Hanya ada tiga pesan dari zahra, karyawan mami mita, namun dimas tidak menjawab pesan-pesan tersebut, dan lebih memilih untuk menyusun lagu di komputernya.

Alunan musik, serta dua sloki alkohol yang dimas minum di bosche, membuat dimas mulai tertidur dengan perasaan rindu yang tidak bisa dimas jelaskan. Hatinya yang kosong, meminta si pemiliknya untuk mencari sosok yang bisa memenuhinya dengan tawa.

🍒

Pagi selanjutnya, di hari kamis dimas mendengarkan penjelasan dosen dengan sangat serius, sementara rumi di sebelahnya, tertidur karena baru sampai kos pukul tiga dini hari.

"Ada yang mau kalian tanyakan perihal tugas yang harus kalian kerjakan", tanya dosen mereka sambil menatap satu persatu peserta kuliah yang nyaris serempak memiliki lingkar hitam yang menghiasi tatapan mereka.

"Pak", ujar salah satu mahasiwa yang duduk tidak jauh dari dimas.

"Iya sandi, silahkan", jawab dosen mereka yang rupanya mengenal setiap mahasiswanya.

"Refrensi untuk jurnal bangunan lima lantai, bebas ataukah hanya sebatas gedung perkantoran", tanya sandi.

"Bebas, bisa gedung perkantoran, rumah sakit bahkan villa atau apartments", jawab dosen mereka.

"Bisa dimengerti sandi", tanyanya lagi.

Sandi hanya mengangguk, dan anggukan sandi diikuti kembali tatapan dosen mereka untuk seluruh peserta mata kuliah.

"Ada yang mau bertanya lagi", tanya dosen mereka.

Semuanya terdiam, dosen mereka kemudian mengakhiri kuliah setelah menjelaskan ulang mengenai tugas mata kuliahnya tentang jurnal bangunan lima lantai dengan detail material serta perhitungan design dari berbagai sudut. Dimas lalu membangunkan rumi, dan menuju studio mahasiswa arsitek yang ada di lantai tiga. Sesampainya di studio, dimas melihat rizal sedang merapikan maket rumah tinggal di hadapannya.

"Pulang jam berapa semalam", tanya dimas pada rizal.

"Aku jam satu langsung pulang, soalnya ideku muncul semalam pas lihat laser di bosche", jawab rizal yang masih sibuk dengan lem serta kertas yang menempel ditangannya.

"Untuk pencahayaan villa ya", tanya dimas.

"Yoi", jawab rizal.

"Rumi mana", tanya rizal lagi.

"Pulang ke kos kali, tadi rumi bilang mau tidur dulu", jawab dimas.

Dimas kemudian mulai sibuk dengan sketsa gambarnya, lalu menyalakan laptopnya yang selalu ia tinggalkan di studio.

Satu tahun sudah dimas memilih sendiri tanpa kekasih. Kesibukannya di kampus, serta tugas yang tak ada ujungnya, membuat dimas melupakan keinginannya untuk memiliki pacar baru.

"Kamu pacarin karin dim", tanya rizal pada dimas, sambil mulai memotong stick ice cream menjadi bentuk balok kecil.

"Enggak", jawab dimas singkat.

"Semalam karin bilang kalau kamu calon pacarnya pas kamu turun", ujar rizal.

"Ngarang aja tuh cewek", ujar dimas sambil tersenyum sinis.

Rumi yang terlihat segar, baru datang ke studio pukul tiga sore. Dengan datangnya rumi, dan studio yang semakin ramai, membuat mereka sibuk menenggelamkan diri disetiap tugas dari dosen yang sudah memasuki waktu deadline.

Menjelang ujian akhir studio di semester empat, mereka tandai dengan seringnya mereka tidur di paviliun studio. Dimas, rumi, dan rizal yang satu kelompok untuk tiga mata kuliah, semakin sibuk dengan kegiatan mereka. Belajar fungsi material, membuat design, menyusun maket, memotong material bahan untuk tugas, berdebat, sampai diskusi untuk ujian studio, mereka lalui, sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.

After SunsetΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα