Tujuh: My Way

3 0 0
                                    

Tiga Hari Kemudian

Mana janji manismu
Mencintaiku sampai mati
Kini engkau pun pergi
Saat ku terpuruk sendiri
Akulah sang mantan...
Akulah sang mantan...
...

Melodisnya lagu Sang Mantan dari Nidji terdengar sendu menemani waktu luang Askar ketika jam pelajaran kosong. Suasana kebisingan kelas masih saja tak kunjung reda. Semua asyik dengan kegiatannya masing- masing. Ada yang nonton film, ada yang main PES, ada yang baca buku, ada yang ngobrol bareng, tak terkecuali Askar yang tengah sibuk memainkan handphone-nya.

"Gimana ya hasil pengumuman lomba paper hari ini? Cari tahu aja ah! Mumpung ga ada kerjaan, siapa tau aku bisa kenalan sama yang menang," gumamnya dan tersenyum sendiri.

Dhita, April, dan Viona yang menyaksikan tingkah aneh Askar yang tersenyum sendiri, mengerutkan alisnya dan saling memandang, kemudian tertawa.

Askar tak menghiraukan apa yang diekspresikan temannya. Memang Askar merupakan orang yang tak banyak bicara, apalagi soal mengurusi hidup orang lain. Ia sosok yang paling anti membicarakan keburukan orang lain dan menilai seseorang sebatas dari fisiknya. Menurutnya, setiap orang pasti punya keburukan sesuai kadarnya dan orang yang membicarakan keburukan orang lain itu jauh lebih buruk dari orang yang dibicarakannya. Lagi, fisik seseorang tidak akan pernah bisa dijadikan patokan tentang baik buruknya nilai diri seseorang.

"Kamu ingat gak password akun ig yang kemarin kamu buatkan?" tanya Askar melepaskan earphone dari telinganya.

"Ingat. Nah, simpan baik-baik kertas itu. Jangan sampai hilang!" Rina menyerahkan potongan kertas yang bertuliskan password akun ig Askar.

"Makasih, ya, Rin. Aku belum apa-apa sudah lupa aja," kata Askar sambil tertawa kecil.

Rina mengangguk lalu memberikan jempolnya untuk Askar yang berarti 'oke'.

Askar mencari akun ig @oaxixugm dengan rasa penasaran yang menggebu. Loading yang lambat karena sinyal kurang bagus semakin membuat batinnya dag-dig-dug. Terlihat sebuah grid post yang menyajikan banyak informasi. Dengan hati-hati, Askar mengklik postingan gambar yang bertuliskan finalis paper. Ia membaca isi caption itu dengan penuh pengharapan.

Sontak saja, ketika melihat namanya berada dalam caption finalis paper tersebut, Askar kaget  tak percaya dengan apa yang dialaminya. Ia memukul kepalanya dengan sebuahbotol, terasa sakit. Ia benar-benar senang dan melakukan sujud syukur. Air matanya tanpa terasa terpancar dari wajahnya yang penuh haru. Mimpinya untuk terbang menaiki pesawat dan berangkat ke pulau Jawa sebentar lagi terwujud

Namun, ia tak ingin memberitahukan hal tersebut kepada teman sekelasnya karena masih belum mendapat kepastian dari pihak sekolah bahwa dirinya akan berangkat ke Yogyakarta. Meskipun, teman sekelasnya teperangah melihat apa yang barusan dilakukan Askar.

Sekali lagi, Askar membaca kembali postingan tersebut. Tampak ada sesuatu yang aneh. Finalis dari sekolah lain masing-masing dengan dua orang, sedangkan ia hanya seorang diri mewakili sekolahnya. Dengan bergegas, ia menuju ruang Produktif Akuntansi untuk bertemu Ibu May.

Ia melangkah cepat dengan segenggam handphone berisi berita gembira itu. Ia ingin menunjukkannya kepada Ibu May. Wajahnya terlihat sangat cerah, secerah impiannya yang akan terwujud dalam waktu dekat.

"Assalamualaikum," ucap Askar.

"Waalaikumussalam. Nyari siapa Askar?" sahut Bu Yani.

"Ibu May ada di mana ya, Bu?"

"Nah, kebetulan hari ini Bu May gak masuk karena sakit. Mungkin akan kembali lusa," jelas Bu Yani.

Askar diam sejenak. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Revision of 720 JamWhere stories live. Discover now