Dimulai

297 50 3
                                    

Tidur nyenyak yang diharapkan oleh Ezio tidak terjadi. Kepalanya dipenuhi oleh hal negatif yang akan menimpa dirinya. Pantas dan harus sekali dirinya dikasihani sekarang karena mimpi buruknya akan segera dimulai.

Kesialannya sudah terbukti saat ini juga dikala Gaffi tidak bisa menjemputnya. Beralasan ban motornya bocor dan akan telat ke sekolah, jadi dia menyuruh Ezio berangkat duluan. Tadinya dia ingin menunggu saja biar sama-sama terlambat, tapi temannya itu malah meminta sang kakak kelas alias Baga untuk menjemput Ezio.

Cukup berani juga Gaffi menyuruh Baga, itulah kenapa dia punya mulut tapi tidak pernah berpikir. Sampai tadi ketika menghubungi Baga, sejuta kalimat membujuk dia ucapkan.

"Kasian temen gue, Kak."

"Gak ada kepentingan juga gue jemput dia."

"Kan, lo ada jadwal latihan sama dia. Jadi bisa sambil ngomongin itu nanti."

"Bisa diomongin pas di sekolah."

"Kita kelas satu lagi sibuk sama pelajaran, yang ada malah gak sempet ngobrol."

"Pulang sekolah bisa."

"Anggap aja perkenalan dulu, jadi nanti latihan udah ada chemistry biar gampang."

"Lo kenapa maksa banget."

"Kasian dia belum masuk ekskul apapun."

"Bukan, lo kenapa maksa gue biar jemput, ngobrol sama dia?"

"Membangun ikatan yang baik antara kakak dan adik kelas, lagi gak ada ruginya jg kan?"

"Kirimin alamatnya."

"Cakep, gitu dong."

Kalau berbincang lewat ponsel Gaffi baru berani, coba disuruh berkomunikasi langsung. Diam seribu bahasa, otak tidak bekerja. Padahal memang sebenarnya dia juga tidak punya pikiran.

Sekarang disinilah Baga, duduk manis di atas motornya dan Ezio hanya diam mematung di hadapannya tidak berani melihat.

"Nunggu apaan? Naik."

"Maaf Kak, udah bikin repot."

"Yaudah cepet naik, nanti kalo telat malah repot beneran."

"Yakin gapapa?"

"Mau gue tinggal?"

Buru-buru Ezio naik di jok belakang dengan duduk agak berjarak. Motor besar Baga hanya punya dua pilihan, antara dia merapat dengan posisi menungging atau duduk tegak dengan jarak berjauhan. Tentu pilihan kedua yang tepat.

Seisi sekolah dibuat heran oleh kedatangan dua manusia ini disaat bersamaan. Datang berdua dengan Baga yang rela menjemput itu adalah mukjizat nyata. Karena tidak pernah sekali pun terlihat dia membonceng orang lain.

Bahkan Arvi dan Erlan yang juga baru sampai, dibuat menganga dengan kejadian ini. Mereka menghampiri Baga setelah Ezio mengucapkan terima kasih dan pergi.

"Kesambet apaan lo?" Serang Erlan langsung.

"Lo gak lagi sakit, kan?" Timpal Arvi.

"Dia gak ada yang jemput."

"Lah, terus?" Arvi seperti melihat sosok yang berbeda dari Baga.

Sebenarnya malas juga untuk Baga mejelaskan panjang lebar. "Gue ditelfon Gaffi, dia minta tolong buat jemput Ezio."

"Iya, terus lo kok mau?" Tambah Erlan.

Tidak ada jawaban, nihil. Baga meninggalkan kedua temannya yang masih diam terpaku.

KaharsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang