9 [Black Rose]

Começar do início
                                    

Rania yang sudah mulai bekerja membantu dina di toko, jadi ponakan dimas yang paling rajin datang ke kantor untuk membawakan pakaian ganti dimas.

"Ongkosnya", pinta rania setelah menyerahkan paperbag berisi pakaian ganti dimas.

Rania langsung menutup hidungnya begitu dimas mendekat padanya.

"Om mandi dong, bau tau", pinta rania.

"Nih", ujar dimas memberikan kartu diamond miliknya pada rania, tanpa menjawab keluhan rania akan bau badannya.

"Password", tanya rania lagi.

"Ulang tahun kamu", jawab dimas.

Baru saja dimas berbalik, dan melangkah masuk ke kantornya, rania kembali memanggilnya.

"Kenapa", jawab dimas.

"Kunci mobilnya", pinta rania yang masih menutup hidungnya.

"Buat apa", tanya dimas.

"Mau anter opa check up", jawab rania.

Dimas merogoh sakunya dan memberikan kunci mobilnya pada rania. Begitu dimas menjauh, rania langsung melepas tangannya dan bernafas lega.

Sambil bersenandung, rania membawa mobil dimas ke rumah mami mita, omanya.
Begitu rania parkir di depan rumah, rania mendengar suara seperti benda jatuh yang sangat keras. Rania langsung masuk ke rumah dan mendapati opanya jatuh di depan pintu.

"Oma", teriak rania dengan panik.

Mami mita datang tergopoh-gopoh dengan wajah kagetnya, karena teriakan rania.

Rania yang cekatan, langsung menelvon ambulan kemudian menelvon maminya.
Sementara mami mita dibantu oleh sopir dan asisten rumah tangganya, membawa papa seno ke dalam dan menidurkannya di sofa ruang tamu.

Tak sampai lima menit ambulan datang dan langsung membawa papa seno ke rumah sakit.

"Opa kenapa na", tanya dina yang sudah lebih dahulu sampai di rumah sakit.

"Tadi opa tiba-tiba jatuh mi, terus nggak sadar", jawab rania dengan wajah pucat.

Rania berusaha tegar berdiri di lorong rumah sakit, meski airmata terus mengalir dari pipinya. Sedang mami mita tak berhenti menangis di pelukan dina, saat menunggu di depan ruang gawat darurat. Dimas datang masih dengan pakaian yang sama seperti yang rania lihat tiga puluh menit sebelumnya.

"Opa kenapa na", tanya dimas yang langsung disambut pelukan oleh rania.

Dua jam penuh penantian disambut kelegaan saat dokter yang menangani papa seno keluar dari ruang UGD. Kelegaan yang semua keluarga prasetya ingin sambut dengan kebahagiaan, berbalik dan berbalut duka.

Kedua dokter yang menemui dimas dan keluarganya, meminta maaf sambil menggenggam tangan mami mita. Dokter yang sudah tiga tahun menjadi tujuan papa seno setiap bulan, tertunduk saat mami mita mulai tersimpuh. Tangis mami mita mulai terisak, dan rania melepas ketegarannya sambil memeluk dimas.

"Dim, papamu mana, udah dipindahin ke ruang rawat inap", tanya om saka yang baru hadir dan merasa bingung akan situasi pilu yang terlihat di depan matanya.

"Ikhlas ya ka", ujar salah satu dokter yang memberi kabar pada keluarga dimas tentang kepergian papa seno.

"Ikhlas opo ndra", tanya om saka dengan wajah bingung pada dokter yang bernama hendra.

"Mas seno mana ndra aku mau ketemu", pinta om saka.

Dokter hendra hanya mampu memeluk om saka yang mulai meraung karena kepergian kakak tercintanya.

Duka datang menjadi teman bagi keluarga prasetya saat dia mengambil tiang utama keluarga tersebut. Karangan bunga juga mulai memenuhi sepanjang jalan utama menuju rumah mami mita. Karangan bunga yang dipersembahkan untuk mengantar kepergian papa seno dari semua kolega serta keluarga papa seno. Orang-orang asing yang pernah tersentuh akan dedikasi hidup papa seno, juga mulai datang berduyun-duyun dengan wajah muram untuk mengantar kepergian papa seno.

"Seno akan selalu hidup di hati kita mita, dia nggak akan pergi", ujar om michael, pada mami mita yang hanya mampu terisak di kamarnya.

Kegagahan juga di lucuti dari wajah om saka dan hanya menyisakan gurat kesedihan. Papa seno adalah kakaknya, yang selalu mendukungnya, juga melindunginya sejak dia kecil. Kini sosok yang selalu tegak melindunginya, pergi dari sisinya. Om saka tidak akan bisa mendengar gelak tawanya lagi, juga pelukan hangatnya.

Jiwa dimas yang membaik selama tiga bulan terakhir, perlahan mempertanyakan kembali kerapuhannya. Dimas tidak bisa membiarkan dirinya jatuh, karena dia kini harus berdiri tegak menjadi tiang yang kuat untuk keluarganya bersandar.

Dina yang selalu terlihat kuat, juga lunglai di pelukan zaki, menunjukkan betapa terpukul hatinya. Dina kehilangan papa tersayang yang selalu memujinya, juga sosok yang menjadi cinta pertamanya.

"Mbak, kalau mbak nggak kuat, mbak di rumah aja, nggak usah ikut ke makam", ujar dimas sambil menggenggam tangan dina.

"Enggak, aku harus anter papa, mau aku lumpuh sekalipun, aku akan tetap anter papa", jawab dina sambil berurai airmata.

Zaki menjadi bahu yang kuat untuk sandaran dina sepanjang acara pemakaman. Sementara rania dan arya tak ingin jauh dari dimas, terutama saat peti papa seno mulai turun ke liang lahat.

Kabar duka yang mulai tersebar, membuat rumah mami mita tak pernah sepi oleh pembaca doa. Keheningan kembali muncul setelah empat puluh hari berlalu.

Selama empat puluh hari pertama, dimas hanya keluar rumah untuk ke makam papa seno. Dimas juga memilih bekerja di rumah, karena masih berat meninggalkan mami mita sendiri di rumah.

"Dek gimana kalau mami tinggal sama mbak aja", ujar dina dua bulan setelah papa seno pergi dari hidup mereka.

"Mbak yakin, aku masih bisa urus mami kok", jawab dimas.

"Dek mami lebih sering melamun di rumah ini sejak papa pergi", ujar dina.

"Mami butuh teman dek, rumah mbak juga rame jadi mami pasti senang", ujar dina menambahi.

"Yaudah nanti kita obrolin sama mami ya mbak", pinta dimas.

Dua minggu setelah obrolan dengan kakaknya, dimas membawa mami mita ke rumah dina. Kakaknya benar, mami lebih sering melamun sendiri di rumah. Beberapa kali dimas mendapati mami termenung dengan gurat duka yang masih terlukis jelas di wajah maminya.

Meski berat meninggalkan rumah, mami mita setuju saat dimas meminta mami mita untuk tinggal di rumah dina.

"Omaa", sambut arya dengan teriakannya.

Mami mita langsung tersenyum begitu arya membuka pintu mobil dimas dan membantu mami mita turun dari mobil.

Zaki yang memilih untuk libur dari kantornya, membantu dimas mengeluarkan barang-barang mami mita dari bagasi mobil dimas.

"Titip mami ya mas", pinta dimas.

"Titip, memang mami barang", seloroh zaki.

"Mami itu mami aku juga dim, aku punya kewajiban mengurus mami, sama seperti kamu, juga dina", ujar zaki dengan lembut.

Hati dimas lega, dan senyumnya mengembang, karena kakaknya memiliki cahaya keberuntungan yang tak pernah padam. Bahkan dina juga punya suami yang luar biasa baik padanya juga keluarganya.

"Dim nanti kalau kamu cuti dari proyek pulangnya kesini ya", pinta zaki.

"Siap mas", jawab dimas.

Melihat arya yang sibuk memberitahu omanya tentang video game yang sedang ia gemari, serta rania yang menggandeng omanya untuk memberitahu kamarnya, juga dina yang sibuk di dapur karena keluarganya berkumpul, membuat dimas iri akan keharmonisan keluarga yang dina dan zaki bangun.

"Pa, dimas kangen", gumam dimas dalam benaknya, begitu melihat sofa yang biasa papanya duduki saat berkunjung ke rumah cucunya.

***
 

After SunsetOnde histórias criam vida. Descubra agora