☆ Either Way [Episode 02]

51 10 1
                                    

Malam ini aku tidak bisa tidur meskipun Greece berbaring di sebelahku. Aku masih memikirkan banyak hal yang menjadi pertanyaanku. Kepindahan kami bukan tanpa alasan. Si pemilik kompleks datang sebelum senja. Dia membawa surat perintah agar kompleks ini segera dikosongkan untuk sementara demi keselamatan kami. Kami hanya beri waktu semalam untuk pergi dan diizinkan kembali meski hanya bisa menetap satu malam sampai ke depannya.

Tujuan kami akan berakhir di Batavia. Kota itu adalah pusat utama yang masih dipegang oleh koloni belanda. Kabarnya para pribumi masih belum mampu untuk melumpuhkan sistem di Batavia untuk saat ini.

Butuh hampir satu jam untuk menghitung domba-domba dalam otakku sampai aku bisa terlelap. Meski pada akhirnya aku kembali terbangun dan menemukan kalau Greece tidak ada di sampingku.

Aku mencari-cari ke sekitar kamar sampai telingaku mendengar suara yang seperti tengah berbincang di ruang tengah. Diam-diam aku turun dari kasurku dan ingin mencari tahu suara siapa saja di sana selain suara Greece yang bisa kudengar sekarang.

Perlahan aku mendekati pintu kamar. Ketika aku mencoba membuka pintu ternyata terkunci. Lebih tepatnya Greece pasti menguncinya dari luar. Aku bingung apa yang terjadi sebenarnya sampai ibuku mengurungku di kamar ini selagi aku tertidur. Tapi aku cukup yakin semua jawaban yang ada di kepalaku, ada di balik pintu ini.

Sekat yang membatasi ruangan kamarku terhalang oleh almari berisi koleksi barang keramik Greece. Namun aku sedikit bisa mendengar obrolan di ruang tengah dengan cara menempelkan telingaku ke lubang kunci. Perlahan aku mulai mendengar apa saja yang tengah suara-suara itu bicarakan.

"Kau tak merindukan kami?"

"Bukan begitu."

"Lalu? Apa jij tahu selama ini Jane terus mempertanyakan keberadaan jij?"

Seluruh tubuhku rasanya membeku sekarang. Apalagi suara Greece berdebat dengan sebuah suara asing dengan logat khas terdengar jelas di telingaku. Aku menerka-nerka tentang siapa laki-laki itu. Meski di dalam benakku sudah terlampir sosok yang selama ini kurindukan.

"Maaf."

"Tak perlu. Jane dan aku akan pergi besok ke Batavia. Kami mungkin tidak akan kembali kemari meski diberi keringanan nantinya."

"Maaf."

"I wil niet hidup bersama penghianat seperti jij."

Tidak salah lagi. Ibuku sudah pasti tengah berbicara dengan ayahku sekarang. Jarang sekali Greece menggunakan bahasa belandanya yang dicampur bahasa pribumi. Aku mencoba membuka pintu dengan sekuat tenaga. Berharap bisa melihat sosok itu sebelum kami pergi nanti.

"Kau salah, aku pergi dan menikah bukan karena keinginanku. Kau tahu kedua orang tuaku adalah orang yang terkenal agung di Semarang. Mereka sangat membenci londo sepertimu."

Pergerakanku seketika terhenti ketika mendengar laki-laki itu mulai berbicara panjang lebar. Niat awal ingim berteriak pun seketika pupus karena dadaku seperti dihantam dengan kuat. Mendengar kalimat laki-laki tersebut begitu menyakitkan.

"Kalau kita ketahuan pernah bersama dan bahkan menikah secara ilegal. Bukan hanya aku yang tamat, kalian juga tidak akan selamat."

"Apalagi negara ini sudah merdeka. Belanda sudah dipukul mundur dari berbagai arah. Aku tidak bisa menjanjikanmu untuk bisa bertahan lebih lama di sini. Aku kemari pun harus cari waktu yang tepat untuk bertemu kalian."

"I tahu. Jij benar. Seharusnya kita tidak melakukannya pada saat itu dan akhirnya aku yang paling menderita sekarang."

"Maafkanku. Bagaimana pun juga, kita harus akhiri sampai di sini. Sampaikan salamku kepada Jane. Katakan aku selalu menyayanginya sampai kapan pun."

"Tidak perlu."

"Apa selama ini kau tidak pernah mengatakan salamku pada darah dagingku?"

"Kau bahkan tidak pernah mampu menemuinya secara langsung sampai sekarang. Lebih baik jij pergi sebelum Jane bangun dan mendengar kita!"

Aku menangis tanpa suara mendengarnya mengatakan semua itu. Tubuhku luruh ke lantai dan memeluk kedua lututku. Marah, kecewa dan sedih berputar-putar di dalam dadaku saat ini. Aku merindukannya sekaligus membencinya setelah aku tahu alasan dari keputusannya meninggalkan aku dan ibuku selama ini.

Suara pintu tertutup yang aku yakini adalah pintu utama rumah ini, membuatku berlari ke kasur dan menenggelamkan tangisanku di sana.

****



*TRS*
> I = aku
> jij = kamu
> Wil niet = tidak ingin

Either Way ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang