01. Cegil

1 0 0
                                    

Setelah membulatkan tekad, akhirnya Syifa melangkah menuju tempat di mana lelaki jangkung itu duduk. Setelah benar-benar sampai di hadapan cowok itu, Syifa berdehem guna menetralisir gugup yang menyerang, namun nampaknya cowok itu tidak terganggu.

Sementara dari kejauhan, Delvia dan lainnya harap-harap resah dengan apa yang akan terjadi nanti dengan sahabat blonde mereka.

Kembali lagi ke awal, setelah berdehem, Syifa mencoba untuk sedikit menyapa, "Permisi, Kak," oke, hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutnya saat ini.

Alhasil, cowok itu mendongak, netra kelamnya bertemu dengan netra coklat terang milik si gadis, ia menatap cukup lama, membuat Syifa tidak nyaman. Pada akhirnya, cowok itu juga yang memutuskan kontak mata lebih dulu, ia kembali fokus pada handphonenya, "Kenapa?" ia bersuara, namun pandangannya masih berfokus pada benda persegi panjang itu.

Sungguh, suara berat itu mampu membuat Syifa terlupa dengan apa yang ingin ia ucapkan pada kakak kelasnya ini nanti, Syifa tuh suka yang kayak gini, benar-benar tipenya banget.

Tanpa banyak bicara, Syifa segera mengambil tempat kosong di samping kanan kakak kelas, lalu ia menatap lekat cowok itu, sambil memandang cowok tampan, ia bisa juga mengingat gombalan apa yang bagus untuk kakak kelasnya.

"Kak, aku mau tanya," Syifa menegup saliva susah payah karena tepat setelah kalimatnya itu, Akbar mendongak, menatapnya.

"Iya?"

Oke, ini tidak akan selesai jika Syifa terus menatap wajah tampan di depannya saat ini. Mau tidak mau, agar hal ini cepat selesai, ia harus membuang jauh-jauh harga dirinya dan memutus urat malunya sekarang.

"Kak?" Akbar tidak dapat tidak terkejut kala tanpa aba-aba gadis asing yang ia hanya tau kalau itu adik kelasnya sekarang sedang memeluk lengannya, suaranya nampak mendayu, membuat Akbar sedikit berpikir kalau gadis itu sedang mabuk.

"Maaf?" Jujur saja, cowok itu risih.

"Kak, kakak tau gak sih perbedaan kakak sama makanan sehat?" Spontan, Akbar menggeleng, ia hendak menjauhkan kepala gadis yang kini bertengger apik di bahunya, namun urung karena gadis itu malah mempererat pelukan itu.

"Karena kalau makanan sehat itu empat sehat lima sempurna, tapi kalau Kakak, satu aja udah sempurna," ia mengangkat kepala sekaligus melepas pelukan pada lengan itu, jujur saja, ia suka, nyaman sekali rasanya. Akbar menghela napas, akhirnya ia terlepas dari belatung berbahaya yang hinggap di lengannya.

Melihat respon dari Akbar entah kenapa membuat gadis itu kesal, jadi lah ia mencolek hidung bangir cowok itu, entah sudah berapa kali Akbar jantungan karena aksi tiba-tiba gadis yang baru beberapa menit ia temui ini, "Ganteng," setelah mengucapkan kalimat itu, Syifa segera berlari menjauh.

Akbar memandang punggung gadis itu yang mulai menjauh, tak lama ia melihat gadis tadi bertemu dengan orang yang ia tebak adalah teman-temannya, mereka nampak tertawa, "Cewek gila," gumamnya tak habis pikir.

•••

"Sumpah, lo keren banget badjingan, gue syok banget tadi," Delvia masih terkejut melihat aksi sahabatnya yang terlalu berani, ia pikir gadis itu hanya sekadar datang lalu memberikan gombalan gila ala Syifa, namun kejadian tadi diluar dari prediksi, apalagi ketika melihat Syifa yang mencolek hidung dari kakak kelas itu, Delvia mau gila melihatnya.

"Bener-bener, urat malunya udah putus," Vio tak habis pikir.

Kini mereka berada di dalam kelas, guru Fisika baru saja keluar, tinggal menyambut guru mata pelajaran selanjutnya, PKN.

Syifa pundung, sedari ia pergi sehabis memuji kakak kelasnya, ia langsung diledek habis-habisan oleh teman-temannya, bahkan satu kelas sampai tau perihal kejadian tadi akibat embernya mulut teman-temannya.

"Udah, jangan dibahas terus, yang penting dare gue udah lunas," tetapi hal itu tak berhasil membuat mereka diam, bahkan cowok di kelas pun ikut serta dalam hal meledek.

Syifa berdecak, lantas gadis itu mengambil handphone di saku lalu memainkannya, tak lupa menyumpal telinga dengan earphone, menghalau segala macam bisikan setan yang sewaktu-waktu dapat meledakkan amarahnya.

"Ulululu, si bungsu ngambek, guys," memang, di antara mereka berenam, Syifa adalah yang paling muda.

Celine, si sulung dari keenamnya tak habis pikir dengan teman-temannya yang tak habis-habis meledek Syifa hingga wajah gadis it memerah, entah karena salah tingkah atau marah, "Udah, gurunya udah dateng," akhirnya sesi ejek-ejekan itu selesai karena kehadiran guru.

•••

"Abang balik," pintu terbuka, menampilkan wajah lesu seorang pemuda yang berjalan gontai, tak terlalu memperhatikan atensi wanita setengah baya dan seorang anak kecil di pangkuan, dengan pakaian acak-acakan, ia berjalan menuju lantai atas.

"Lemes amat, Bang, bukannya hari ini gak ngajar, ya?" Akbar bisa dibilang senior di ekskul paskibra, makanya dia dan beberapa rekan lainnya biasa mengajar latihan para calon-calon paskibra.

Akbar menggeleng, "Emang gak, Ma," memang benar apa yang dikatakan Akbar, karena jadwal mengajarnya adalah hari Jum'at dan Sabtu.

Sifanya—wanita setengah baya yang juga merupakan wanita yang telah melahirkan lelaki itu ke dunia hanya bisa tersenyum, ia membiarkan putra satu-satunya beristirahat karena terlihat bahwa anak itu lebih letoy dari hari-hari biasanya, sepertinya sesuatu hal yang berat sudah terjadi hari ini, batinnya.

"Abang kayak orang tipes, ya, Ma," gadis yang hendak beranjak 5 tahun itu mengomentari kakaknya.

Sifanya menyumpal mulut anaknya dengan sebutir anggur, yang mana langsung dilahap oleh si empu, "Hust, jangan gitu," peringat ibu dua anak itu.

Mereka kembali berfokus pada layar televisi yang menampilkan kartun anak-anak, maklum hari sudah sore, sudah banyak berbagai kartun yang tayang.

20 menit setelahnya, Akbar turun dengan kaus oblong dan celana training berwarna navy, ia mengusak rambut basahnya dengan handuk sepanjang turun dari tangga, pandangannya tertuju pada dua sosok yang sedang bersantai di ruang keluarga, ia segera menemui mereka.

"Seru banget keliatannya," dengan jahil, pemuda itu mengambil anggur yang berada di dalam mangkuk dalam satu genggaman tangan, membuat yang tersisa di dalam mangkuk hanya beberapa butir saja.

Wajah adiknya terlihat akan protes, "Abang minta," lalu, ia melahap satu butir anggur.

"Bang," Mama menegur.

Cowok itu menyengir, lalu melihat adiknya yang sudah mulai mengeluarkan air mata buaya.

"Lebay," cibirnya.

"Abang jelek," Akbar memutar bola mata malas, ia meletakkan kembali semua anggur di genggamannya pada mangkuk itu kembali, setelahnya, ia bersandar pada sandaran sofa, pandangannya ikut menikmati kartun tuyul yang sedang tayang di sana.

"Mama mau bikin pesta kecil-kecilan buat ulang tahun adek mu, Bang," celetuk Sifanya ditengah keheningan mereka.

"Bikin aja," balas cowok itu kelewat santai.

"Tapi kamu ikut, masak kakaknya sendiri gak ikut, apa kata temen-temen adekmu sama orang tuanya kalau kakaknya gak mau ikut ulang tahun si adek," Akbar hendak protes, namun urung karena sudah mendapat tatapan maut sang Mama.

"Mama gak terima protesan," Akbar mendengkus, ia jadi pengen jual adeknya ke toko tiga lima aja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 02, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DESTINYWhere stories live. Discover now