"Kalau kamu pakai cara yang sama kayak cowok-cowok lain, ratih bosanlah", ujar helda lagi, kali ini sambil makan es krimnya di pinggir lapangan basket.

"Aku pasti dimarah mbak dina lagi nih, soalnya uang jajanku udah habis", keluh dimas yang juga menggenggam es krim di tangannya.

"Emang kamu uang jajannya di jatah ya", tanya helda dengan polosnya.

"Iyalah, mbak dina ketat banget soal pengeluaran", keluh dimas.

"Kamu udah kasih apa aja sama ratih sampai uang jajan kamu habis", tanya helda.

"Banyaklah, seringnya boneka", jawab dimas sambil menghembuskan nafasnya, dan helda langsung tertawa mendengar jawaban dimas.

"Ratih nggak suka boneka", ujar helda masih sambil tertawa.

"Nindy bilang ratih suka boneka warna biru", jawab dimas dengan muka terkejut.

"Nindy tau apa sih soal ratih, mereka aja baru kenal pas kelas dua ini", ujar helda.

"Bener ratih suka warna biru, tapi bukan boneka dimas, kamu fikir ratih anak SD", cemooh helda.

"Terus menurut kamu apa yang ratih suka", tanya dimas dengan putus asa.

"Ngobrol aja, ayo latihan", teriak raka dari tengah lapangan sambil melempar bola basket pada dimas, dan dimas menangkap lemparan bola basket dari raka dengan tepat.

"Aku kasih tau kalau kamu bisa bikin raka ngajakin aku nonton", ujar helda pada dimas, lalu helda berjalan keluar dari lapangan.

"Bener ya da, awas aja kalau ingkarin janji", teriak dimas pada helda, dan helda hanya memberi tanda kalau dia tidak akan ingkar janji.

Memang sudah semenjak sekolah menengah pertama helda menaruh hatinya pada raka, tapi raka lebih sibuk menjadi anak yang penurut bagi kedua orangtuanya.

Orangtua raka sangat ketat, dan tidak mengijinkan anaknya untuk memiliki pacar. Hari libur raka juga lebih banyak diisi dengan belajar dan les berbagai macam bakat. Namun dimas terlalu menyukai ratih, jadi dia tidak ingin melewatkan penawaran dari helda.

Sambil mendrible bola ditangannya, dimas berfikir keras memikirkan cara untuk membuat raka setuju dengan rencana dimas. Dimas kemudian memasukkan bolanya ke jaring, dan menandai kemenangannya dari raka.

"Alex sama rendra nggak ikut", tanya dimas pada raka, sambil berjalan ke arah luar lapangan.

"Mereka ada les, bentar lagi mereka ujian nasional", jawab raka setelah meneguk air dinginnya.

"Aku tahun depan juga kayaknya nggak mungkin ikut latihan rutin", ujar raka lagi.

"Kenapa", tanya dimas.

"Mama udah daftarin tiga les tambahan", jawab raka, dan jawaban raka membuat dimas bergidik.

"Kamu mau ikut", tanya raka pada dimas.

"No thank you", jawab dimas, yang memilih berdiri untuk kembali bergabung dengan arvin dan lian yang masih latihan, tanpa menghiraukan senyum kecil di wajah raka.

(-_-)

Sabtu sore setelah pulang sekolah, dimas langsung ke rumah raka. Meski dimas sudah terburu-buru, tapi guru les raka datang lebih dulu, jadi dimas harus menunggu raka selesai les di ruang tamu rumahnya.

"Dimas nggak les", tanya mama raka dengan muka dingin pada dimas.

"Kata mbak dina nanti kalau udah kelas tiga", jawab dimas sambil mengusap lengannya yang terasa dingin.

"Memang kamu nggak mau masuk universitas favorit, bukannya kamu mau masuk UGM, kalau nggak belajar dari sekarang nanti kamu gagal dimas", ujar mama raka.

After SunsetWhere stories live. Discover now