"Kok aku baru lihat ya ada cewek secantik itu disekolah kita", ujar dimas pada raka, kala itu, di kantin sekolah mereka.

"Buta kamu selama ini", ujar raka.

"Enggak buta juga ka, kurang bergaul aja", jawab dimas.

Bagi dimas saat itu, ratih merupakan sosok yang sempurna dan harus dimas miliki. Dimas merasa tertantang untuk mengalahkan semua penggemar ratih disekolahnya. Selain itu, ratih juga masuk dalam nominasi cewek tercantik di sekolah, dan menurut dimas ratih sangat pintar.

Kemampuan bersosialisasi ratih yang sangat baik, popularitas, serta otak encernya, membuat ratih di dapuk sebagai bendahara osis saat dia duduk di bangku kelas dua SMA.

Baru dalam tahap ingin mendekati ratih saja, dimas sudah sangat bangga. Apalagi jika harapannya tersebut bisa terwujud.

"Saingan kamu mulai dari anak angkatan kita, murid baru sama senior kita dim, kamu yakin sanggup", tanya raka.

"Selama rendra nggak ikut-ikutan, aku sanggup aja bersaing sama mereka semua", jawab dimas.

"Kenapa memang kalau rendra juga ikut naksir ratih", tanya raka.

"Pasti kalah aku", jawab dimas sambil mengunyah sandwich ikan tuna miliknya.

Semenjak hatinya tertuju pada ratih, dimas yang selama masa sekolah selalu diantar jemput ke sekolah oleh sopir keluarganya, memilih meminta dina untuk meminjamkan salah satu mobil miliknya.

Dina mengijinkan dimas membawa mobil honda jazz warna silver miliknya, untuk dimas kendarai ke sekolah, tentu setelah berbagai pertimbangan dan nasehat yang dina berikan untuk dimas.

"Awas ya jangan sampai baret", ujar dina memberi peringatan pada dimas, saat dimas mengambil mobil dina di garasi rumahnya, di hari libur.

"Udah punya sim belum dek", tanya zaki pada adik iparnya.

"Udah mas, baru aja dua minggu lalu lulus tes", jawab dimas.

"Mau tebar pesona dia mi", bisik zaki ditelinga istrinya.

"Inget ya, kamu cuma boleh punya pacar satu, mbak nggak suka kalau kamu jadi playboy", ujar dina dengan sedikit marah.

"Tenang aja mbak", jawab dimas sambil tersenyum.

"Jangan sampai hamilin anak orang", tegas dina saat memberi peringatan pada dimas.

"Apaan sih, nggak akan mbak tenang aja", jawab dimas secara ketus, karena merasa risih dengan ucapan dina.

Dimas lalu meninggalkan garasi parkir mobil dina, dan berlalu dari rumah dina.

"Udahlah mi, dimas udah gede, nggak usah terlalu khawatir", ujar zaki pada dina.

"Gimana nggak khawatir, baru juga putus sama kinan, sekarang mau deketin cewek lain", gerutu dina pada suaminya.

"Wajarlah, dimas juga masih remaja, masih suka berpetualang", ujar zaki sambil menggoda istrinya.

Melihat wajah dina yang cemberut, zaki kemudian membawa istrinya masuk ke dalam rumah, dan berusaha menenangkan istrinya, kalau adik mereka akan selalu berhati-hati.

(^_^)

Esoknya, senin pagi di bulan september yang terlihat mendung, dimas dengan percaya diri penuh, berangkat ke sekolah sambil membawa buket bunga dari toko milik tetangganya.

Toko yang pukul enam pagi masih tutup, harus pemiliknya buka dengan terpaksa karena dimas terus memohon untuk membeli buket bunga matahari yang terpajang di etalase tokonya.

"Wuih nggak jadi anak mami lagi nih", goda raka di parkiran sekolah begitu melihat dimas parkir disamping mobilnya dengan kaca terbuka.

"Masih anak mami dong, tapi anak mami yang mandiri", jawab dimas.

"Mobil mbak dina nih, tumben mbak dina kasih kamu ijin bawa mobilnya", ujar raka yang masih berdiri disamping mobilnya, sambil melihat dimas keluar dari mobil yang dimas kendarai.

Senyum raka semakin lebar, saat melihat buket bunga yang ada ditangan dimas.

"Apasih yang mbak dina nggak bisa kasih buat adek dia satu-satunya", jawab dimas dengan muka tengilnya.

"Bunga buat siapa", tanya raka pada dimas.

"Itu", tunjuk dimas pada ratih yang baru keluar dari mobilnya.

"Saingan kamu itu tuh", ujar raka sambil menunjuk gilang yang masih duduk di atas motor sportnya.

Gilang memang sudah mendekati ratih sejak masa orientasi, tapi sampai saat ini, dia masih gagal.

"Nggak masalah", ujar dimas percaya diri.

Dimas lalu tersenyum pada gilang yang menatapnya, kemudian berlari untuk menyusul ratih saat melihat ratih mulai berjalan meninggalkan parkiran sekolah.

"Pagi tih", sapa dimas pada ratih dengan nafas tersenggal.

"Pagi dimas", jawab ratih sambil tersenyum.

"Buat cewek yang hari ini menyirami pohon tandus di sekolah dengan senyumnya", ujar dimas pada ratih sambil menyodorkan bunga yang ada ditangannya.

Ratih tersenyum pada dimas, lalu menerima bunga pemberian dari dimas.

"Sampai ketemu lagi tih", ujar dimas, setelah melihat gilang memberi peringatan padanya.

Ratih hanya tersenyum tanpa menjawab dimas yang berlalu dari hadapannya.

Senin pagi itu, adalah pertama kalinya dimas melangkah untuk mendekati ratih, setelah tiga bulan dimas hanya bisa mencuri pandang pada ratih. Tiga bulan lamanya dimas mencari tahu tentang ratih dan mencari hal yang berpotensi membuat ratih tersenyum padanya.

Dimas juga berlatih menjadi cowok cool dan kharismatik supaya ratih tertarik padanya.
Selain itu, dimas juga menanggalkan sisi manja dan kekanakannya agar dimas terlihat layak menjadi pacar ratih. Hanya saja, entah usaha dimas yang kurang atau memang ratih tidak tertarik padanya, dua bulan setelah dimas mulai mendekati ratih, dimas merasa usahanya sia-sia.

"Ratih kasih tanggapan nggak", tanya raka, pada dimas yang baru usai mengintip ruang kelas ratih.

Dimas hanya mengangkat bahunya, karena dimas mulai merasa bahwa harapan dimas akan kesediaan ratih untuk menjadi pacarnya, seperti susah digapai oleh dimas.

Setiap usaha yang dimas lakukan untuk menarik perhatian ratih, hanya ratih sambut dengan senyum cantiknya. Ratih tidak pernah tersipu atau terlihat antusias akan usaha dimas. Dimas juga lebih sering melihat kado yang dia berikan untuk ratih, masih terbungkus rapi, berhari-hari, di ruang osis. Seolah-olah hal yang dimas lakukan untuk ratih adalah hal biasa yang sering ratih dapatkan.

"Gimana, masih percaya diri bisa jadi pacar ratih", cemooh gilang yang melihat dimas tertunduk lemas di bangkunya.

"Aku aja gagal apalagi kamu dim", cemooh gilang lagi.

Ucapan gilang akhirnya membuat dimas menegakkan tubuhnya. Dimas kemudian menatap lawan bicaranya yang duduk di depannya dengan tatapan menusuk.

"Taruhan gimana", tantang dimas pada gilang.

Senyum di sudut bibir gilang menyambut tawaran dari dimas.

"Boleh", jawab gilang.

"Kalau aku bisa pacarin ratih, motor kamu aku pakai selama tiga bulan", tantang dimas.

"Kalau kamu gagal, kamu anter jemput aku ke sekolah selama tiga bulan", pinta gilang dengan percaya diri, kalau dimas akan gagal seperti dirinya.

"Deal", jawab dimas tanpa berpikir ulang, dan langsung menyambut tangan gilang.

***

After SunsetWhere stories live. Discover now