas itu kemudian tertegun. Tangannya bergetar bergiti melihat foto-foto lawas. Bella tidak asal bicara, dia juga menyertakan bukti-bukti yang akurat.

"Gue nggak butuh anjing. Anak-anak gue jauh lebih hebat. Buat apa megang orang yang bahkan nggak bisa nyari asal usul sendiri kayak kalian."

Bella kembali mendekat ke arah Gavin yang memang dia suruh menunggu di ambang pintu.

"Gue nggak akan pernah datang ke rumah ini lagi sampai kapan pun. Gue harap kita nggak akan ketemu lagi. Terserah mau kalian tinggal di sini, atau mau dijual buat ongkos pulang. Gue nggak peduli."

"Nanti malem bakal ada yang ngirim persediaan makanan dan obat, cukup buat dua minggu ke depan. Jadi cepetan pulih dan cari makan sendiri."

Bella mengamit lengan Gavin lalu kembali membawanya keluar. Kembali melintasi halaman luas itu.

"Udah gitu aja?" tanya Gavin yang sedikit heran. Perjalanan ke sini tidak sebentar, Bella yang terus meneror agar dipinjamkan motor dari kemarin membuat Gavin tentu tidak menyangka bahwa dia hanya menghabisakan waktu beberapa menit. Bahkan tidak sempat duduk sama sekali di dalam sana.

"Gitu aja gimana? Lo tau nggak berapa duit yang harus gue keluarin bukan kumpulin kertas-kertas itu? Asal lo tau sisa duit gue sekarang bahkan nggak sanggup ganti uang bensin lo buat pulang."

Gavin memandang Bella serius. Entah apa yang bisa dibandingkan dengan kebaikan Bella. Dia bahkan menolong keluarganya bahkan di saat cewek itu tidak mendapatkan keuntungan sedikit pun.

"Kenapa harus sampe segitunya?"

Bella melirik Gavin dengan mata yang menyipit. "Seseorang udah ngajarin tentang konsekuensi padahal," ucapnya dengan bibir menipis.

"Gimana pun gue yang hajar mereka. Gue yang bawa mereka juga. Kalo gue nggak kasih modal, mereka bisa aja ngelakuin hal gila kayak bom lagi, jadi ...."

"Itu kesalahan mereka, lo bahkan nggak tepat buat  tanggung jawab."

Pacaran [TAMAT]Where stories live. Discover now