Bab 7. Hal yang tidak biasa

737 164 76
                                    

Mana bom Komennya? Enggak seru nih...


----------------------------------------------------------


Setengah lima pagi dibangunkan dengan panggilan telepon berulang kali membuat Humairah kesal. Dia hampir saja melemparkan ponselnya ke arah pintu kamar, jika secara tidak sadar nama HIRA SAYANG tertera di layar ponselnya.

Langsung membuka kedua matanya lebar-lebar, Humairah terduduk di atas ranjang sambil memastikan kembali apa yang ia lihat tidaklah salah.

"Kapan gue save nomor dia?" Gumam Humairah kebingungan.

Masih mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam di restoran, nyatanya Humairah tidak mengingat ia pernah meminta nomor hp Hira sekalipun. Bahkan dia yakin 100% bila keduanya tidak pernah bertukar nomor hp. Lalu dari mana datangnya nomor ini diponselnya.

Sedikit banyak Humairah curiga, pasti ada suruhan dari ayahnya yang mensabotase ponsel bututnya ini yang sudah berulang kali jatuh atas sikap ceroboh yang ia miliki.

"Kok bisa ada nomor dia dihp gue?" Ucap Humairah kembali.

Ketika Hira menghubunginya lagi, seolah laki-laki itu tidak lelah untuk membangunkannya, Humairah sengaja mengangkat panggilan telepon Hira demi mencari jawaban atas rasa penasaran dalam otaknya kini.

"Halo!!!"

"Assalamu'alaikum."

"Kumsalam."

"Assalamu'alaikum,"

"Kumsalam, elah ... enggak denger, ya? Ada apaan sih? Telepon-telepon tengah malam gini? Heran banget gue! Lagian lo tahu dari mana coba nomor hp gue? Stalkerin gue, ya?"

Diamuk tanpa jeda, Hira hanya terdiam. Tarikan napasnya terdengar dalam sebelum ia mengucapkan sesuatu kembali.

"Bangun, terus jangan lupa sholat."

Tidak ada respon, Hira terdengar memanggil nama Humairah dengan begitu lembut. Bahkan suara bass yang ia miliki sampai terdengar berbisik, karena terlalu pelan memanggil nama Humairah menggunakan nama kecil gadis itu.

"Ara ..."

"Ra ...."

"Kok lo tahu gue dipanggil Ara?"

"Karena aku sudah menerima semua proposal data dirimu."

"Pasti kerjaan pak Jenderal deh."

"Bangun, terus langsung sholat. Jangan ditunda-tunda."

"Hm, iya. Makasih. Baru lo doang yang bangunin gue sholat selembut ini," ucap Humairah dengan jujur.

Panggilan tersebut langsung ia matikan tanpa ingin berlama-lama berbicara dengan Hira. Sedikit merenggangkan otot-otot tubuhnya, langkah kedua kaki Humairah terasa begitu Ikhlas menuju mushola rumah ini untuk menjalani sholat subuh berjamaah.

"Non, Araaa ... ya ampun, non ... bibi sampai kaget lihat non jam segini udah keluar kamar," seru bi Ina yang terpaku di tempat saat ia melihat Humairah, gadis kecil yang ia rawat sejak bayi tiba-tiba saja ikut berkumpul di mushola untuk sholat subuh berjamaah.

"Iya, Bi. Enggak bisa tidur," jawabnya bohong.

Meletakkan mukenanya di bagian shaf belakang, bi Ina tersenyum-senyum sambil mengucapkan syukur melihat Humairah menjadi lebih baik pagi ini. Biasanya bi Ina sampai kuwalahan membangunkan Humairah untuk pergi sekolah. Namun pagi ini, tanpa perlu repot-repot ia bangunkan, Humairah bahkan bisa sholat subuh berjamaah dengan yang lain.

Perjodohan anak JENDERALWhere stories live. Discover now