"Makasi Asami..." Ucapnya sambil mulai meminum teh itu.

"Samasama. Kayaknya maag Kak Pwita kambuh deh."

Ruka yang sedang menyelimuti Canny dan Ramie yang kembali tidur karena kelelahan pun menengok cepat. Kedua alisnya terangkat. "Kalian belum makan siang?"

"Belum, Kak." Asa menjawab jujur.

Sedangkan Pwita meringis ngeri melihat tampang kakaknya yang berubah kesal. Ruka sangat benci ketika para adiknya melewati jam makan. Karena ia tahu, adik-adiknya itu sangat tidak boleh melewati jam makan barang sedetikpun jika tidak ingin maag mereka kambuh. Ini baru hanya Pwita yang sampai muntah, jika semua adiknya mual dan muntah akan bagaimana nasib Ruka selanjutnya?

Mendesah berat, Ruka memijat keningnya sendiri. "Ini Paman Lim kemana? Bisa-bisanya nggak mastiin kalian udah makan atau belum sih!" Omel Ruka.

"Kalian juga kenapa ngelewatin makan siang? Papi udah kasih prabayar di kantin sekolah kalian kan? Bisa pesan apapun sepuasnya, nggak perlu mikir bayar. Cuma tinggal pesan doang. Gampang kan? Kenapa bisa sampai nggak makan siang di sekolah?! Heran banget deh!"

Si bontot dan si kembar nomor dua benar-benar tidak terusik oleh omelan panjang si sulung Kim. Sepertinya selain karena lelah, mereka sengaja melelapkan diri agar rasa lapar diperut mereka tidak terasa

Yap. Semua adik-adik Ruka memang belum makan. Mereka sama sekali tidak kepikiran untuk mengisi perut. Bagaimana tidak, anak-anak Kim itu kan dipusingkan dengan masalah si bungsu. Ditambah nafsu makan mereka sudah anjlok sejak pagi.

"D.O~... YUHUU MAKANAN DATANG!"

"YAH PAMAN LIM!"

Teriakan saling bersahutan menggema. Lim yang baru saja tiba bersama dua kresek besar di tangannya pun terkesiap. Terkejut dengan wajah memerah Ruka yang menodong garang.

"K-kenapa?"

"Paman gimana sih?! Kenapa adik-adik Ruka dibiarin kelaparan?! Mereka nggak boleh telat makan, Paman. Ruka aduin ya ke mami." Ruka benar-benar kesal. Apalagi dengan muka pamannya yang malah cengengesan.

"Maaf Kakak Ruka... Ini loh makanya paman keluar lagi buat beli makanan. Jangan aduin ke mami kamu ya... Please!" Lim masuk ke dalam ruangan sambil meletakkan dua kresek besar itu di meja. Lalu dia meraih bahu Ruka yang masih menyalang sebal padanya.

"Paman beli dua ember chikin juga loh. Mau nggak?"

Ruka memalingkan muka, berusaha menyembunyikan tampang 'muka pengen'-nya yang pasti sangat kentara sekarang. Mendengar menu yang dibeli Limario itu, cacing-cacing di perutnya mendadak bergoyang meminta jatah.

Asa dan Pwita hanya menyimak kelakuan sebelas dua belas antara seorang paman dengan keponakannya itu. Mereka berdua duduk berdampingan setelah Asa menaikkan suhu AC dan mengambil minyak telon milik persediaan Rora.

"Aku bantu balurin ke perut ya, Kak. Biar enakan dikit."

Pwita menurut, ia pun memposisikan diri dengan nyaman sambil bersandar. Perutnya masih bergejolak tidak karuan. Asa yang berada di sebelah kirinya langsung menyingkap sedikit baju dan mengolesi minyak ke perut kakaknya.

Saat sedang dipijit pelan, Pwita menutup mulut dan hidungnya dengan tangan. Lalu berlari lagi ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan bening yang tersisa sangat pahit di mulutnya.

Panik, Asa segera berlari menyusul Pwita, membantu memijat tengkuk kakaknya yang masih muntah.

Ruka dan Lim yang sedang menyiapkan makanan di meja pun ikut cemas dan menyusul Pwita ke kamar mandi.

"Maafin paman ya. Pwita jadi sakit gitu."

Pwita tersenyum lemah. "Paman jangan merasa bersalah, orang paman nggak ada salah kok. Pwita aja yang nggak aware sama diri sendiri."

la famille | Babymonster ✓Where stories live. Discover now