22] fluctuation

248 34 0
                                    

Akhirnya setelah menghadapi drama pelik tadi, Lim berhasil mengantarkan para anak Kim ke rumah sakit dengan selamat. Minus Yona yang memaksa turun di kantor Jennie.

Dengan lunglai, Lim menggiring para gadis yang lebih persis seperti anak ayam-ayam itu menuju ke ruang intensif Rora. Dengan penuh kepatuhan, mereka mengikuti arahan paman kesayangannya tanpa banyak kata. Mungkin mereka juga masih syok dengan kemarahan Yona di mobil tadi.

Apalagi sang terkecil, Canny hanya mengambil beberapa menit memandangi saudara beda satu tahun dari balik kaca ruang perawatan. Disana terlihat sang kakak yang masih setia menutup mata dengan Jisoo yang menelungkupkan muka di samping tubuh Rora. Sepertinya sang papi tak sengaja tertidur. Lalu dengan lesu, Canny berjalan menuju ruang istirahat di samping ruang perawatan.

Selepas melempar tasnya ke sembarang arah, Canny menubruk tubuh kakak sulungnya yang terlentang di sofa dengan waslap menutupi wajah ayunya. Sepertinya Ruka juga tertidur, dilihat dari desah napasnya yang teratur.

Sedikit menggeliat, Ruka mengintip sebentar makhluk apa yang tiba-tiba saja menindih tubuhnya. Tahu bahwa itu salah satu adiknya, Ruka mengambil tubuh itu dan membawanya lebih mendekat. Takut jika adiknya akan terguling dari sofa.

"Adeknya kakak udah pulang?" Tanyanya dengan mata kembali terpejam.

Hanya gumaman tak jelas dari Canny sebagai jawaban. Dia lebih memilih menduselkan wajahnya di ceruk leher sang kakak, mencari posisi ternyamannya.

Ruka tidak lagi bertanya. Rasa lelah setelah seharian menunggui Rora dan mengerjakan beberapa tugas kuliah yang sengaja dibawa ke rumah sakit, benar-benar menggerogotinya sekarang. Setelah tadi selesai menyeka tubuh adiknya, Ruka buru-buru kembali ke ruang istirahat untuk merebahkan tubuh. Maklum, remaja jompo.

Aurora mereka masih betah terlelap. Dokter sengaja membuatnya tertidur lama agar kondisinya cepat pulih. Mungkin nanti malam ataupun besok pagi, Rora akan terbangun dan sehat kembali.

Sementara, Pwita yang masih bertahan memandangi Rora tiba-tiba merasakan gejolak hebat di perutnya. Ia segera berlari bahkan sampai tak sengaja menabrak bahu Ramie saat menuju kamar mandi yang ada di dalam ruang istirahat.

Terlonjak karena suara hempasan pintu yang mendadak, Ruka dan Canny terduduk spontan dari tidurnya sambil mengerjapkan mata. Menatap pintu kamar mandi yang terdengar suara seseorang seperti sedang muntah. Mereka pun berpandangan, saling melempar tanya lewat tatapan hingga Ramie dan Asa muncul di ambang pintu menyeru nama putri kedua Kim dengan panik.

"Yang lari ke kamar mandi itu Pwita?" Tanya si sulung yang diangguki kompak oleh Asa dan Ramie.

Ruka pun akhirnya memutuskan menyusul adiknya yang berada di dalam sana. Dia melihat Pwita sedang membasuh mulutnya menggunakan air keran wastafel yang mengalir.

"Pwit, kamu nggak papa?" Ruka mengusap punggung gadis itu yang menjawabnya dengan anggukan kecil.

Pwita menatap sang kakak dari cermin di depannya. "Kakak kebangun gara-gara denger suaraku ya? Maaf."

"Nggak masalah. Ini kamu yakin nggak kenapa-kenapa?" Tangan Ruka tergerak merapikan helaian rambut Pwita yang menghalangi pandangan matanya.

"Aku baik-baik aja, Kak Ruka." Bibirnya tersenyum untuk meyakinkan kakak sulungnya itu.

"Mau aku beliin teh hangat, Kak?" Tanya sebuah suara dari balik pintu. Kepala Asa melongok dengan masih menyiratkan kekhawatiran. Asa menebak jika maag kakak keduanya itu kambuh mengingat mereka belum sempat makan siang.

Pwita menengok seraya mengangguk. "Boleh, Sa. Maaf ngerepotin."

Selang delapan menit, Asa kembali ke ruang istirahat dengan segelas teh hangat di tangannya. Pwita menerima dengan bibir sedikit pucat yang menampilkan senyuman manis.

la famille | Babymonster ✓Where stories live. Discover now