17. Kunjungan Calon Menantu

85 34 31
                                    

Good Morning!

Ada yang baca cerita ini di pagi hari? 😂

AYO TEKAN TOMBOL BINTANG DI BAWAH, NANTI LUPA! daaan tinggalkan komentar terbaik kalian!

Happy Reading!
****

Udara dingin berhembus, menyebar melalui deru angin yang halus. Begitu saja setiap pagi, kedinginan yang dirasa tak bisa dihindari.

Gadis sulung yang sudah sah bertunangan tadi malam terbangun tiba-tiba. Tak seperti biasanya, menunggu omelan Buna. Dia langsung beranjak dari kasurnya.

Senandung membuka pelan pintu kamarnya supaya tidak ada siapapun yang tahu kalau dia sudah terbangun. Saat dia melihat ponselnya tadi, jam baru menunjukkan pukul 4 dini hari. Itu tandanya waktu subuh belum tiba.

Senandung mengintai dapur secara perlahan. Tidak dilihatnya siapapun, Buna dan Swara masih belum terbangun.

Senandung mengikat rambutnya yang saat ini tergerai. Ia menggulung kedua lengan bajunya, dan berniat untuk mencuci piring kotor sisa tadi malam.

Hingga Senandung selesai, masih belum ada tanda-tanda kehidupan di rumahnya. Senandung yang melihat tidak ada sisa makanan lanjut memasak nasi. Kemudian, ia membersihkan diri dan berwudhu hingga waktu subuh tiba.

Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar pelan dikamar Senandung. Gadis itu tidak kuasa menguatkan suaranya. Dia dengan fokus membaca ayat demi ayat.

"Kamu yang mencuci semua piring ini Swara?" tanya Buna yang baru saja selesai sholat subuh.

Swara menggeleng, tentu saja bukan dirinya. "Aku pikir Buna langsung mencuci piring tadi malam," ucap Swara seadanya.

Buna terlihat berpikir sejenak, "kalau bukan kamu dan Buna, masa iya Mbakmu?" ucapnya sambil menggelengkan kepala.

"Ga mungkin juga Abi kan Bun?" Abi yang baru datang dari masjid tidak sengaja mendengar perbincangan istri dan putri bungsunya.

Buna menghela nafasnya, "Buna ga yakin kalau Senandung yang melakukan semuanya. Lihat, jam segini saja belum bangun," ucapnya.

Buna langsung melangkah menuju kamar Senandung. Sudah menjadi tugasnya membangunkan anak perempuannya yang satu ini.

"Sen-"

Perkataan Buna terpotong saat tangannya membuka pintu kamar Senandung. Gadis sulungnya itu sedang tertidur di atas sajadah.

Perlahan, Buna menutup kembali pintu kamarnya. Ia melangkah dengan sedikit senyuman di bibirnya.

"Tumben ga ada suara Buna yang melengking," Abi melihat aneh Buna yang mendatanginya.

"Ga tahu mimpi apa anak sulung Abi itu, sekarang malah tertidur di atas sajadah," ucap Buna.

Abi terkejut mendengarnya, sikap Senandung hari ini diluar kepala. Mereka tidak pernah melihat Senandung seperti ini.

"Good Morning," Senandung yang sudah siap untuk ke TPQ ikut bergabung di meja makan. Tidak ada suara yang menjawab, keadaan terasa hening.

"Hm. Ga asik ah, ga ada yang jawab ucapan selamat pagiku," Senandung menyendok nasi goreng ke dalam piringnya.

"Jangan bikin ribut bisa? Buna ga ingat dulu ngidam apa waktu hamilin kamu," ucap Buna. Senandung selalu membuat masalah di setiap pagi bagi Buna.

Senandung terkekeh pelan, "santai dong Bun, jangan bahas masa lalu. Bahas masa depan yang sudah cerah saja," ucapnya.

Buna hampir memukul Senandung dengan sendok. Tapi itu semua ditahannya. Buna berusaha menjaga sikap di depan calon menantunya.

Calon menantu? Iya. Harsa, sejak pagi sudah berkunjung ke rumahnya. Kini, laki-laki itu sedang melihat drama pagi hari keluarga Senandung. Ia sedang duduk di ruang tamu.

"Kok Buna ga asik? Biasanya suara lengkingan Buna sudah memenuhi isi rumah. Kenapa sekarang jadi sedikit berbeda?" tanya Senandung melemparkan tatapannya ke wajah Buna penuh penasaran.

"Mbak, ada Mas Harsa di depan. Sudah di ajak makan ga mau. Mungkin Buna malu di dengar Mas Harsa," ucap Swara membuat Senandung membelalakkan matanya.

Senandung memiringkan kepalanya. Ia melihat ke arah ruang keluarga. Benar saja, laki-laki itu sedang duduk di sana.

"Ngapain dia pagi-pagi kesini?" tanya Senandung pelan. Suaranya hanya bisa didengar oleh keluarganya yang sedang berada di meja makan.

Senandung menatap Abi, namun hanya mendapatkan gelengan kepala. Ia beralih menatap Buna, namun ibunya itu hanya mengendikkan bahu saja. Sementara Swara, adiknya itu juga hanya menggeleng.

Helaan nafas kasar terdengar dari arah Senandung. Calon suaminya itu tidak ada memberi kabar bahwa akan berkunjung pagi ini ke rumahnya.

Senandung mendekati Harsa, dia benar-benar penasaran atas kunjungannya pagi ini. "Kenapa pagi-pagi sudah kesini?" tanya Senandung langsung ke intinya.

Harsa tersenyum dengan menampakkan gigi ratanya. "Good morning calon istri, tidurnya nyenyak?" tanya Harsa dengan raut wajah yang terlihat bahagia.

Bukannya menjawab, gadis itu hanya melemparkan tatapan tajam pada Harsa. "Mukanya biasa sajalah. Calon suami datang bukannya di sambut dengan senyuman bahagia," Harsa masih belum mengatakan mengenai tujuannya. Ia masih berusaha mengambil hati Senandung.

"Kak Harsa, kenapa pagi-pagi sudah kesini?" Senandung mengulang pertanyaannya dengan suara yang sedikit meninggi dan terdengar tegas. Hati Senandung belum sepenuhnya menerima Harsa.

"Senandung," panggil Abi. Ucapan Senandung sebelumnya terdengar sampai ke meja makan. Abi yang memahami sikap Senandung berusaha menegurnya. Ia tahu, anak sulungnya itu keras kepala dalam hal apapun.

"Tuh kan didengar Abi. Bicaranya pelan-pelan saja," ucap Harsa yang masih setia memberikan senyumannya.

Senandung menatap malas Harsa yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Ayo, Buna nyuruh makan," ucap Senandung.

Harsa menggeleng, "malu, masa calon menantu kerjaannya pagi-pagi numpang makan?" ucapnya.

Senandung tak habis pikir dengan sikap Harsa yang semakin tidak jelas. "Kak Harsa, ayo makan," ucap Senandung dengan menekan perkataannya.

"Nak Harsa, ayo sarapan dulu. Senandung tadi subuh sudah masak nasi, mungkin karena kamu mau kemari. Mari sini," Buna dengan halus memanggil Harsa.

Harsa dengan berat hati melangkahkan kakinya menuju meja makan. Di sana kursi sudah penuh, tidak ada kursi kosong.

"Duduk sini Kak," Senandung membawa sebuah kursi yang diletakkan di sampingnya.

Selesai makan, Abi dan Swara hendak pamit ke TPQ. Namun, Harsa lebih dulu menyampaikan niatnya. "Mohon izin Abi, Buna, mau membawa Senandung untuk membeli barang hantaran. Harsa takut salah pilih, kalau pergi bersama Senandung bisa milih sendiri," ucap Harsa sedikit ragu. Ia juga takut Abi dan Buna menolak niatnya.

"Bagus itu, pernikahan kalian kan satu bulan lagi. Harus dipersiapkan dengan matang," Buna menyetujui niat Harsa.

"Ga lama kan?" tanya Senandung. Ia khawatir mengganggu jam mengajarnya di TPQ.

"Tergantung kamu, kalau milihnya lama ya lama. Saya ikut saja," ucap Harsa. Ia tahu apa yang ada dipikiran Senandung.

Swara yang juga memahami itu ikut berbicara, "tenang saja Mbak, urusan TPQ biar aku yang ambil alih hari ini. Nanti kita giliran, Mbak gantikan aku lagi," ucapnya tersenyum simpul.

"Iya, nanti giliran. Jangan terburu-buru juga milihnya nanti tidak cocok. TPQ hari ini ada Swara yang menggantikan," Abi juga ikut menyetujuinya.

Senandung menghela nafasnya, "padahal dipilih sendiri bisa, aku orangnya ga milih-milih loh Kak," ucapnya sedikit ketus.

"Senandung," Buna menegur sikap anak sulungnya yang tidak berubah. Sudah akan menikah, namun tetap saja sikapnya tidak bisa di jaga.

****

Gimana? Dapet ga feel di couple ini?

Sudah vote kan?
Lanjut tidak?

See you~~

Senandung (On-going)Where stories live. Discover now