Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
˚ ༘♡ ·˚꒰ part 02 ꒱ ₊˚ˑ༄
Interior megah ini masih terasa asing meski lebih dari sebulan menjadi objek pandang Tisa. Pusat atensi sepasang netra biru beralih pada lampu gantung berkaca bening dengan ukiran halus yang membuatnya tampak meriah. Kemewahan yang akhirnya Tisa cicipi setelah melewati masa kelam yang tidak terprediksi olehnya.
Kecelakaan, dan kematian datang dalam jarak waktu tipis. Menoreh luka tak kasatmata pada Prateesa Tanishka yang belum genap berusia enam belas tahun.
Ketukan pada pintu mengejutkan Tisa, lekas tangannya menghapus air mata yang entah kapan mengalir dipipi seraya bangkit dari ranjang.
“Kak Rana?” Tisa menggumam, gugup menyerang mendapati Rana di depan kamarnya.
Rana menegakkan tubuhnya yang semula bersandar, mendekati Tisa yang memegang erat gagang pintu seolah ingin meremukkannya. Kecanggungan cewek ini membuat Rana mendengus.
“Gue boleh masuk kamar lo?”
“Eh?”
Jantungnya tidak bisa menahan debaran keras mendengar pertanyaan —yang bukan lagi berlaku sebagai pertanyaan karena Rana dengan santainya memasuki kamar Tisa. Dan Tisa hanya bisa pasrah ketika Rana pun turut menariknya untuk menyuruhnya duduk di ranjang.
Rana dan ketidaksabarannya jelas tidak akan menunggu jawaban Tisa yang terkadang mengalami malfungsi saat berinteraksi dengannya.
“Kak?!”
Tisa bergerak panik menyentuh pundak Rana yang tiba-tiba berlutut dengan satu kaki di hadapannya, memintanya beranjak. Tapi, cowok itu tidak bergeming, justru melayangkan lirikan tajam yang membungkam Tisa.
“Jangan banyak gerak, Prateesa.”
Rana membuka salep yang diambilnya dari saku celana, menarik gaun tidur Tisa hingga paha, dan mengoles salep pada lebam di lutut kanan cewek itu. Tatapan Rana tidak menunjukkan suatu arti, hanya fokus pada apa yang dilakukannya, mengabaikan sikap Tisa yang meremat gaun tidur berwarna merah delima yang dikenakannya.
Hening menerpa. Pikir Tisa, Rana akan segera meninggalkannya begitu selesai. Nyatanya, dengan posisi tidak berubah, netra hijau zamrud bertemu dengan biru miliknya ketika Rana mengangkat wajah.
Di dalam ruangan yang hanya mengandalkan cahaya lampu tidur, sorot tidak meredup dari kedua mata Rana. Tampak bercahaya dengan pesona magis yang membelenggu Tisa hingga tidak berniat berpaling.
Bagaimana bisa seorang manusia memiliki mata seindah itu, menjadi pertanyaan setiap Tisa menatap Rana.
“Sorry,” ujar Rana memecah hening. “Buat luka lo, dan ketakutan yang rasain tiap ada gue,” lanjutnya lirih.
Aliran darah kian terasa saat menatap biru teduh menenangkan milik Tisa. Menghantarkan rasa tidak biasa, gelora hangat yang nyata dalam tiap titik tubuh Rana. Ia menggigit bagian dalam pipinya sembari merunduk demi menyembunyikan dalam-dalam pikirannya yang nyaris kentara dalam sorot matanya.
“Tetap dipake sampe lebamnya hilang.” Rana menaruh salep ke atas nakas. “Mulai besok bareng gue ke sekolah,” tukasnya, melirik sekilas Tisa yang tidak mengalihkan pandang darinya, kemudian melangkah keluar kamar seraya menutup pintu.
Meninggalkan Tisa dengan segala pemikirannya yang urung terucap.
˚ ༘♡ ·˚꒰🦊🍒🐰꒱ ₊˚ˑ༄
selesai ditulis, jumat, 27 oktober 2023.
cuma satu scene wkwkwk sekali lagi ini cerita ringan dan pendek.