Bab 24. Nasib Dan Takdir

1.5K 125 66
                                    

Bola mata Dzakwan berkilat, bibirnya mengeja pesan Instagram yang tercetak di layar laptopnya. Lagi-lagi dari akun dengan user name Naa_33 itu. Dzakwan tidak tahu siapa sosok di balik pemilik akun misterius tersebut. Sejak beberapa minggu, akun tersebut mengajaknya sharing ilmu dan pengalaman kuliah di Mesir.

Saya ingin minta penjelasan soal Ghodul Bashor. Terkhusus untuk perempuan seperti saya ketika berbicara dengan lawan jenis. Jika saya melihat lawan bicara saya, maka apakah saya termasuk ndak menjaga pandangan atau ghodul bashor? Sebaliknya, jika saya ndak melihat lawan bicara saya apakah sopan, karena setahu saya melihat lawan bicara adalah bagian dari adab?

-Naa_33-

Dzakwan lantas menggerakan jemarinya di layar. Membalas pesan tersebut.

Yang dimaksud godul bashor sendiri bukan berarti tidak boleh menatap. Boleh menatap, kok. Tapi, ulama sepakat ketika tatapan itu melahirkan syahwat, maka itu yang dihindari.

Sama seperti halnya muamalah atau hubungan sosial dengan lawan jenis, ndak masalah. Selagi tahu batas-batasnya. Zaman dulu, sebelum menjadi Rasul, Nabi saw juga mempunyai atasan seorang wanita yakni Sayyidah Khodijah. Begitu pun para sahabat banyak yang memiliki bawahan seorang wanita.

-Dzkwn-

Dzakwan kembali termenung. Ia masih memiliki keyakinan jika perempuan di balik akun Naa_33 itu adalah orang yang tidak jauh dari kehidupannya di Indonesia. Mungkin ia adalah salah satu santriwati di Al-Dalhar, atau malah di Sayyida Al-Hurra.

Apakah mungkin dia adalah Ning Una?

Mungkinkah Ning Una sudah mendengar soal perjodohan ini dan berinisiatif diam-diam mencari tahu seperti apa sosok calon suaminya?

Pemuda itu menghela napas. Dari balik jendela, langit cerah berwarna biru membentang. Pandangannya mengelana jauh.

Meski dia sudah mengatakan siap dengan perjodohan itu, hati kecilnya masih kerap dirundung keraguan. Apakah langkahnya sudah tepat?

Jujur, sebelum-sebelumnya Dzakwan cenderung skeptis dengan perjodohan. Meski itu adalah hal lumrah di kalangan pesantren, tapi Dzakwan tetap merasa hal tersebut terlalu mengekang.

Sujiwo Tedjo pernah berkata, 'Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan siapa, tapi tak bisa rencanakan cintamu untuk siapa.'

Sebenarnya, Dzakwan juga tak menampik kenyataan bahwa banyak cinta yang datang setelah perjodohan. Tapi, bagaimana jika ia tetap tak bisa mencintai? Pernikahan macam apa yang tak ada cinta di dalamnya?

Dzakwan merasa, cintanya telah habis di Najuba Lubna. Gadis yang tak akan pernah bisa ia lupakan secara utuh dalam pikirannya. Mengingat kenyataan bahwa Najuba telah menjadi istri lelaki lain selalu membuat hatinya nyeri.

Ah, sudah sangat lama ia tak tahu kabar gadis itu? Apakah dia sudah memiliki bayi-bayi yang lucu? Apakah dia sudah bahagia dan melupakan dirinya?

Dzakwan teringat, kesempatannya yang ia miliki sangatlah singkat. Tak mungkin menemukan Najuba lain di sisa hidupnya. Mungkin sudah saatnya ia menerima Manunal Ahna dan berharap gadis itu dapat kembali membuka hatinya yang lama terkunci.

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ