15. Kejutan Calon Menantu

104 38 39
                                    

Apa kabar?

Ada yang ga sabar melihat dua pasangan kita menikah nggak?

AYO TEKAN TOMBOL BINTANG DIBAWAH NANTI LUPA! daaan tinggalkan komentar terbaik kalian!

Happy Reading!!!
****

Embun pagi menyelimuti bumi. Hawa sejuk berhembus, menciptakan rasa dingin yang tidak terelakkan.

Sekujur tubuh terhanyut dalam riuhnya kehidupan alam bawah sadar. Selimut semakin erat, kakinya melengkung layaknya seekor udang yang tak bisa lurus, tegap.

"Senandung!"

Suara siapa lagi yang setiap pagi sudah berbunyi beberapa oktaf? Buna, ibu dua anak itu menjalankan tugas rutinnya, membangunkan Senandung yang tidak pernah terbangun sendiri.

"Bagaimana mau menikah kamu ini? Nanti kalau Buna ketemu laki-laki itu, tak bilangin kalau kamu anaknya susah di atur,"

Bagaimana tidak cepat tua, setiap pagi darah Buna sudah mendidih sampai ke puncak kepala.

"Bilangin aja Bun, lagian Sena belum siap menikah. Siapa lagi yang bakalan merepotkan Buna seperti ini?" ucap Senandung dengan mata yang masih terpejam. Ia belum niat untuk beranjak.

"Astaghfirullah! Harusnya kamu bersyukur ada laki-laki yang mau sama kamu. Buna tidak yakin ada pria lain seperti dia. Sekarang ayo bangun, matahari sudah mau terbit," Buna menarik kaki Senandung seperti hari-hari sebelumnya. Jika tidak dipaksa, Senandung masih belum mau beranjak.

Setiap pagi, rumah minimalis yang cukup untuk empat orang itu selalu penuh drama. Siapa lagi penyebabnya kalau bukan Senandung? Dia selalu menjadi peran utama dalam hal membuat keriuhan.

"Nasi goreng lagi Bun?" tanya Senandung yang baru saja menempati kursinya.

"Setiap hari pertanyaan kamu selalu sama. Lagian Buna sudah bilang, harus irit. Cuma nasi putih sisa kemarin yang selalu ga habis," ucap Buna berkata seadanya.

"Makanya, kalau makan nasi yang banyak. Supaya Buna tidak memasak nasi goreng setiap pagi," Abi ikut menegur putrinya.

Senandung mengangguk pasrah, "sekali-kali roti dong Bun, kaya di film-film," ucapnya.

"Nanti kalau kamu sudah menikah baru sarapannya sama roti. Biar kelaparan ga makan nasi," ucap Buna.

Senandung menggeleng, "ini nih orang Indonesia. Apa-apa nasi, apa-apa nasi, payah. Coba contoh orang luar yang sarapannya kalau bukan roti ya buah," ucapnya.

Buna yang sudah geram langsung menarik sebelah daun telinga Senandung yang tertutup hijab. "Kamu ga bisa kalau makan tuh dinikmati? Nyerocos terus. Lihat adikmu, dari tadi fokus makan ga komentar ini itu," ucap Buna.

Senandung menggosok pelan daun telinganya. "Iya, si paling fokus. Dalam hatinya juga pasti ingin berkata yang sama," ucap Senandung.

Jika diladeni, Senandung bisa berbicara tidak berhenti. Gadis itu sangat suka membuat emosi Buna mendidih. Untung saja beberapa bulan ini dia sudah membantu Abinya di TPQ, Buna merasa sedikit lega, tapi juga kesepian.

"Abi," Swara akhirnya mengeluarkan suaranya.

Abi menoleh mendengar namanya dipanggil. Buna yang juga mendengar ikut menatap Swara. Kecuali Senandung, gadis itu kini sedang berusaha menghabiskan nasi gorengnya.

"Mas Darma bilang nanti malam mau ke rumah sama Ibu dan Ayahnya," ucap Swara.

Abi mengangguk, "kita siapin jamuan seadanya saja. Palingan mau memperjelas niat baiknya kemarin," ucapnya.

"Apa tidak terlalu cepat Bi? Buna masih belum percaya Swara mau menikah," ucap Buna dengan mata berbinar.

"Lebih cepat, lebih baik Bun. Kita juga tidak boleh membiarkan hubungan mereka tanpa status. Bisa menjadi zinah jika dibiarkan lama-lama," jelas Abi.

Senandung, gadis itu tidak berniat ikut campur dalam pembicaraan keluarganya. Telinganya cukup mendengar sembari menganggukkan kepalanya.

"Laki-laki yang cinta mati sama kamu kapan mau ke rumah Sena?" tanya Buna yang menyudutkan Senandung dengan menekan kata cinta mati dalam ucapnya.

Senandung mengendikkan bahunya. Ia tidak ambil pusing dengan hubungannya saat ini. Dipikiran Senandung, jika Harsa datang dengan cepat berarti laki-laki itu benar-benar serius.

DI TPQ hari ini terasa sunyi. Darma yang menjadi rekan Senandung meminta cuti sehari karena mau mempersiapkan pertemuan keluarganya nanti malam. Sementara Harsa, laki-laki itu juga tidak menampakkan batang hidungnya hingga siang hari.

Senandung sibuk dengan beberapa materi yang dikirim Darma melalui ponselnya. Ia harus menggantikan rekannya itu untuk memberikan materi hari ini.

Swara yang tahu Senandung kerepotan berniat membantunya. Ia takut saudaranya itu tidak bisa menangani semua kelas.

"Untung ada kamu Ra, Mbak ga yakin bisa menyelesaikan semuanya," ucap Senandung dengan mata yang masih terfokus ke lembaran.

"Maaf Mbak jika Mas Darma merepotkan. Bagaimanapun ini juga tanggung jawabku, Mas Darma cuti untuk acara pernikahan kami," ucap Swara merasa tidak enak.

Senandung mengangguk, "iya juga ya, Mbak baru kepikiran. Pasti jantungmu lagi dag-dig-dug ser ya Ra," ucapnya sambil terkekeh.

Wajah Swara memerah, ia menjadi malu karena ucapan Senandung. "Mbak juga kan? Mas Harsa pasti membuat jantung Mbak berdebar," ucap Swara.

Senandung tidak terlalu semangat mendengar nama Harsa. Ia terlihat biasa saja, "kamu ada-ada saja," ucapnya. Senandung tidak mau berharap lebih pada laki-laki yang pernah mengecewakannya itu. Jika kali ini Harsa kembali melakukan hal yang sama, hatinya sudah tidak apa-apa, palingan jahitan yang kemarin kembali terbuka lagi.

Buna menyiapkan hidangan seadanya. Dengan gamis yang dipenuhi pernak-pernik, penampilan ibu dua anak itu terlihat kembali seperti dulu kala, sangat cantik.

Abi, dengan baju koko senada dengan istrinya mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Jantungnya berdebar melebihi putri bungsunya Swara. Bapak dua anak itu masih belum percaya dengan semua yang terjadi.

"Bi, Sena lapar, boleh tidak makan dulu?" tanya Senandung yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Kamu bisa tidak membuat masalah dulu, Sena? Bukannya membantu Buna, malah tiba-tiba mau makan. Berapa kali Buna bilang, kalau anak perempuan itu mau makan harus masak dulu," Jawaban tersebut tentunya bukan dari Abi, melainkan Buna. Selain perasaan gugup karena ingin bertemu besan, ia juga sudah seharian menghadapi pekerjaan rumah untuk acara malam ini.

"Iya Buna, santai aja dong. Lagian Sena nanyanya sama Abi, kok Buna yang jawab?" Senandung semakin tidak bisa diajak berdiskusi. Ia selalu tidak mau mengalah.

"Sena?" Suara Abi membuat keriuhan itu berhenti. Baik Senandung maupun Buna, keduanya sudah tidak mengeluarkan suara.

Suara mobil hitam terdengar dari dalam rumah. Buna menatap Abi yang terlihat gugup karena tamu yang ditunggunya sudah datang.

Abi beranjak untuk segera menyambut kehadiran Darma sekeluarga diikuti Buna. Keduanya beriringan menuju pintu utama.

Mata Abi membulat, yang dilihatnya bukan Darma sekeluarga, melainkan Harsa. Calon suami dari anak sulungnya itu tiba-tiba datang membawa kedua orang tuanya.

Buna yang pernah bertemu dengan Darma merasa aneh, laki-laki yang ditangkap indra penglihatannya sangat berbeda, sedikit tampan dari sebelumnya. "Ini siapa Bi?" bisik Buna pada Abi yang berada disebelahnya.

"Calon suami Senandung," jawab Abi juga berbisik.

Mendengar itu, perasaan Buna semakin gugup. Pasalnya, hidangan yang ia siapkan mungkin tidak cukup. Mengapa calon menantunya yang ini datang tiba-tiba?

"Buna?"

****

Lah, Darmanya kemana? Kok jadi Harsa?

Sudah vote kan?
Lanjut tidak?

See you~~

Senandung (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang